Mendengar ada yang datang, Arthur segera membuat Freyya menghilang. Menilai dari suara langkah kakinya, sepertinya ada lebih dari satu orang yang datang. Orang-orang itu berhenti ketika mereka tiba di depan sel yang mengurung Arthur.
Orang-orang itu di antaranya adalah Slave Master, pelatih budak, dan satu orang asing yang tak dikenal. Begitu pelatih budak membuka sel yang digembok, mereka bertiga masuk ke dalam.
Mengabaikan dua orang yang sudah muak dilihatnya, perhatian Arthur tertuju pada satu-satunya wanita di antara mereka.
Perempuan itu mengenakan pakaian yang tampak mahal. Dia mengenakan mantel berbulu yang menjuntai hingga menyentuh lantai di bawahnya. Selain garis v-neck rendah yang memamerkan sepasang payudaranya yang indah, belahan samping roknya pun sangat tinggi sehingga mempertontonkan kaki mulusnya nan jenjang.
Dia memakai make-up yang cukup tebal tapi tidak membuatnya kelihatan menor. Sebaliknya, dia terlihat menggoda dengan daya tarik seorang wanita dewasa. Dia juga mengenakan perhiasan — seperti kalung mutiara, gelang, dan anting-anting — yang melengkapi penampilan cetarnya.
Membuka kipas tangannya, dia menutupi mulutnya ketika berbicara.
"Jadi ini budak yang sulit ditundukkan katamu itu?"
"Ya. Saya malu mengakuinya, tapi kami belum bisa membuatnya patuh sejak kami mendapatkannya."
"Dan kapan tepatnya itu?"
"Lebih dari dua bulan yang lalu."
"Hm... Menarik."
Di balik kipas tangannya, perempuan itu menyeringai. Dia berjalan beberapa langkah lebih dekat ke arah budak yang menempel di dinding. Dengan saksama, dia mengamati tubuh pria di depannya.
Setiap inci dari tubuh Arthur tidak luput dari pengamatan wanita itu. Matanya bergerak dengan liar layaknya ular derik yang bergerak mengintai mangsanya. Bola matanya berhenti bergerak ketika tiba di suatu titik. Karena posisinya lebih tinggi, Arthur bisa melihatnya dengan jelas kalau perempuan itu sedang menjilat bibirnya di balik kipas lipatnya.
Arthur tidak tahu apa yang ada di pikirannya. Tapi apapun itu, dia merasa kalau itu bukanlah hal yang bagus.
Mengulurkan tangan, perempuan itu menyentuh dada Arthur. Dia mulai menggerakkan jemarinya di atas kulit Arthur dengan lembut. Menerima sentuhan dari lawan jenis di tempat yang tidak seharusnya disentuh oleh orang lain membuat Arthur merasa geli.
Seolah puas dengan hasil penilaiannya, wanita itu berbalik dan berkata, "Aku akan membelinya."
"Terima kasih atas pembeliannya*."
Mereka kemudian melepaskan borgol yang membelenggu Arthur dan pindah ke tempat yang lebih nyaman. Setelah mengurus pembayaran dan dokumen-dokumen yang perlu ditandatangani oleh kedua belah pihak, proses selanjutnya adalah pemindahtanganan kepemilikan budak.
Pelatih budak mengeluarkan alat seperti yang dia gunakan ketika menjadikan Arthur sebagai budak. Tapi bedanya, dia menggunakan dua tinta yang berbeda untuk ritual kali ini.
Tinta pertama yang ia gunakan ialah tinta hitam persis seperti yang pernah dia gunakan dulu. Ketika dia meneteskan tinta itu di dada Arthur, sigil yang familier muncul kembali. Kemudian dia berganti alat dan mencelupkan kuas ke dalam wadah berisi tinta bening. Entah terbuat dari apa, tapi tinta itu benar-benar jernih. Jadi meskipun kuas sudah dicelupkan, tidak terlihat ada cairan yang menempel.
Setelah menuliskan sesuatu dengan tinta bening, sigil itu bercahaya seolah terbakar. Pelatih budak lantas menengadahkan tangan kanannya dan meminta izin untuk menyayat ujung jari wanita yang akan menjadi pemilik berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAOSC #3 - Side Character the Treason
FantasyApa yang menimpa Desa Zaggan telah mengingatkan Arthur akan wasiat terakhir kakeknya. Setelah membantu pembangunan desa baru untuk para penyintas, Arthur pergi untuk menyelamatkan teman-temannya. Apakah dia akan menyelamatkan teman-temannya yang dic...