TIGA TIGA

1.7K 79 14
                                    

DHIRA 's

"Espresso nya."

Aku tersenyum pada pelayan yang meletakkan kopi pesananku ke atas meja lalu menoleh ke arah jendela kafe yang menampilkan suasana gerimis.

Aku memandangi orang-orang yang sedang berlarian menghindari rintikan air dari langit.

Lari.

Sudah dua minggu Daren dan aku tak bertemu. Baik jiwa dan batin ku merindukan Daren.

Pria itu tak terlihat di Apartemen. Daren melakukan apa yang aku minta untuk kembali tinggal di Mansion nya.

Walaupun Daren menurutiku, tapi itu tak lantas membuat ku senang. Memang nya apa yang pria itu pikirkan tentang hubungan kami? Apa dia benar-benar berpikir untuk kembali dengan Dehya atau melanjutkan hubungan nya dengan ku?

Aku mengecek tas ku, mencari sesuatu. Ketika berhasil, aku memandangi nya dari dalam tas. Akan banyak mengundang tatapan aneh dan heran jika aku menunjukkan testpack ini di tempat umum.

Ya, garis dua.

Aku yakin aku sudah meminum pil tapi Tuhan berkata lain. Aku tidak tahu harus apa. Sebagian dari diri ku senang, aku bisa memberikan apa yang Daren mau. Tapi sebagian yang lain mempertanyakan diri ku sendiri, apakah aku harus mengorbankan prinsip hidup ku demi seorang pria?

Dan kedua pemikiran itu berkecamuk membuat ku gelisah setengah mati.

Aku mengetahui ini dari tiga hari yang lalu. Tapi aku belum membuat keputusan untuk memberitahu Daren atau tidak kemudian aku berpikir untuk lebih baik memberitahu nya saat dia sudah membuat keputusan. Dengan begitu, aku tahu harus melakukan apa dengan anak ini.

Anak kami.

Bel pintu berbunyi membuatku langsung menyimpan kembali benda tersebut dan memasang senyum saat melihat atensi pria yang ku tunggu sejak tadi.

Dia duduk di hadapan ku seraya melepaskan mantel coklat nya. "Maaf aku terlambat, terlalu banyak rapat."

Aku tersenyum kecil, "Aku juga baru mesan."

Mark membalas senyuman ku lalu membuka menu tak lama ia memanggil pelayan dan memberikan pesanan nya. Tak butuh waktu lama untuk membuatnya menaruh perhatian pada ku.

"Bagaimana kuliah mu?"

Aku menaikkan kedua bahu ku menanggapi pertanyaan pertama nya. "Good. Tahun depan aku bisa lulus."

"That's great." Mark mundur sedikit saat pelayan nya meletakkan pesanan di atas meja. "Kamu sama ambis nya seperti Daren."

Aku terdiam. Sesuatu menghentikan aliran darah ku mendengar nama nya di sebut.

Mark yang tadi sedang mengaduk kopi nya ikut terdiam dan perlahan menatap ku. Mungkin dia bisa melihat wajah ku yang menegang.

"Maaf. Pasti kalian sedang renggang karna kejadian di pesta itu." Mark tersenyum canggung kemudian menunduk, "Maaf."

Aku menarik napas panjang. "Fine, aku juga ga ketemu dia dua minggu ini."

"Ra?" Mark mengangkat kepala nya dan menatap ku. "Serius?"

Aku melipat kedua tangan ku di depan dada, "You're the villain, Mark."

Mark tahu arah pembicaraan ku kemudian menarik napas dan bersandar di kursi nya. "I know."

"Kamu yang merebut Dehya dari Daren tapi kamu yang memukuli nya?" Aku menaikkan satu alis ku. "Kenapa kamu rebut Dehya?"

"Ra," Mark menatap ku intens, "Aku mengenal Dehya lebih dulu. Aku yang jatuh cinta dengan Dehya lebih dulu. Sebelum kenal Daren, Dehya dan aku sudah berjanji akan menikah. Bukan salah ku jika aku menagih janji itu."

MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang