Waypoint 24. Alasan

2 2 0
                                    

Setelah keduanya tenang, Arthur mewawancarai Anne. Freyya, yang sudah selesai dengan 'urusannya', turut bergabung bersama mereka. Tak hanya para penjaga, Freyya juga telah mengurus para pekerja mansion lain, seperti para pelayan dan yang lainnya, dan meminta mereka untuk tetap tenang sampai semuanya berakhir. Tentu saja dengan metodenya, tidak ada seorang pun yang berani memberontak melawan perempuan satu ini.

"Anne, apa kau mengenalku?" tanya Arthur dengan lembut.

Menanggapi pertanyaan Arthur, Anne pun mengangguk sembari mengusap pelupuk matanya.

"Syukurlah," timpal Arthur menghela napas lega.

"Maaf, Anne. Aku tahu kamu baru saja sadarkan kembali, tapi aku ingin tahu apa yang terjadi padamu. Saat ini, aku sedang mencari petunjuk mengenai teman-teman kita yang lain, dan siapa tahu cerita darimu bisa memberiku semacam petunjuk."

Anne terdiam sejenak. Namun, kilas balik yang tidak menyenangkan segera menyerangnya. Anne pun langsung gemetaran seraya memeluk erat tubuhnya.

"Maaf! Apa mengingatnya terlalu berat bagimu? Kalau memang sesulit itu, kamu tidak perlu menjawabnya," tanya Arthur sembari memegangi pundak Anne.

Setelah menenangkan diri, Anne menggelengkan kepalanya atas kekhawatiran Arthur.

"Tidak apa. Cepat atau lambat, aku harus menghadapi rasa takut ini."

Anne mengambil satu napas panjang sebelum mulai bercerita.

"Setelah kita berpisah pada hari itu, kami kembali ke desa sesuai rencana. Namun, sesampainya di sana, kami melihat Kepala Desa bersama warga desa lainnya sedang berkumpul di alun-alun. Di hadapan mereka adalah tuan tanah beserta para pengikutnya. Pembicaraan sudah dimulai sebelum kami datang, jadi aku tidak tahu keseluruhan ceritanya. Tapi dari yang kutangkap, tuan tanah meminta upeti lebih karena kita terlambat membayar. Karena kita masih belum memiliki uang untuk diserahkan, tuan tanah murka kemudian menyuruh anak buahnya untuk membakar desa. Kekacauan pun terjadi. Mereka membunuh warga desa, menjarah harta benda, serta menangkap wanita, anak-anak, dan segala sesuatu yang bisa mereka jual."

Secara garis besar, apa yang diceritakan Anne sama seperti yang diceritakan kakeknya. Tapi, bagian pentingnya baru dimulai dari sini.

"Meskipun mereka membunuh banyak orang, tidak sedikit juga yang mereka tangkap. Intinya, selama memiliki nilai jual, mereka akan membawa semuanya, termasuk kami para manusia. Bang Dio juga sempat kehilangan tangan kanannya karena melawan, tapi kemudian dia disembuhkan setibanya di kota. Setelah itu, kami dibawa ke rumah perbudakan dan dipasangi kalung budak. Awalnya kita menjalani semua cobaan itu bersama-sama, namun satu per satu dari kami laku terjual dan semuanya pun menjalani kehidupannya sendiri-sendiri sebagai budak."

"Jadi begitu."

Dari dulu, Arthur tidak pernah pandai merangkai kata-kata. Jadi, dia selalu kebingungan ketika ada yang sedang bersedih di dekatnya.

"Apa kamu tahu keberadaan yang lain? Aku sudah mencoba mencari, tapi kamulah orang yang pertama kami temukan."

"Maaf saja kalau aku tidak bakat menjadi intel," celetuk Freyya yang tiba-tiba nimbrung. Wajahnya cemberut dengan kedua tangan bersedekap di depan dada, atau lebih tepatnya menyangga dadanya yang berat.

"Bukannya begitu. Aku tidak bermaksud menyalahkanmu dan tidak berhak melakukannya. Aku hanya ingin memastikan. Siapa tahu kita bisa mendapat petunjuk mengenai keberadaan teman-temanku yang lain."

"Hmph!"

Freyya membuang muka. Dia lantas berjalan menuju lubang pada tembok yang dibuat Arthur dan bersandar di samping reruntuhannya.

Anne hanya menatap kosong pertikaian antara Arthur dan Freyya sebelum diingatkan kembali oleh Arthur tentang pertanyaannya.

"Ah...! Waktu aku pertama kali datang ke tempat ini, aku sempat melihat Bang Dio, Aldo, dan juga Aldi. Tapi aku tidak pernah melihat mereka lagi setelahnya. Jadi, aku tidak yakin apakah mereka benar-benar ada di sini. Bisa jadi aku yang salah lihat, mengingat kondisi pikiranku yang kacau pada waktu itu."

Arthur coba mempertimbangkan kata-kata Anne. Dia juga sempat berkeliling mansion, namun tidak bertemu dengan wajah yang familier.

"Aku mengerti. Kita akan coba mencari mereka setelah ini. Selain itu, apa tidak ada yang dijual ke pemilik yang sama denganmu?"

Anne memalingkan muka. Dia tampak engan menjawab pertanyaan ini. Tapi Arthur, yang tidak peka, terus menatapnya dengan mata penasaran.

"Aku....dijual ke rumah bordil. Selama di sana, aku menghabiskan sebagian besar waktuku dengan berdiam diri di kamar menunggu datangnya pelanggan. Jadi, aku kurang tahu apakah ada yang dijual ke rumah pelacuran yang sama denganku."

Arthur terkesiap. Dia tidak mengantisipasi datangnya jawaban semacam ini. Ia pun jadi merasa bersalah karena telah menanyakan hal itu pada Anne.

"Tidak apa-apa. Aku berada di sana hanya selama beberapa bulan, kemudian berganti-ganti pemilik sampai akhirnya berakhir di sini," jawab Anne canggung ketika Arthur meminta maaf padanya.

Begitu sesi tanya jawab berakhir, Arthur membantu Anne berdiri lalu menghadap ke arah budak-budak yang meunggu di belakangnya. Dengan mantra yang sama, dia melepaskan mereka dari belenggu perbudakan.

"Maaf, aku akan pergi dan menyelamatkan lebih banyak budak. Bisakah kalian mengikat para penjaga di luar? Kau tidak membunuh mereka kan?"

Arthur mengubah orang yang diajaknya bicara pada akhir kalimatnya.

"Aku hanya membuat mereka pingsan. Tapi gak tau lagi kalau ada yang bablas," jawab Freyya jutek.

Arthur tidak berkomentar lebih lanjut mengenai suasana hati Freyya yang buruk. Daripada pusing memikirkan cara menghadapi perempuan yang lagi PMS, Arthur kembali membahas masalah pekerjaan.

"Jadi begitulah. Bisakah kuserahkan masalah ini pada kalian?"

"Aku mengerti. Serahkan saja pada kami."

Arthur mengangguk lalu mereka pun berpencar. Tuan Wendell, yang selama ini dilupakan, dibebaskan dan diseret Arthur keluar.

TAOSC #3 - Side Character the TreasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang