DUA DUA

2.6K 113 17
                                    

Dhira tertawa kecil mendengar lelucon yang di lemparkan oleh kakak tingkat nya di kampus. Namun tawa nya perlahan menghilang saat mendengar suara notifikasi di ponsel nya lantas Dhira menarik benda pipih tersebut untuk melihat siapa yang mengirim nya pesan.

"Lagi telponan sama senior mu?"

Dhira menarik napas panjang. Entah bagaimana pria itu bisa mendapatkan nomor nya.

"Jadi Ra, Najla ga suka pedes ya?"

Dhira mengabaikan pesan tersebut dan kembali menempelkan ponselnya ke telinga nya. "Engga, ada cabe sebiji aja langsung kepedesan. Ga tahan pedes tapi mulut nya pedes minta ampun."

Terdengar kekehan geli dari sebrang sana, "Oke, noted. Yaudah Ra, makasih ya. Kakak tutup telpon nya, istirahat gih."

"Okay Kak." ucap Dhira sebelum telpon nya terputus.

Lantas Dhira kembali memandangi layar ponselnya dan notif pria tersebut masih ada di sana. Tiba-tiba muncul ide iseng Dhira untuk mengerjai nya. Maka Dhira menekan pesan nya dan mengetikkan beberapa kalimat untuk membalas nya.

"Kenapa? Kangen?"

Dhira merasakan jantung nya berdebar saat melihat pesan nya langsung berwarna biru dan titik-titik di ruang chat pria itu muncul tanda dia sedang mengetikkan balasan.

"So much."

Dhira tak bisa menahan senyum nya membaca balasan pesan dari nya. Pria itu seperti anak ABG yang sedang kasmaran dan lupa fakta dia akan mencapai kepala empat tahun depan.

"Ra!"

Dhira tersentak saat pemilik Apartemen yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat nya, Diva, berteriak memanggil nama nya. Lantas Dhira bangkit dari tidurnya dan berjalan keluar dari kamar nya.

Saat keluar Dhira menemukan Diva yang berdiri membelakangi nya dan seorang pria tinggi memakai Leather Jacket nya menghadap ke arah nya.

Dhira menarik napas lalu berjalan mendekat, "Ada apa?"

Diva menatap tajam ke arah orang yang berdiri di hadapan nya, "Nih, MANTAN lo ini mau ketemu kata nya."

Dhira mengulum bibirnya menahan geli mendengar suara Diva yang sengaja menekankan kata mantan di mulut nya. Walaupun Dhira sudah memaafkan semua perbuatan Liam pada nya tapi kedua sahabatnya itu ogah bahkan katanya tidak akan memaafkan nya sampai mati.

Dhira lantas meraih bahu Diva dan menyuruh nya untuk pergi. "Iya, Div, iya."

"Oke." Diva berjalan pergi namun berbalik sebentar tanpa menghentikan langkahnya, "Jangan lama-lama!"

Dhira menatap laki-laki di hadapan nya sambil terkekeh geli, masih tergelitik atas sikap teman nya. "Kenapa?"

Liam tersenyum kecil seraya menyodorkan beberapa kotak Pizza. Dhira mengerutkan kening nya heran namun tangan nya tetap menerima. Rezeki tidak boleh di tolak.

senyum Liam sedikit lebih lebar saat Dhira mau menerima nya. "Sebenarnya Pizza ini alibi gue aja. Gue kemari cuman mau ngasih tahu,"

Dhira kembali menatapnya.

"Beberapa lagi kakak gue nikah. Artinya bos gue ke Indonesia dan," Liam menatap Dhira takut-takut, "Bos lo juga."

Dhira mematung di tempat. Ada serangan volt listrik yang membuat wajah Dhira pucat seketika. Liam mengulum bibirnya merasa bersalah saat menyadari perubahan air wajah gadis itu.

"Maaf," Liam meringis, "Gue kasih tahu lo tengah malam begini. Tapi lo harus tahu secepatnya."

Dhira menelan ludahnya kasar lalu menarik napas panjang seraya mengangguk dan tersenyum walau siapapun tahu itu senyum yang di paksakan.

MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang