E M P A T

4.7K 180 14
                                    

Dhira meletakkan omelet terakhir di Kitchen Island. Itu adalah menu terakhir yang ia buat dari lima menu yang di minta pria itu. Ada Toucu Udang, Soup Sayur, Kerang Rebus, Ayam goreng dan Omelet.

Dari lima menu tersebut, tidak ada makanan yang enak di makan berbarengan. Apalagi Siti dan Dinda bilang bahwa tuan nya itu tidak suka sayur. Ketika melihat jam, itu sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Maka, Dhira simpulkan, Tuan nya itu sengaja agar bisa menahan nya lebih lama karena ia akan pulang larut sedangkan ia sedang menahan amarah nya.

Langkah kaki terdengar, Dhira menelan ludah nya kasar. Bahkan langkah kaki nya saja terdengar penuh amarah. Dhira menoleh, di sana ia menemukan pria yang memberi nya beasiswa menatap nya penuh intimidasi dengan air wajah yang menahan emosi sejak tadi.

Baju nya tak serapi tadi, hanya ada kemeja putih yang acak-acakan. Lengan dia lipat sampai siku, dua kancing atas terbuka dan bagian bawah nya sedikit kusut.

Dhira menyatukan kedua tangan nya sambil menunduk, bersiap menerima konsekuensi nya.

Dhira merasakan pria itu semakin mendekat hingga ia merasakan wangi mint nya. Pria itu melewati Kitchen Island, tempat dimana harusnya dia berada. Tapi dia malah mendekati nya hingga pinggang Dhira berbenturan dengan wastafel dapur dan kedua tangan pria itu berada di kedua sisi nya.

Sekarang, Dhira terjebak. Dia tak bisa kemana-mana. Mereka sangat dekat bahkan Dhira merasakan deruan napas nya yang terasa mengerikan. Apa yang akan pria ini lakukan?

"Saya sudah cukup menahan amarah saya seharian, Dhira." Suara Daren merendah di tengah kesunyian malam. Namun satu hal yang membuat Dhira terkejut, pria ini mengetahui nama nya.

"Kamu," Daren mengeraskan rahang nya, "Gadis yang tidak tahu apapun tentang saya berani berbicara seolah kamu ada di dalam hidup saya bertahun-tahun."

"Hidup kamu ada di tangan saya, Dhira. Beasiswa kamu bisa saja saya cabut dan kamu saya pecat. Dan saya akan pastikan kamu tidak akan mendapatkan pekerjaan di manapun sampai kamu mati kelaparan."

Dhira menelan ludahnya kasar di bawah sorot mata pria ini. Kali ini, otak waras Dhira bekerja. Buktinya, dia tak berani menatap pria itu. Memang seharusnya begitu dari awal.

"Tapi kamu,"

BUGH!

Daren memukul wastafel marmer nya dengan sangat kuat lalu kembali menatap gadis yang terus saja menunduk. Pukulan nya sangat kuat hingga piring-piring sertas gelas melompat kecil karna getaran nya.

"Gadis miskin seperti mu memang tidak punya malu."

Dhira mengulum bibirnya. Tidak, ia tidak sakit dengan kalimat itu. Namun entah kenapa, kalimat itu memberi nya keberanian. Oh tidak, otak waras Dhira menjerit karna ia kehilangan kontrol nya lagi.

Ya, Dhira kehilangan otak waras nya saat mendapatkan keberanian untuk mengangkat kepala nya menatap pria yang ada di hadapan nya. Saat mengangkat kepala nya, jarak mereka sangat dekat. Hidung mereka hampir bersentuhan.

Dhira melihat sorot mata yang penuh emosi menatap nya, mengurung nya di dalam kukuhan nya. Tapi sialnya, Dhira menyukai nya.

"Gosh, he's so handsome when he's mad."

"Silahkan pecat saya kalau anda berhasil mendapatkan pelayan yang bisa memasakkan anda makanan sesuai selera anda."

Najla benar, tingkat kepedean Dhira sudah sangat over dan seperti nya dia memang harus menemui Tante Diva yang Psikiater itu.

"Anda bisa marah, anda bisa pecat saya. Tapi fakta yang saya berikan tidak akan pernah berubah, Tuan. Bahkan ketika anda berhasil membuat saya mati kelaparan."

MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang