"Tuan Daren itu gampang marah, semenjak kematian Mama nya, dia jadi suka marah-marah ga jelas."
Dhira yang sedang melipat kemeja-kemeja si pemilik Mansion mengangguk-angguk kan kepala nya mendengarkan cerita tentang tuan baru nya itu. Baru satu jam dia bekerja menjadi pelayan, dia sudah sangat menyukai nya. Apalagi bu Sri yang menerima nya dengan baik. Dan mendengar cerita nya, mungkin dia sudah di sini dari lama.
"Tunangan nya juga nikah sama sahabat nya sendiri."
Dhira menaikkan kedua alis nya terkejut tanpa menghentikan kerjaan nya melipat tumpukan kemeja yang baru saja di berikan oleh pelayan lain yang bertugas mencuci.
Wanita berumur yang memakai pakaian yang sama itu menatap Dhira, "Iya, Tuan Daren depresi berat. Sempat gamau makan kalo ga saya paksa."
"Ibu deket ya, sama tuan Daren itu?" tanya Dhira berbasa-basi.
Bu Sri tersenyum, "Saya udah di sini dari Tuan Daren kecil. Dulu dia imut-imut banget, orang nya penyayang juga. Tapi semenjak beberapa kejadian itu, dia jadi berubah total. Ibu aja sampe takut liat nya."
Dhira mengangguk sambil ber-oh ria. Di sela-sela kegiatan nya, tak sengaja ia menemukan kemeja dengan name tag masih terkait di sana.
Darendra Monro.
"Kalo boleh tahu, Tuan Daren itu kerja nya apa ya, bu?" tanya Dhira penasaran sambil melipat kemeja abu-abu dengan name tag itu.
"Dia komisaris di perusahaan Ayah nya." Balas Bu Sri ringan.
"Oh, Ayah nya masih ada?" spontan Dhira.
"Ada," Bu Sri mengangguk sekali, "Tapi udah nikah lagi. Minggu lalu pernikahan nya yang ketiga."
Dhira hanya menghaming. Dari cerita yang dia dengar, pria itu arogan dan sensitif. Dia juga sangat tampan, Dhira sudah melihat pajangan-pajangan nya di dinding Mansion.
Yang Dhira tak mengerti adalah, Di Mansion sebesar ini, dia tinggal sendiri dan mempekerjakan banyak pelayan. Apa itu bukan pemborosan nama nya? Huft, dasar orang kaya. Di saat Dhira pusing memikirkan biaya hidup nya di rantauan kota, dia malah menghambur-hamburkan uang.
Tapi walaupun dia tampan layaknya artis Hollywood Henry Cavill. Dhira harus menghindari berurusan langsung dengan pria itu. Dia tak mau mendapatkan cacian atau hinaan atau lontaran amarah. Dia hanya ingin bekerja dan mendapatkan uang. Itu saja sudah cukup.
"Nah, ini semua kamu susun di kamar Tuan, ya. Di walk in keset."
Dhira tersenyum geli lalu mengangguk, "Iya, Bu."
Dhira menyatukan tumpukan lipatan yang di kerjakan Bu Sri dengan milik nya lalu pelan-pelan membawa nya keluar dari kamar kosong dan membawa nya ke kamar utama yang luas nya melebihi kos-kos-an Dhira.
Saat masuk, Dhira melepaskan sepatu nya lalu masuk ke Walk in Closet pria itu. Ada banyak pakaian-pakaian mewah juga Arloji, Dasi, bahkan kaos kaki bermerek seperti Christian Dior dan Gucci.
"Wah, ini kalo ku curi satu, dia juga ngga nyadar kali ya." gumam Dhira sambil meletakkan tumpukan kemeja di atas meja putih lalu menyusun nya dengan rapi.
Setelah selesai, Dhira keluar dari sana dan berhenti ketika melihat kasur tuan yang rapi dan luas. Jika di bandingkan dengan kasur kapuk nya di kos, ini bisa empat kali dari itu. Membayangkan dia bisa punya kasur seluas itu pasti menyenangkan untuk tidur ketika lelah dengan kuliah. Daripada kasur kapuk nya yang selalu bikin sakit badan.
Dhira lalu beranjak menuju pintu dan kembali memasang sepatu nya. Ketika dia menyusul Bu Sri, dia melihat beberapa pelayan berkumpul dengan wajah khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid
RomansaDhira laksa seorang mahasiswi yang bekerja paruh waktu demi menutupi kebutuhan hidup nya sebagai gadis perantauan dengan menjadi pelayan di rumah tuan takur yang pemarah dan kesepian