Waypoint 18. Panggilan Mendesak

3 3 0
                                    

Selama satu minggu masa tugasnya, Arthur telah mendampingi Nona Charlotte sebagai pengawal pribadinya. Tak hanya urusan pemerintah, Nona Charlotte rupanya juga memiliki bisnis pribadi yang bergerak di bidang kecantikan. Perusahan yang diberi nama Charm ini memproduksi produk-produk kecantikan seperti bedak, lipstik, eyeliner, hingga krim malam.

Dengan kedua tangan terisi penuh dengan kewajiban sebagai birokrat dan pengusaha, Nona Charlotte tidak memiliki banyak waktu luang. Satu-satunya waktu baginya untuk beristirahat adalah di akhir pekan, ketika tidak ada urusan mendesak.

Pada hari Minggu, Nona Charlotte sedang menikmati hari liburnya dengan duduk santai sambil ditemani secangkir teh dan beberapa manisan. Dia duduk di kursi taman dengan sebuah meja yang terhubung dengan payung di atasnya. Di samping Nona Charlotte berdiri seorang pelayan wanita yang siap melayani semua keinginannya.

Seraya menyesap earl grey tea dari cangkirnya, Nona Charlotte melihat ke arah tempat latihan. Di sana, para lelaki berotot saling beradu kekuatan sambil bertelanjang dada.

Awalnya mereka melakukan sparring satu lawan satu. Tapi entah sejak kapan semua itu berubah menjadi pertandingan untuk mengalahkan sang raja bertahan.

Sudah menjadi panggilan jiwa bagi seorang petarung untuk merasakan bagaimana rasanya bertarung melawan orang yang kuat. Arthur yang baru pertama kali mengikuti latihan di sana langsung menunjukkan kebolehannya.

Dia selalu mengalahkan semua lawannya dengan cepat dan dengan gerakan seefisien mungkin. Semua yang melihat cara ia bertarung menjadi tertantang untuk melawannya.

Mereka pun bergantian menantangnya duel. Awalnya Arthur hanya menggunakan senjata utamanya — pedang. Tapi karena terlalu "mudah", dia menaikkan tingkat kesulitan dengan mencoba berbagai senjata mengikuti lawannya. Dia tidak bermaksud meremehkan lawan tandingnya, tapi mengingat ini adalah latih tanding, dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk berlatih senjata lain.

Freyya pernah mengajarinya cara menggunakan tongkat, panah, dan senjata-senjata lain. Namun, teori tidaklah sama dengan praktek. Dia perlu merasakan dengan tubuhnya sendiri agar terbiasa dalam menggunakan suatu senjata.

Nona Charlotte yang menonton semua itu dari kejauhan tidak mengeluarkan komentar apapun. Satu-satunya suara yang dikeluarkannya adalah ketika dia menyeruput teh dari bibir cangkir.

Suasana santai itu terus berlangsung setidaknya sampai seorang pelayan pria datang dan memberikan sepucuk surat kepada Nona Charlotte. Setelah memberikan surat itu, si pelayan membungkuk lalu pergi begitu saja.

Nona Charlotte membolak-balik surat bersegel lilin itu kemudian meminta pelayan di dekatnya untuk membawakan pisau pemotong. Setelah merobek sisi atas amplop itu secara horizontal, Nona Charlotte mengeluarkan sepucuk surat dari dalamnya.

Bola matanya bergulir perlahan dari kiri ke kanan. Ekspresi santainya perlahan menghilang ketika kerutan muncul di dahinya. Segera setelah dia selesai membaca isi surat, Nona Charlotte berdiri sembari menggebrak meja.

Hal itu sempat membuat bahu pelayan di sampingnya melompat. Ketika tatapan mengerikan Nona Charlotte tiba-tiba tertuju padanya, dia tidak sengaja mengeluarkan suara pekikan dan nampan di tangannya terjatuh.

"Katakan pada mereka untuk menyiapkan kereta kuda segera!"

"Ba-Baik!"

Pelayan itu segera berlari untuk menjalankan amanat bendoro.

"Sebas! Sebas!"

Nona Charlotte meneriakkan nama pelayan setianya. Tapi karena rumah ini begitu luas, Sebas tidak selalu mendengar panggilan itu. Biasanya mereka, yang mendengar Nona Charlotte berteriak memanggil nama seseorang, akan menyampaikan ke orang yang ditemuinya kemudian terjadilah pesan berantai hingga sampai ke telinga orang yang dimaksud. Akan tetapi, hal itu tetap akan memerlukan waktu.

Arthur yang mendengar hal itu meminta pertandingan dengannya disudahi dan berinisiatif menghampiri Nona Charlotte. Meskipun hari ini dia libur, sama seperti majikannya, masa tugasnya sebagai pengawal pribadi Nona Charlotte minggu ini belum berakhir.

"Apakah Anda membutuhkan sesuatu, Nona?"

Nona Charlotte langsung memutar kepalanya pada orang yang berbicara. Karena Arthur baru saja berolahraga , tubuhnya mengkilat karena keringat. Mata Nona Charlotte bergerak dengan sendirinya melihat ke arah dada nan bidang tersebut.

Akan tetapi, Nona Charlotte segera kembali ke akal sehatnya dan mengusap ujung bibirnya yang basah.

"Pas sekali. Maaf Arthur, aku tahu seharusnya hari ini menjadi hari terakhirmu bertugas. Tapi bisakah aku meminta padamu untuk menjadi pengawal pribadiku sedikit lebih lama lagi?"

Arthur sedikit terkejut dengan permintaan Nona Charlotte. Arthur bertanya-tanya, dari semua orang, kenapa harus dia yang mendampingi Nona Charlotte? Namun, tidaklah bijak untuk menolak permintaan atasan.

"Saya tidak keberatan. Tapi apa yang sebenarnya terjadi?"

"Ada masalah, dan sekarang aku harus berangkat ke ibukota untuk menanganinya."

Nona Charlotte berusaha sebaik mungkin menjaga ketenangannya. Namun bisa dilihat dari gerak-gerik tubuhnya bahwa hatinya sedang menjerit panik.

"Saya mengerti. Izinkan saya untuk mengawal Anda ke ibukota."

"Terima kasih. Sekarang bersiap-siaplah untuk berangkat. Aku juga akan melakukan beberapa persiapan."

"Siap laksanakan!"

Arthur memberi hormat khas tentara Kerajaan Arcadia — yakni dengan memukul dada menggunakan tangan kanannya dalam posisi horizontal dan jari telunjuk ditekuk.

Alasan dia memberi hormat seperti ini adalah karena semua petugas keamanan di sini diajari hal ini. Meskipun status mereka tidak lebih dari satpam rumahan, namun karena ada kemungkinan mereka dimasukkan ke dalam pasukan militer, mereka diajari dasar-dasar kemiliteran yang salah satunya adalah cara memberi hormat.

Setelah Nona Charlotte pergi bersiap, Arthur juga pergi melakukan persiapannya. Walaupun tidak banyak yang bisa dipersiapkan, perjalanan ke Ibukota akan memakan waktu berhari-hari. Jadi dia menyiapkan beberapa set pakaian ganti untuk berjaga-jaga. Tak lupa ia juga menyiapkan pedang yang dipinjamkan padanya sebagai seorang petugas keamanan.

Begitu keringatnya kering, Arthur pergi mandi untuk menghilangkan bebauan dan debu yang ia dapat setelah berlatih. Begitu semuanya siap, Arthur pergi ke pintu depan dan menunggu kedatangan sang majikan.

Tidak lama kemudian, Nona Charlotte keluar diikuti oleh Sebas dan beberapa pelayan lainnya yang membawa barang bawaan Nona Charlotte. Selagi para bawahannya memuat barang bawaan ke dalam kereta, Nona Charlotte berpesan kepada pelayan setianya.

"Aku serahkan urusan rumah padamu."

"Anda bisa mempercayakannya kepada saya."

Mengangguk puas, Nona Charlotte beralih ke Arthur.

"Kudengar kamu ahli menggunakan sihir. Kalau begitu kamu pasti bisa mengaktifkan magic item ini, kan?"

Nona Charlotte mengeluarkan benda sihir dari dalam tas. Benda itu berbentuk seperti sebuah lentera dengan kristal sihir di dalamnya.

Arthur langsung tahu benda apa itu dalam sekali lihat. Benda sihir itu memiliki fungsi yang mirip seperti skill kamuflase milik Ayu. Mengaktifkannya akan membuat semua orang yang berada dalam radius tertentu di sekitarnya menjadi sulit dideteksi.

"Tidak ada masalah."

Arthur mengangguk, menjawab pertanyaan Nona Charlotte.

"Aku ingin kamu mengaktifkannya ketika kita sudah keluar dari kota. Kita sedang terburu-buru, dan membawa banyak orang untuk mengawal hanya akan memperlambat pergerakan kita. Meskipun jalan menuju ibukota relatif aman, kita tidak akan pernah tahu apa yang mungkin terjadi nanti. Lebih baik berhati-hati daripada menyesal."

Nona Charlotte menyerahkan benda di tangannya pada Arthur.

Setelah itu, mereka berdua naik ke dalam kereta. Kali ini, karena hanya ada mereka berdua, selain dari kehadiran pak kusir, Arthur duduk di dalam gerbong bersama Nona Charlotte. Mungkin karena alasan mobilitas, mereka menaiki kereta kuda yang lebih kecil dari yang biasanya Nona Charlotte gunakan.

Begitu semua persiapan selesai, roda kereta mulai berputar saat pak kusir memecut kuda-kudanya.

TAOSC #3 - Side Character the TreasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang