TIGA LIMA

1.3K 71 8
                                    

"I love you,"

Daren menipiskan jarak hingga deruan napas nya menerpa Dehya dan rambutnya yang menutupi dahi. Mata Dehya berbinar menyambut kedatangan Daren. Yang dia pikir, dia berhasil merenggut pria nya.

Namun angan-angan itu semua berakhir saat Daren mendaratkan ciuman nya di kening perempuan itu. Mencium nya dengan lembut dan dalam. Membuat Dehya lupa bahwa bukan itu keinginan nya.

Cukup lama Daren mencium kening Dehya, seakan dia menyampaikan semua sisa rasa yang pernah ada melalui kontak fisik tersebut. Dehya pun bergeming, sama sekali tak berpindah tempat seakan menerima apapun makna yang tersirat dari balik couman Daren di kening nya.

Sampai akhirnya Daren menarik kembali tubuhnya, di situlah Dehya kembali ke kenyataan. Dimana dia sadar, bukan itu yang dia mau.

"Ndra ...,"

"I love you, Dehya, you know i always do." Daren meraih wajah Dehya dan menghelus nya lembut.

"Tapi Dhira ...," Daren diam, helusan nya di wajah Dehya pun ikut berhenti. Bahkan Dehya pun ikut dia, menunggu kelanjutan nya. "Dia berbeda."

"Aku pikir kamu yang terbaik untuk ku ternyata aku salah," Daren tersenyum kecil dari balik wajah kesedihan nya, "Dhira melengkapi ku, Dehya. Dia mengisi kekosongan yang ada di diri ku. Kamu marah saat aku terlalu sibuk bekerja tapi Dhira tidak, dia ikut senang saat aku mengkhawatirkan orang lain yang bekerja dengan ku. Dia mau mendengarkan ku, bahkan ketika dia tahu aku mencium mu dia mau mengerti aku."

"Dia ...," Daren kembali tersenyum, "Yang terbaik."

Daren menatap Dehya yang fokus menatapnya, menelisik lebih tepatnya. Dan Daren tak menghentikan itu, dia biarkan Dehya menemukan kejujuran dan kebenaran dari apa yang barusan ia ucapkan karna Daren tak akan pernah mau menutupi betapa besar cinta nya pada Dhira.

Dehya mengigit bibir bagian dalam nya, tatapan mata nya begitu dingin saat mendapatkan kejujuran dari netra kebiruan nya. "Tidak ada kesempatan untuk ku?"

Daren menggeleng samar sebagai jawaban.

"Sedikitpun, Ndra? Karna kamu tahu, walau itu hampir mustahil tapi jika itu masih ada walau sekecil apapun. Aku akan mengambil kesempatan itu." Suara Dehya mulai bergetar dan air mata mulai mengumpul di ujung mata nya membentuk danau kecil.

Daren tersenyum kecil lalu meraih kedua tangan Dehya dan mengenggam nya hangat. "Dhira menutup kesempatan mu, Dehya."

Detik itu juga tangis Dehya tumpah tanpa suara, dia menunduk, tak mau membiarkan Daren melihat wajah kekalahan nya.

Daren menarik napas panjang lalu menarik Dehya ke dalam kepelukan nya. Memeluknya erat untuk memberikan nya kehangatan yang ia butuhkan.

"Mark tahu cara memperlakukan mu lebih baik dari ku," Daren mengelus surai panjang Dehya, "Kamu hanya perlu membuka diri untuk dia."

Tanpa menghentikan isakan nya, Dehya membalas pelukan Daren, ia peluk tubuh besar itu erat-erat seakan tahu dia takkan mendapatkan pelukan ini lagi selama nya.

"I love you, Darendra."

Daren tersenyum kecil hendak membalas namun mata nya menangkap atensi lain. Kali ini berbeda, dia tahu yang datang adalah dua orang pria.

Daren melepaskan pelukan nya lalu mengusap jejak tangisan Dehya dengan lembut.

Mark dan Matt melihat hal itu. Berbagai macam skenario dengan liar terbayang di pikiran kedua nya, mewanti-wanti hal buruk yang akan datang.

Terlebih Mark, walaupun dia berusaha menutupi nya tapi tetap terlihat pancaran cemburu dari netra kecoklatan nya.

Daren kembali menatap Dehya, "Suami mu menjemput mu."

Dehya menghapus jejak air mata nya kemudian menarik napas panjang. Dia menatap Daren lama kemudian berjinjit mencium pipi Daren sebelum akhirnya berbalik dan menghampiri Mark yang tak mengerti apa-apa dan menjadi alasan dia diam walau terbakar cemburu.

Dehya meraih lengan Mark dan memeluknya, "Let's go."

Mark menatap Dehya, seakan seperti mencari namun tak menemukan apa-apa lantas membuat Mark kembali menatap Daren.

Daren hanya menaikkan dagu nya seakan-akan berkata, "She's yours."

Mark masih keheranan namun pelukan Dehya mengerat mengalihkan perhatian nya. Lantas, tanpa bersuara sedikit pun Mark dan Dehya melangkah pergi. Meninggalkan Mansion Daren yang terlihat sangat suram.

Tatapan Daren kini beralih pada Matt yang masih berdiri di sana dengan kedua tangan di kantung celana nya.

Daren menarik napas panjang lalu berbalik menuju anak tangga yang akan membawa nya ke kamar nya.

"Good to know you can let go of your past."

Daren tak menggubris ucapan Matt yang mengikuti nya menaiki tangga.

Namun ketika Daren tahu Matt akan tetap mengikuti nya sampai ke kamar. Daren berbalik, "Fuck off, Matt."

"No." Matt langsung membalas dengan tegas. "Kau harus ikut dengan ku."

Daren mengerutkan kening nya. "Kenapa harus?"

Matt menghela napas dan membuang tatapan nya sejenak. "Kau tidak mau merasakan fase yang sama dua kali kan?"

"Maksudmu kau mau aku menikahi Dhira sekarang supaya kakek mu—"

B U G H !

Sebuah bogem mentah terlempar ke wajah tampan Daren dengan sangat sempurna mengenai rahang nya dengan keras.

Daren terdorong hingga jatuh ke lantai sedangkan Mark mengipaskan tangan nya ke udara lalu kembali menyimpan nya di kantung celana seakan itu tak berarti apa-apa bagi nya.

Matt memandangi Daren yang meringis di lantai. "Aku sudah lama ingin menghajar mu sejak kau tidak pernah mendatangi Dhira."

Daren meringis sambil memegangi sudut bibirnya yang berdarah. "Dia yang meminta nya."

Matt tertawa hambar. "You're not that gentleman."

"You—"

"SHE'S WITH YOUR CHILD, MOENRO."

Daren merasakan dunia nya berhenti seketika. Otaknya terlalu sulit mencerna satu per satu kata yang keluar dari mulut Matt hingga membuatnya seperti orang bodoh yang menatap teman nya dengan bingung.

"Dan dia sedang di rumah sakit akibat kebodohan mu."

"Apa?"

Matt berdecih pelan, "Cuman itu yang katakan? Serius, Daren?"

Daren langsung bangkit. Sakit akibat pukulan Matt seakan menghilang begitu saja ketika otaknya berhasil menangkap arti kalimat ucapan tadi. Mata nya membola seakan bisa keluar dari tempat nya.

Daren menarik kerah Matt, nafasnya tersenggal-senggal. "Where's Dhira?"

Matt menaikkan satu alisnya.

"WHERE' THE FUCK DHIRA IS?!"

Matt menarik napas panjang. "Follow me."

MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang