Marga menahan pinggang Hedia yang hendak bergerak di atasnya. "Sebentar, sayang," ujarnya dengan tangan yang mengusap peluh di kening sang istri. "Kamu gak capek? Dari kamar mandi, pindah ke kamar, terus ini mau ketiga kalinya."
Hedia menggelengkan kepalanya dan mulai memaju mundurkan pinggulnya. Gerakan tersebut kemudian kembali ditahan oleh Marga.
"Ini terakhir, ya."
"Mas udah bosen, ya?" tanya Hedia dengan sedih.
"Gak gitu, sayang." Marga bingung sebenarnya bagaimana harus jujur mengatakan jika ia sudah lelah dan butuh istirahat kepada Hedia yang sedang semangat untuk berhubungan badan. "Lebih baik, jangan terlalu sering. Kasian vagina kamu, pasti udah lecet."
Hedia mendengus dan melepaskan tautan kelamin mereka. Tanpa berkata apapun, kakinya melangkah memasuki kamar mandi dan membersihkan diri. Karena itu Marga menghela napas frustasi dan berjalan menuju kamar mandi yang ternyata dikunci.
"Sayang, buka pintunya."
"Aku lagi mandi."
"Yaudah kita mandi bareng."
"Mas di kamar mandi bawah aja."
Marga menghela napas pelan. Hedia benar-benar marah kepada Marga. Untuk saat ini, Marga mengalah. Tidak ingin membuat Hedia semakin marah.
.
.
."Gimana kerjaan kamu? Kayanya ada kabar baik. Dari pulang keliatan bahagia banget," ujar Telma seraya menyiapkan buah potong di atas meja makan. Tidak lupa dengan wine dan gelasnya.
Sudah malam, Jay sudah tidur. Karena itu Johnson dan Telma berani minum alkohol di rumah.
"Aku menang tender bikin jalan tol."
Telma tersenyum cerah mendengar itu. "Serius? Wah, kamu keren banget sih, Jo."
Johnson mengangkat gelas yang sudah terisi wine. "Cheers," ujarnya dengan tangan mengarahkan gelas ke arah Telma.
Telma mengambil gelas dan menyentuh gelas di tangannya ke gelas Johnson hingga gelas tersebut berdenting.
"Jay gimana sama sekolahnya?"
Pertanyaan tersebut berhasil membuat Telma sadar jika ini waktu yang tepat untuk berbicara tentang Jay.
"Kata gurunya dia masih sama pinternya, tapi belakangan ini dia gak seaktif dulu. Gitu sih laporannya," ujar Telma sebagai pembuka.
Johnson menaikan sebelah alisnya sebagai tanda untuk Telma melanjutkan cerita tentang Jay.
"Jay kangen kamu, Jo," lanjut Telma yang kemudian mengatur napasnya. Entah kenapa, tiba-tiba saja Telma merasa sedih dan marah sekaligus. "Jay juga perlu perhatian kamu. Kaya dulu. Kamu dulu selalu nyempetin punya waktu sama Jay lho. Kenapa sekarang gak bisa?"
"Kamu tau kalau aku sibuk, Telma."
"Dulu pun kamu sibuk, Jo. Tapi setiap minggu kamu selalu nyempatin diri untuk pergi ke kolam renang sama Jay. Semenjak ada kolam renang di belakang rumah, kamu jadi jarang punya waktu sama Jay."
"Sebagai ganti waktu, aku menyediakan fasilitas terbaik untuk Jay. Dan seharusnya kamu paham."
"Dan seharusnya kamu juga paham kalau Jay butuh kamu," balas Telma dengan cepat. "Kamu gak kerja Sabtu dan Minggu gak bikin kamu mati, Jo."
"Jaga omongan kamu, Telma."
Air mata menumpuk di kantung mata Telma. "Ketika karir aku mulai naik, aku hamil. Aku korbanin jabatan yang dikasih buat aku ke orang lain supaya aku gak sibuk. Ketika Jay udah mulai lancar jalan, aku relain pekerjaan aku demi bisa didik dan besarin dia di tangan aku. Aku udah korbanin banyak hal, termasuk ninggalin keluarga dan temen-temen aku. Kamu cuman korbanin Sabtu dan Minggu tanpa pekerjaan gak bisa, kah?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Komplek Rengganis [On Hold]
HumorSeason 2 dari Desperate Housewives Hanya sebuah cerita dari setiap keluarga di komplek Rengganis.