17

200 23 0
                                    

06.30 WIB
Kamis, 27 Mei 20XX

Hari ini, anak-anak kelas sebelas kompak tiba lebih awal. Murid-murid yang kemarin tak masuk, pun sudah datang hari ini. Semuanya berencana melanjutkan diskusi mereka mengenai kejadian kemarin.

"Jadi, kalian tak menemukan apa-apa kemarin?" tanya Gia menatap satu-persatu teman sekelasnya, dan berakhir pada Kenya yang duduk di kursi guru di depannya.

Kenya menggeleng singkat. Punggungnya disandarkan ke sandaran kursi. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Sepertinya akan sulit untuk menemukan Lusi. Karena tak ada satu pun petunjuk yang kita miliki."

Mendengar itu, tatapan Gia langsung berpindah pada Elisa yang tampak tenang duduk di kursinya. Gadis dengan kulit sepucat mayat itu bahkan tak sedikitpun bergeming. Jika bukan karena pergerakan dadanya yang naik turun, Gia mungkin akan mengira jika Elisa adalah patung manusia dengan wajah yang indah.

"Tapi, ada yang aneh tentang kasus ini." Raka yang duduk di meja di depan Kenya--meja guru--mulai menatap serius teman-teman sekelasnya. Dahi pemuda itu mulai nampak berkerut dengan tatapan yang sudah berubah tajam.

"Aneh bagaimana maksudmu?" Gia menyahuti dengan wajahnya yang tak kalah serius.

Tatapan Raka berpindah pada Gia. "Neneknya Lusi tidak memberikan laporan apapun mengenai hilangnya Lusi pada ayahku."

Kedua alis Nafita terangkat mendengar ucapan Raka. "Kau yakin ayahmu tak menerima laporan itu?" tanya Nafita memastikan.

Raka mengangguk mantap. Menjadi anak tunggal dari ayah yang seorang kepala desa, membuat Raka jadi sangat dekat dengan ayahnya itu. Ayah Raka bahkan sering mengajak Raka untuk terlibat langsung dalam membantu warga yang tengah kesulitan. Jadi, sudah pasti Raka akan tahu jika ada berita penting yang didapat ayahnya.

Kerutan di dahi Gia semakin menjadi. Kepalanya mulai menunduk. "Sepertinya neneknya Lusi menyembunyikan sesuatu," gumam Gia yang masih dapat didengar oleh teman-temannya.

Nafita yang sedang duduk di kursi Bayu, langsung menoleh pada Gia di sampingnya. "Menyembunyikan sesuatu?" beo gadis itu dengan raut penasaran.

Kenya dan Raka sontak saling melempar tatapan begitu mendengar ucapan Gia. Keduanya mulai ikut curiga, apalagi jika mengingat gelagat aneh neneknya Lusi kemarin. Sepertinya memang ada sesuatu yang tengah disembunyikan wanita tua itu.

"Tapi, menurut kalian, apakah hilangnya Lusi ada hubungannya dengan sosok yang sudah membunuh kakakku dan Fala?" Irma akhirnya ikut bersuara, membuat semua pandangan langsung tertuju padanya.

Elisa yang sedari tadi diam, bahkan ikut menoleh pada Irma yang duduk di sampingnya.

"Bagaimana jika sebenarnya Lusi juga korban dari makhluk itu?" tebak Nafita yang membuat teman-temannya langsung melotot padanya.

"Hey! Itu terlalu mengerikan!" seru Vin dengan wajahnya yang tampak pias.

"Kau benar-benar perempuan yang sadis, Naf!" Juan ikut menyahuti ucapan Nafita.

Sementara Derry, laki-laki itu hanya menggelengkan kepalanya dengan tatapan seolah tengah kecewa pada Nafita.

Nafita sontak saja langsung melayangkan pelototan pada tiga laki-laki itu. "Tidak bisakah kalian sedikit serius?!" Dia menatap galak Vin, Juan, dan Derry yang duduk di kursi dan meja yang berada di belakang Elisa dan Irma.

Irma yang tadi nampak khawatir, seketika langsung tertawa begitu melihat tingkah teman-temannya.

"Tunggu dulu!" seru Kenya tiba-tiba. Dia mulai menatap teman-temannya dengan raut serius. "Bagaimana jika yang dikatakan Nafita ada benarnya? Bagaimana jika Lusi-"

Desa RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang