Bully

669 114 83
                                    

"Hai, Nita!"

Jenita menoleh ke arah sumber suara. Ia tersenyum senang dan berjalan menuju rumah Winnie. Kakinya tanpa ragu melewati pagar rendah pemisah rumahnya dengan rumah Winnie. 

"Kamu jadi pindah ke sini?" tanya Winnie saat Jenita sudah berada di pekarangan rumahnya. 

"Suami aku bilang coba kontrak dulu 3 bulan. Tapi aku bakal buat dia mau tinggal di sini selama-lamanya."

Tiba-tiba saja suara tangisan bayi terdengar. 

"Bentar dulu, ya, Mbak. Aku mau ambil bayi aku yang lagi sama suster."

Jenita pun kembali ke rumahnya untuk mengambil anaknya yang sedang menangis. Dan tepat saat itu, Hedia ke luar dari rumahnya. 

"Mbak Winnie," sapa Hedia saat menyebrangi jalan menuju rumah Winnie. 

"Aku gak nyangka temen kamu bakal pindah secepet ini," ujar Winnie. 

Hedia terkekeh. "Suaminya justru yang mau buru-buru. Pengen tau ASI Nita emang beneran lancar karena tinggal di sini atau emang karena habis seneng-seneng di rumah aku."

Winnie membulatkan matanya. "ASInya gak lancar tuh karena stres?" bisiknya

Hedia mengangguk. Kepalanya pun kemudian menoleh ke arah Jenita yang datang bersama dengan anak gadisnya. 

"Halo Tante Hedia, Tante Winnie," sapa Jenita dengan suara yang dimiripkan anak kecil. 

Winnie membulatkan matanya melihat anak Jenita. "Aaaaa, lucu banget," ujarnya dengan gemas. "Siapa namanya, berapa bulan?"

"Halo, Tante Winnie. Aku Ririn Moeljatno, aku sekarang 6 bulan, Tante," jawab Jenita dengan senyum senang menatap Ririn. Ia kemudian mendongak menatap Winnie. "Aku mau masuk dulu, ya, Mbak. Mau nyusuin Ririn."

"Gua ikut dong, mau liat rumah lu," ujar Hedia.

"Eh, aku juga udah boleh ikut masuk, belum?"

"Boleh aja sih. Cuman rumahnya masih berantakan banget. Paling nanti diem di kamar aku. Soalnya kan lagi pada sibuk ke luar - masuk rumah sekalian bebenah, aku takutnya nanti debu buat Ririn. Jadi di kamar aja, gak apa-apa?"

"Halo, tetangga baru!" Taliya datang menghampiri pekarangan rumah Winnie dengan Ali yang berada di gendongannya. 

"Aku kira kamu gak bakal jadi pindah ke sini karena rumahnya bekas pelakor. Orang yang sama yang juga mau ngancurin rumah tangga Mbak Winnie," ujar Taliya saat sudah berdiri dengan tetangganya. 

"Bodo lah, yang penting aku gak tinggal sama keluarganya suami aku."

"Berat banget ya pasti," balas Taliya dengan berbisik, dan Jenita mengangguk. 

"Bukan berat karena mertua sih, lebih berat karena dua kakak Jeje ribet banget. Bahkan cara aku ngurus anak pun mereka pengen ikut campur. Gara-gara omongan ipar, mertua juga jadi terpengaruh," cerita Jenita dengan berbisik. 

Para perempuan di sana hanya menghela napas berat mendengar cerita Jenita.

"Ini jadi ke rumah aku, gak? Mbak Taliya mau ikut juga ke rumah aku?"

Taliya menggelengkan kepalanya. "Kamu lagi sibuk pindahan, takut debu buat Ali."

"Nanti di dalem kamar aku, Mbak."

"Ke rumah Mbak Kanaya aja, yuk," ajak Taliya dengan senyum sumringah. 

Ketiga perempuan itu bersorak setuju. 

"Hari ini Mbak Kanaya masak apa, ya?" tanya Jenita.

"Yang pastinya enak," jawab Winnie. 

"Aku nyusul, ya. Mas Marga gak buka praktek hari ini. Dia baru pulang dari luar kota, jadi dia dapet libur setengah hari. Nanti siang baru ke rumah sakit."

Komplek Rengganis  [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang