DUA ENAM

2.4K 99 13
                                    

"Ra,"

Dhira terbangun dan merasakan telapak tangan kasar Daren menyentuh kening nya kemudian beralih pada leher dan lengan nya.

"Ra, badan kamu panas."

Dhira merasakan sesuatu menyerang tubuh nya seperti memberitahu bahwa dia sedang terinfeksi sebuah virus yang menimbulkan rasa tidak nyaman.

Dhira melenguh pelan dan berbalik, disitu ia menemukan Daren yang sedang menatapnya penuh khawatir.

Dhira meraih kening nya sendiri untuk membuktikan ucapan pria itu benar. Dhira berdecak pelan saat sadar Daren sedang jujur. "Pasti karna semalam hujan-hujanan."

Dhira merasakan kasur berguncang sedikit. Pelaku nya adalah Daren yang langsung turun dari kasur sambil memasukkan kaos putih untuk menutupi tubuh atletis nya. "Stay there, biar saya buatin sarapan."

Dhira tersenyum, walaupun mata nya setengah terbuka tapi ia dapat melihat pria itu berjalan keluar dari kamar yang tidak terdapat pintu. "Emang nya Mas bisa masak?"

"Kamu ngeremehin saya?"

Cuman itu kalimat terakhir Daren sebelum akhirnya tubuh besar itu hilang menuruni tangga. Dhira kembali menidurkan kepala nya dan memejamkan mata nya sejenak. Benar, tubuhnya terasa tidak nyaman.

Dhira meraih ponselnya di atas nakas. Seketika mata nya membola melihat beberapa bubble pesan di layar kunci ponselnya. "Shit." Tanpa memperdulikan sakit yang sedang menyerang, ia langsung bangkit dari tidur nya dan duduk bersandar pada kepala kasur.

Ia langsung mencari nomor beratasnamakan Najla dan menekan tombol telpon. Dengan jantung yang berdegub kencang, ia menunggu jawaban.

"Ya, Ra?"

Dhira langsung merasakan hati nya mencelos saat mendengar suara parau teman nya. Dia yakin gadis itu pasti menangis semalaman.

"Naj, is it true?"

Terdengar helaan napas panjang dari sebrang sana. "Setidaknya lo dateng. Lo bakalan dateng kan?"

Dhira berdecak, "Iya dateng, buat bawa kabur lo."

Ada kekehan kecil terdengar membuat hati Dhira sedikit menghangat mengetahui teman nya masih punya humor yang baik.

Senyuman Dhira menghilang, "Mesti banget sama om Gavin?"

Ada keterdiaman yang panjang sebelum Dhira mendengar suara helaan napas panjang lagi. "Ya gitu lah resiko jadi anak pengusaha besar."

"Om Gavin itu Duda loh, Naj. Lo bisa nolak." ujar Dhira.

"Lo pikir orang tua gue peduli? Selagi dia ga punya istri, berarti dia bisa di beli." balas Najla dari sebrang sana.

Dhira mengulum bibirnya merasa sedih, "Are you okay?"

"Gue baik-baik aja. Mending lu datengin Diva."

Kening Dhira mengkerut, "Kenapa Diva?"

"Karna tahu om Ramzi mau warisin perusahaan nya ke Diva. Orang tua nya pada dateng minta jatah."

Dhira menyandarkan kepala nya ke headboard sedikit keras, seakan sengaja ingin memukul kepala nya. "Kalo udah begitu aja, baru dateng."

"Ya maka nya lo datengin dia, dia lagi butuh temen. Gausah peduliin soal gue. I'm okay."

"Ga ada yang okay di nikahin sama duda, Naj." Dhira menarik kepala nya saat melihat atensi Daren datang sambil membawa nampan berisi makanan dan segelas air putih.

MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang