DUA LIMA

2.7K 111 12
                                    

DHIRA ' s

Aku buru-buru keluar dari Restoran melalui pintu belakang dengan napas tersenggal. Waktu benar-benar membunuh ku dengan berputar sangat lama. Aku hanya ingin pulang ke Apartemen Diva lalu menutup pintu nya rapat-rapat agar tidak ada satupun monster yang bisa menerkam ku.

Namun saat baru beberapa langkah kaki ku langsung berhenti begitu mata ku menangkap atensi seorang pria menggunakan kemeja putih yang terlihat pas di tubuh nya berdiri di dekat mobil nya sambil tersenyum.

Dia maju satu langkah dan spontan otak ku memberi sinyal untuk mundur selangkah.

Dia menyadari nya saat senyum nya menghilang dari wajah nya. Dia menyadari tatapan ku yang tak bersahabat ke arah nya.

Tangan ku terkepal kuat, entah darimana emosi tiba-tiba menguasai tubuh ku. Ucapan demi ucapan yang keluar dari orang-orang ku temui hari ini berputar di telinga ku bagai radio rusak.

Aku melihatnya menarik napas panjang sambil memasukkan kedua tangan nya ke kantung celana nya.

"Saya ngga tahu apa yang menganggu mu sekarang tapi yang jelas," dia menatapku tegas, "Ini ga akan berakhir baik kalau kamu mau menyelesaikan nya di sini."

Aku perlahan menarik napas panjang bersamaan kepalan tangan ku yang melonggar. Lalu kembali menatapnya, "Aku mau pulang."

"Saya antar." jawab nya cepat.

"Ga perlu." aku langsung berjalan ke arah luar gang namun pria itu mendekati ku dengan langkah lebar dari kaki nya.

"Hei," Aku merasakan tangan nya menahan lengan ku dan memaksa ku untuk menatapnya, "Berapa kali saya harus bilang, berhenti menghindari saya."

Aku menggertakkan gigi ku menatap netra biru itu. Emosi ku kembali membuncah, dan setiap kali aku menemukan pancaran dari netra nya yang tak mau aku simpulkan secara sepihak, emosi ku semakin menjadi-jadi.

Aku dapat melihat dia mengerutkan kening nya melihat ku.

"Ra, what's wrong with you."

"Apa maksud dari kalimat mu semalam?"

Kerutan di kening nya semakin dalam setelah pertanyaan dari ku membuat menarik lengan ku dari tangan nya sambil tertawa renyah. Semua kegilaan ini membuat kewarasan ku terombang-ambing. Aku bahkan tidak tahu tertawa untuk apa.

"Maksudmu, tentang saya yang hanya menginginkan mu?"

"Kenapa tiba-tiba?" tanya ku langsung, sungguh, aku tidak mau membuang waktu lagi. "Kenapa mengatakan nya secara tiba-tiba?"

Aku dapat lihat kebingungan yang semakin menjadi-jadi dari netra kebiruan nya, mempertanyakan sikap ku namun demi Tuhan aku sedang di ambang kewarasan ku.

"Karna saya memang cuman menginginkan mu—"

"Karna tahu ternyata kita setara?"

Aku melihat kerutan di kening nya perlahan memudar seolah-olah menangkap arti dari keanehan dan kemarahan ku sekarang. Namun jauh di dalam sana, aku juga melihat perasaan terkejut dan rasa bersalah di waktu yang sama.

"Ra—"

"Sebelum itu, kamu bilang aku cuman perempuan entah darimana yang bisa nya cuman menguras harta laki-laki kaya 'kan? Semua opini mu tentang ku selalu yang terburuk," Aku tidak bisa menghentikan mulut ku, "Lalu tiba-tiba ketika kamu tahu aku ternyata—" Aku berhenti ketika ingin menyebutkan nya di hadapan nya. "Kamu mendatangi ku dan entah dorongan apa bilang kamu cuman mau aku?"

"Dhira—"

"Apa kamu tetep berbicara hal yang sama kalau ternyata aku cuman pelayan—"

"Yes!" Daren memotong kalimat ku, aku dapat melihat kesabaran nya terkikis. Dia mendekati ku namun entah kenapa tenaga ku seperti terbang di bawa angin hingga tak mampu mengangkat kaki sesenti pun. "Bahkan jika opini saya tentang mu dulu itu benar ada nya, saya rela memberikan semua uang yang saya punya demi bisa bersama mu!"

MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang