Pa Sumitri

934 109 89
                                    

"Hari ini aku seneng banget. Bukan karena aku pindah ke rumah baru, tapi tuh aku dapet tetangga yang super duper seru!" Cecilia berbicara kepada kamera yang diletakkan di atas meja makan di dapur. 

"Emang rumah yang aku tempatin sekarang gak sebesar rumah aku yang dulu. Tapi aku gak nyesel sama sekali. Soalnya tetangganya pada baik semua. Terus ada satu tetangga yang punya cucu umurnya 5 tahun lebih muda dari aku, terus dia bilang untuk panggil Nini aja. Terus aku seneng banget, berasa punya nenek, ...

"Lingkungan kaya gini kayanya gak pernah aku dapetin di manapun deh. Sumpah, baru sehari kenal, dan mereka udah seseru itu. Oh iya, ternyata pemilik rumah aku dulu tuh jual rumah ini karena dia mau nikah sama tetangganya. Terus aku mengajukan diri untuk jadi bagian dokumentasi yang buat seru-seruan aja, bukan yang formal kaya dokumentasi nikahan pada umumnya, ...

"Sumpah, ya, aku excited banget untuk acara nikahan tetangga aku ini. Tapi maaf banget, nanti gak bakal aku up di YouTube, karena ini kan pernikahan tetangga aku, dan dia gak izinin untuk di-upload di YouTube, jadi aku menghargai privasi mereka, ...

"Kayanya bakal aku lanjut besok untuk proses pindahan rumah. Soalnya tadi pagi sampe detik aku buat vidio ini, aku di rumah tetangga aku dan ngobrol banyaaaak banget. Sumpah, mereka seseru itu kalau ngobrol. Bahkan tetangga aku ini sampe dijemput sama suami mereka untuk pulang. Saking serunya obrolan tadi, ...

"Oke deh, sampai ketemu besok, ya. Karena aku mau istirahat dulu, mau nyiapin Aji makan malem juga udah gitu. See you, guys!"

Cecilia mematikan kameranya dan menghela napas pelan. Ia pun berjalan menuju sofa dimana Aji sedang bersantai menonton televisi. 

Sebelum duduk di sebelah sang suami, Cecilia meletakkan kameranya di meja rendah di hadapannya. Tangannya merangkul manja lengan suaminya. 

"Mau makan apa?"

Aji menatap sekilas ke arah Cecilia sebelum kembali menatap televisi. "Aku udah pesen makanan, takut kamu kecapean hari ini."

Cecilia berdecak kesal. "Kamu kan makannya pemilih. Maunya makan masakan aku aja udah gitu. Padahal bisa minta tolong Bibi buat beliin dan nyiapin bahan, aku tinggal masak. Gak bakal capek."

"Gak usah ngambek. Aku belinya di restoran langganan keluarga kok. Pasti bakal dimakan."

"Awas kalau gak habis."

Aji terkekeh dan mengusak puncak kepala Cecilia dengan tangannya yang lain. "Iya, sayang. Jadi, gimana tetangga kita? Aku denger-denger kayanya mereka seru."

Cecilia tersenyum cerah dan mengangguk semangat. Ia pun mulai bercerita tentang tetangganya kepada sang suami.

.
.
.

"Wah, gila sih, Li."

Taliya menjentikkan jarinya. "Iya, kan, Li. Maksud aku, kalau pun emang si Cecilia influencer, aku ragu aja dia bisa beli rumah cash di sini."

"Untung Telma urat malunya udah putus. Atau gak kamu pasti masih penasaran sampe sekarang."

"Bener sih."

"Nanti aku ngobrol deh sama suaminya. Siapa tau kenal Ayah."

"Oh iya, bener. Perusahaan Ayah juga kerjasama sama perusahaan e-commerce itu kan?"

Julio mengangguk singkat. "Aku makan dulu boleh gak, Li? Kamu dari tadi ngajak aku ngomong, aku gak bisa makan."

Taliya tersenyum tanpa merasa bersalah. Lupa jika Julio itu anti berbicara saat makan. "Selamat makan, Li."

"Kamu juga makan yang banyak. Biar aku juga bisa dapet susu madu."

"Aku tonjok ya muka kamu."

.
.
.

Komplek Rengganis  [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang