Maaf

514 108 51
                                    

"Mas, aku harus masak sarapan," ujar Hedia yang justru mendapatkan pelukan semakin erat dari Marga, menolak untuk jauh dari sang istri. 

"Jangan tinggalin aku."

Hedia merasa bersalah kepada Marga. Tidak pernah terpikirkan oleh Hedia jika Marga akan sampai seperti ini. Hedia sangat sadar jika tindakannya untuk menyadarkan Cecilia malam itu sudah menimbulkan ketakutan besar untuk Marga. Hedia bersalah, ia mengakui itu. 

"Kalau mau pipis, boleh?"

Marga melepaskan pelukan dengan Hedia dan bangun dari tidurnya. Ia kemudian mengumpulkan kesadarannya untuk sesaat sebelum berdiri dari kasur. Tangannya terulur ke arah Hedia. "Ayo, Mas temenin."

Hedia pasrah. Membiarkan dirinya didampingi oleh sang suami saat buang air kecil dan cuci muka di dalam kamar mandi. Karena hal itu juga, Marga ikut membasuh wajahnya. 

"Kamu mau masak apa?" tanya Marga saat menuruni tangga bersama Hedia menuju dapur. 

"Mas mau makan apa?"

"Chicken cordon bleu  aja. Pake mashed potato  dan rebus brokoli."

"Oke," jawab Hedia yang kemudian membuka kulkas untuk mengambil dada ayam yang beku.

Hedia kemudian memasukan dada ayam tersebut ke dalam microwave dan menyalakan mode defrosting. Seraya menunggu dada ayam mencair, Hedia memasuki ruang kecil di pojok dapur yang berisi bahan makanan, termasuk sayuran. Ia mengambil kentang untuk direbus. Sedangkan untuk brokoli tinggal mengambil dari kulkas dan direbus.

Ting!

Suara dentingan dari microwave  menandakan jika ayam sudah mencair dan siap diolah. Hedia membiarkan hal tersebut untuk sesaat karena ia sedang memasukan kentang ke dalam air yang sudah mulai berbuih. 

Hedia pun kemudian mengambil ayam dari dalam microwave  lalu mengambil pisau untuk membelah dada ayam tersebut agar menjadi lebar. 

"Kamu mau ngapain?" tanya Marga yang segera merebut pisau dari tangan Hedia. 

"Aku mau potong ayam," balas Hedia dengan mata menatap bingung ke arah Marga.

"Mas aja yang potong. Kasih tau aku gimana cara potongnya."

Hedia terkekeh, berusaha mencairkan ketegangan yang tiba-tiba saja muncul. "Aku bisa sendiri, Mas. Aku udah belajar banyak sama Mbak Kanaya, jadi aku udah temenan sama pisau," balasnya dengan jenaka. 

"Mas gak izinin kamu, Hedia."

Sepertinya, Hedia tahu maksud Marga yang melarangnya untuk memegang pisau. 

"Aku gak bakal ngapa-ngapain. Percaya sama aku."

"Mas gak bisa percaya sama kamu," balas Marga dengan cepat dan serius. 

"Mas, aku gak bakal sebego itu," lirih Hedia yang masih berusaha untuk tetap berbicara dengan jenaka.

"Gak bakal sebego itu?" Marga terkekeh singkat. "Terus semalem apa? Apa tindakan kamu semalem itu gak bego? Mikir gak kamu, kalau gak ada Mas Tama dan gak ada kasur Bisma di bawah nasib kamu bakal kaya gimana? Ada kamu mikir kaya gitu, Hedia?" Marga melempar asal pisau di tangannya agar menjauh dari mereka.

Hedia mengepalkan kedua tangannya, berusaha menahan diri agar tidak menangis. "Maaf, Mas."

"Kamu minta maaf pun, Mas masih belum bisa lupain tindakan bodoh kamu. Kamu gak ada mikirin aku, Hedia.  Aku takut kehilangan kamu, gak pernah ada di pikiran aku bakal ditinggalin kamu secepat itu. Masih banyak janji yang belum aku tepatin untuk kamu. Masih banyak cita-cita bareng kamu yang mau aku capai."

Komplek Rengganis  [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang