1. QnA

521 103 214
                                    

"Li, tolong siapin keperluan aku buat dua minggu ke depan, ya. Aku ada kerjaan ke Milan, terus lanjut ke Inggris."

Taliya menatap Julio yang sedang bermain dengan Ali. "Tumben nyampe dua minggu? Biasanya cuman seminggu."

"Gaji aku makin besar, ya kerjaan aku juga makin banyak. Apa yang mau kamu harapin?"

Taliya mendengus mendengar hal tersebut. "Biasa kali. Gak usah sensian. Nanya doang."

Julio menghembuskan napas kencang. "Ali udah boleh tidur, belum? Aku ada kerjaan yang harus diselesaiin. Kecuali kalau kamu mau berhenti kutekan dan main sama Ali."

"Bentar, satu jari lagi."

.
.
.

"Menurutmu, Harley Davidson yang ini, oke, gak?" Johnson menunjukkan majalah digital premium ke arah Telma. 

"Oh, jadi ini bapak-bapak sunmori?" Telma mengambil tablet komputer yang berada di tangan Johnson. 

Johnson mengangguk. Ia pun semakin mendekat ke arah Telma, memeluk sang istri. Dagunya bersandar nyaman pada pundak Telma. "Menurutmu, yang mana? Bang Yuta yang ini, Marga yang ini, Aji yang ini, Soekma yang ini, Mas Jordy yang ini, Mas Pratama yang ini."

Telma menatap aneh ke arah Johnson. "Terus kalau udah dipilih sama mereka semua, ngapain aku milih?"

"Masih ada yang ini, sayang." Johnson menggerakkan jarinya di atas layar tablet komputernya, menunjukkan laman lain majalah digitalnya. 

Telma segera mengembalikan laman majalah ke sebelumnya. "Aku suka yang ini."

"Itu punya Marga."

"Yah, sayang banget."

Johnson mengangguk pelan. "Iya, aku baca grupnya telat juga sih. Padahal aku pengen banget yang itu."

.
.
.

"Halo, Hedia." Telma memasuki rumah Hedia dan Marga siang hari itu.

"Di dapur, Mbak."

Telma berjalan santai ke dapur. "Tumben masak. Biasanya juga numpang ke Mbak Kanaya."

Hedia menatap datar ke arah Telma. "Padahal aku gak setiap hari numpang makan di rumah Mbak Kanaya."

"Masak apa, kamu?"

"Gak masak, cuman bikin salad. Mas Marga laper, tapi dua jam lagi mau ada operasi. Jadi aku nyiapin salad dan buah potong aja."

Telma menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Marga udah pilih motor buat sunmori?"

Hedia mengangguk. "Udah."

Telma kemudian menunjukkan ponselnya ke arah Hedia. "Menurutmu yang ini gimana? Johnson suka yang ini. Tapi aku rada ragu gitu."

"Oh, ini yang Mas Marga pilih. Tapi aku kurang suka. Motornya terlalu gede buat Mas Marga. Lebih cocok dipake sama Kak Johnson atau Pak Pratama." Hedia kemudian sibuk memasukkan salad ke dalam kotak bekal. 

"Cocok ya buat Johnson? Tapi katanya jangan sama kan motornya? Gak enak juga sama Marga karena kamu bilang Marga pilih itu. Pasti udah dibeli juga kan? Aku bingung banget nih motor yang mana buat Johnson. Padahal Johnson suka banget motor yang ini, cuman Marga udah beli yang ini."

Hedia menatap prihatin ke arah Telma. "Atau gak, Mbak, nanti di rumah sakit aku obrolin sama Mas Marga buat ganti motornya. Aku juga agak khawatir kalau Mas Marga bawa motor itu nanti dia jatoh di lampu merah pas lagi nunggu lampu hijau."

Telma menatap sungkan ke arah Hedia. "Eh, jangan. Aku gak enak sama Marga."

"Gak apa-apa, Mbak. Jangan sungkan. Nanti aku kasih ke pengertian ke Mas Marga." Hedia tersenyum manis ke arah Telma.

Komplek Rengganis  [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang