SATU SEMBILAN

3.1K 129 15
                                    

Daren masuk ke dalam kamar nya dengan keadaan yang sangat kacau. Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, waktu yang sangat telat untuk pulang karna setelah berbicara dengan pemilik restoran itu. Dia pergi ke Bar bersama Matt untuk minum alkohol sampai habis.

Daren menutup pintu kamar nya namun tak ada niat nya untuk melangkah. Tangan kanan nya memegang Jas nya. Kemeja nya sudah terlihat acak-acakan.

Pikiran nya terus mengulang kalimat Pak Hendra, mantan Office Boy yang dia beri modal usaha untuk melanjutkan hidup yang lebih baik.

"Dhira itu orang nya telaten, gampang belajar juga, terus orang nya ramah, Pak. Baru seminggu tapi semua karyawan saya udah suka sama dia bahkan istri saya pun juga suka."

"Maaf sebelum nya. Dia pernah secara intens deketin bapak?"

"Dia sih perhatian ya, Pak. Jadi saya sering ngobrol sama dia tapi kalo maksud bapak deket dalam artian 'itu' ngga ada, Pak. Baik saya dan Dhira sama-sama menghargai istri saya. Kenapa ya, Pak?"

Daren menggertakkan gigi nya. Tangan nya terkepal kuat. Bahkan alkohol yang sudah lama tak ia sentuh pun tak membantu sama sekali. Kepalan itu semakin kuat hingga urat-urat nya muncul ke permukaan.

Teka-teki yang diciptakan Dhira untuk nya tak menemukan titik terang. Seakan sudah di rancang untuk tidak akan pernah bisa di pecahkan.

"Argh!"

***

"Masa ya, dia chattan sama ku. Tapi dia jalan sama cewek lain, coba! ....,"

Dhira melangkahkan kaki nya masuk ke dalam halaman Kampus mereka. Telinga nya memang mendengarkan celotehan teman nya ini namun pikiran nya melayang pada kejadian semalam.

Saat pria itu berdiri di hadapan nya untuk pertama kali setelah kejadian itu. Ketika mata mereka saling bertemu, Dhira merasakan darah nya berhenti mengalir walau sekuat tenaga ia menutupi nya tidak tahu apa ia berhasil atau tidak.

"Ra?" Diva menepuk pundak nya, "Lo dengerin gue ga sih?!"

Dhira tertarik ke kenyataan lalu menatap teman yang berjalan di samping nya, "Dengerin." Dhira merangkul bahu nya, "Ga heran kan kenapa mereka ga nikah-nikah?"

Diva menatap gadis itu lalu menatap ke depan dengan tatapan cemberut, "Iya sih ..."

Dhira terkekeh geli melihat nya, "Yaudahlah, masih banyak ikan di laut!"

Diva menatap Dhira yang juga menatap nya dengan senyuman merekah membuat nya juga ikut tersenyum lalu tanpa di ketahui alasan nya mereka tertawa.

"Oi, Ra!"

Tak hanya pemilik nama tapi gadis di sebelah nya juga ikut menolehkan kepala ke sumber suara dan menemukan seorang pria menaiki motor sports nya sedang melambaikan tangan nya dari halaman luar kampus.

Diva menatap laki-laki itu lalu mendekatkan kepala nya, "Lu bisa di penggal Najla kalo dia tahu ini."

Dhira menelan ludahnya kasar membayangkan betapa seram nya teman nya itu kalau tahu dia masih berhubungan baik dengan mantan nya. "Makanya jangan kasih tahu dia."

Diva spontan menatapnya dengan tatapan tajam, "Lo ngga balikan sama dia kan?!"

Dhira cengengesan, "Engga ...," ia diam sejenak. "Engga tahu—gue duluan, bye!"

Dhira langsung mengambil seribu langkah sebelum Diva melayangkan toyoran ke kepala nya dengan kuat hingga membuat gadis itu teriak kesal memanggil nama nya dan membuat semua orang yang ada di sana menatap aneh ke arah nya.

MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang