S E P U L U H

3.8K 130 8
                                    

"Ck."

Dhira menghempaskan pulpen ke atas meja belajar nya yang baru di kamar yang baru. Dhira tak bisa konsen mengerjakan tugas nya. Pikiran nya terus menayangkan kejadian beberapa jam yang lalu. Saat pria berstatus Majikan nya itu mencium bibir nya untuk waktu yang lama.

Dhira menghela napas panjang lalu membereskan buku-buku nya. Dia yakin walaupun di paksa ia takkan bisa menyelesaikan nya. Selain kepala nya sedang tak fokus, tangan nya juga belum pulih seutuhnya. Ia masih sedikit bergetar akibat menahan lima buku selama tiga jam penuh.

Dhira akhirnya memilih keluar. Jam sudah menunjukkan jam tiga pagi tapi tak menunjukkan tanda ia ingin tidur. Langkah kaki Dhira membawa nya ke kolam renang Mansion Daren. Menatap pantulan rembulan dari air nya yang tenang.

Dhira menarik napas, hidupnya lumayan berantakan. Tak ia mengira melamar pekerjaan di Mansion seorang anak tunggal kaya raya akan seribet ini.

Dhira diam, pandangan nya hanya ke aran pantulan bulan di air kolam renang di hadapan nya. Dia mulai mempertanyakan diri nya. Apakah dia benar-benar menyukai Daren, Majikan nya? Dan apakah pria itu juga merasakan yang sama?

Tapi Daren, mempunyai mantan kekasih yang sangat cantik. Melihat ketidakstabilan emosi nya karna di tinggal nikah, Dhira yakin perempuan itu punya pengaruh besar dalam hidupnya. Tidak mungkin pelayan seperti nya bisa sebanding dengan gadis itu.

Pikiran-pikiran buruk mulai menyerang kepala Dhira. Bagaimana jika apa yang dikatakan Diva dan Najla benar? Pria itu hanya ingin bermain dengan nya saja dan akan segera membuang nya ketika dia sudah bosan.

Pria kaya mana yang mau mencium pelayan nya? Apalagi Daren sangat menghina diri nya dan pekerjaan nya. Mengatakan nya gadis miskin berkali-kali dan mengatakan bahwa pelayan adalah pekerjaan rendahan.

Lalu jika Daren sudah bosan dengan nya, apa dia akan mengusir nya? Lalu Dhira akan tinggal dimana?

Crack.

Dhira spontan menoleh ke atas. Ke arah jendela lebih tepat nya. Jendela kamar pria yang sejak tadi ia pikirkan. Sudah pasti dia sedang menghancurkan barang-barang di kamar nya.

Melihat nya sebegitu kacau tanpa Dehya, apa Dhira bisa menggantikan nya? Ah, tentu saja tidak. Dhira hanya boneka penghibur.

Dhira pandangi jendela tersebut dan memperhatikan bayang-bayang Daren terlihat dari lampu kamar.

Tiba-tiba lampu dapur menyala membuat Dhira menajamkan pandangan nya dari lensa kacamata yang ia pakai sekarang. Lalu perlahan, berjalan untuk masuk melewati pintu transparan menuju dapur.

Dhira menghela napas lega saat melihat perempuan paruh baya yang ada di sana. Tengah membuah teh. Dhira melangkah masuk, "Ibu kenapa belum tidur?"

Bu Sri tersentak dan menoleh lalu tersenyum ketika melihat atensi Dhira di sana. "Tuan Daren kumat lagi. Biasanya saya selalu kasih teh hangat biar dia tenang."

Dhira mengangguk samar. Ternyata semua orang sudah tahu kebiasaan aneh majikan mereka.

"Ini."

Dhira menaikkan kedua alis nya heran melihat Bu Sri menyodorkan nampan dengan teh yang telah ia buat di atas nya.

"Pinggang ibu lagi sakit, ibu juga lagi ga enak badan, ga kuat kalo harus naik tangga. Dhira bisa tolong ibu? Antarkan ini ke kamar Tuan Daren?" pinta perempuan tersebut dengan suara lembut dan senyuman teduh nya.

Melihat tatapan hangat Bu Sri. Dhira tak sanggup menolak dan akhirnya menerima nampak tersebut dan mengangguk.

"Terimakasih ya." ucap Bu Sri yang hanya di tanggapi senyuman oleh Dhira.

MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang