DUA PULUH

3.1K 103 10
                                    

"Daren!" Dehya mengguncangkan lengan besar pria itu untuk menariknya kembali ke kenyataan. Saat Daren tersadar, Dehya menatapnya kesal. "Kamu dengerin aku ga sih?!"

Daren yang sejak tadi hanya melamun lebih tepatnya sedang memikirkan gadis yang melewati malam panas dengan nya tersadar lalu menarik napas panjang. "Aku bisa di bunuh Mark kalo dia lihat kamu di sini."

Daren hendak berdiri namun lagi-lagi lengan nya di tahan. Spontan Daren menatap sang empu nya, "Ndra ...," Dehya menatapnya memohon, "Mark tahu, aku cuman cinta sama kamu."

Daren merasakan tubuhnya menegang ketika mendengar kalimat itu. Dehya dapat merasakan ketegangan Daren dari lengan yang ia pegang dan ia merasa itu sebuah pertanda hijau. "Aku memang salah terima pernikahan itu karna aku harus selamatin perusahaan Papa. Seharusnya aku cerita sama kamu dari awal. Please, Ndra." Dehya menatap netra biru itu lekat-lekat, "I love you." Perlahan, ia mendekatkan wajahnya, "And i know you do as well."

Daren mengeraskan rahang nya. Seketika dada nya bergemuruh. Dia memang mencintai Dehya. Kalau tidak, tidak mungkin dia selalu menghancurkan kamarnya selama tiga bulan penuh untuk melampiaskan kesedihan nya.

Daren hanya diam saat deruan napas Dehya mulai terasa menerpa wajah nya dan itu membuat Dehya tersenyum kecil karna akhirnya, Daren mulai menerima nya kembali.

"Enam bulan, Ndra. Tunggu sama enam bulan," tanpa sadar Dehya sudah duduk di pangkuan nya dan tangan nya meraih rahang pria itu. "Aku bakalan pisah dengan Mark dan aku kembali ke kamu."

Dada Daren bergemuruh lebih keras. Hati nya berteriak kencang untuk menolaknya namun pikiran nya hanya berbisik, untuk mencoba nya, untuk membuktikan perasaan yang selama ini membuat nya gila.

Jika Daren luluh dengan Dehya, maka perasaan nya untuk Dhira hanya semata-mata obsesi dan nafsu, tidak lebih. Tapi jika tidak, maka ....,

Dehya tersenyum menatap netra biru Daren sebelum akhirnya meraih bibir pria itu, menghapus jarak yang ada.

Daren memejamkan mata nya yang lagi-lagi membuat Dehya kegirangan karna berpikir Daren masih menyukai sentuhan nya.

Ciuman Dehya berubah menjadi lumatan dan tangan nya yang tadi di rahang perlahan naik untuk mengacak-acak rambut Daren.

"Am i just a maid to you?"

Daren mengepalkan tangan nya kuat hingga memutih. Lagi-lagi suara itu. Suara yang selalu bisa menganggu dan mengancam kewarasan nya.

Daren berusah tidak memperdulikan suara yang bergema di telinga nya tadi dan membiarkan Dehya berusaha membuka kembali perasaan yang ia kubur dalam-dalam.

"Am i just a maid to you?"

Emosi Daren memuncak. Tanpa di perintah tangan nya menarik rambut panjang Dehya dan memimpin lumatan mereka. Tanpa sadar membuat gadis itu mendesah tertahan karna Daren melumatnya dengan kasar.

"Daren—Aahh."

"ARGH!"

Daren melepaskan lumatan nya dan mendorong tubuh Dehya untuk pergi dari hadapan nya membuat perempuan itu terbanting ke sofa yang ada di depan nya, sofa tempat ia duduk sebelum nya.

"Awh—Ndra!"

Daren berdiri dari duduknya dan berjalan mondar-mandir. Dia terlihat sangat kacau dengan satu tangan di pinggang dan satu lagi mengacak-acak rambutnya. Dia benci fakta bahwa Dhira masih bisa mengendalikan nya bahkan di saat diri nya tak ada di sini.

Daren mengusap wajahnya frustasi lalu kaki nya berhenti melangkah. Ingatan nya tentang malam tadi sangat membekas. Demi Tuhan, Daren bahkan rasa nya jatuh cinta berkali-kali setiap saat Dhira memanggil nama nya di sela desahan nya.

MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang