Waypoint 9. Mengenal Lebih Jauh Dunia Perbudakan

5 3 0
                                    

"Sepi sekali," ucap Arthur yang merasa bosan.

Di ruang bawah tanah yang suram, Arthur terkurung dengan kedua tangan dan kaki dibelenggu. Dalam kondisi tak bisa melakukan apa-apa, tak heran jika ia mulai merasa jenuh.

"Perasaanku saja atau memang cuma ada aku di sini?"

Arthur mulai meracau mencari topik pembicaraan. Memiliki begitu banyak waktu luang membuatnya lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya.

"Hm...? Yah...memang cuma ada kita berdua di sini," sambar Freyya yang juga terlihat bosan. Dia memperhatikan kuku jarinya yang tidak pernah memanjang.

Terlepas dari gelar Arthur sebagai 'budak favorit', dia masih sesekali mendengar jeritan budak lain yang sedang disiksa. Tapi beberapa hari terakhir ini dia tidak mendengar satu pun suara. Bahkan semenjak dia kembali ke tempat ini dua minggu yang lalu, dia cuma beberapa kali dikunjungi oleh sang pelatih. Padahal dulu waktu awal-awal, dia selalu mengenyam pendidikan setiap harinya. Dia mulai berpikir apa jangan-jangan mereka sengaja meninggalkannya agar membusuk di sini.

"Ke mana perginya semua orang? Tempat ini kehabisan stok budak atau bagaimana?"

"Aku pikir tidak begitu. Mereka mungkin cuma dikurung di tempat lain."

"Tempat lain? Lalu kenapa aku masih ada di sini?"

"Itu karena kau masih nakal, makanya masih ada di sini."

"Maksudnya?"

Freyya menghela napas lelah. Dia sedang dalam suasana hati untuk tidak melakukan apa-apa. Memberi penjelasan terasa sangat merepotkan baginya. Tapi bagaimanapun juga, Freyya adalah informan Arthur, jadi melaporkan informasi yang ia dapat sudah menjadi tugasnya.

"Jadi orang yang baru menjadi budak akan menjalani yang namanya proses penanaman kesetiaan. Setelah mereka sadar dan menerima status mereka sebagai budak, serta kehilangan semangat untuk memberontak, mereka akan masuk fase berikutnya yaitu pelajaran tata krama. Setelah melewati semua itu, barulah budak siap dijual. Nah, kau itu masih ada di tahap pertama dan belum lulus, makanya masih ada di tempat ini."

Arthur mendengarkan penjelasan Freyya sambil setengah melongo. Dia tidak menyangka bahwa proses persiapan seorang budak akan sepanjang itu.

"Tapi kenapa kemarin aku dibawa keluar dan ditawarkan? Bukannya aku adalah budak yang belum siap dijual?"

"Tentunya budak siap jual akan ditampilkan dan ditawarkan lebih dulu. Tapi pelanggan yang memiliki pengetahuan mengenai hal ini biasanya akan meminta untuk ditunjukkan budak lain yang masih disimpan jika apa yang diperlihatkan masih belum bisa memuaskan mereka. Pada saat itu, penjual budak akan mengeluarkan produk mereka yang belum siap edar."

Arthur sedikit kesal dengan cara Freyya mengemas kata-katanya. Dia berkata seolah budak, yang merupakan makhluk hidup, tidak ada bedanya dengan barang dagangan. Walaupun pada kenyataannya memang begitu, tapi Arthur masih tidak bisa menerimanya.

"Apa semua budak seperti itu?"

"Umumnya sih begitu. Mereka akan dididik lebih dulu baru dijual. Walaupun tidak sampai ke tingkat bisa baca-tulis, setidaknya mereka akan dilatih bagaimana caranya bersikap."

Di dunia ini, tingkat melek huruf sangatlah rendah. Sebagai gambaran, dari seluruh populasi yang ada di dunia, tidak lebih dari lima puluh persen yang bisa membaca, dan hanya setengahnya lagi yang bisa menulis.

Hal ini disebabkan oleh kurangnya edukasi pada masyarakat. Anak-anak yang disekolahkan kebanyakan berasal dari keluarga yang mampu. Sedangkan keluarga yang kurang mampu memiliki pola pikir, "Daripada buang-buang waktu dan uang demi sesuatu yang tidak menghasilkan, lebih baik anak-anak ikut bekerja agar bisa menambah pendapatan". Pola pikir masyarakat strata bawah yang sempit inilah yang membuat pendidikan tampak seperti 'barang yang mewah'.

TAOSC #3 - Side Character the TreasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang