14

206 21 0
                                    

12.03 WIB
Rabu, 26 Mei 20XX

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, sesuai rencana awal, anak-anak kelas sebelas pergi ke rumah Lusi untuk mencari petunjuk mengenai hilangnya gadis itu. Namun, mereka yang semula bersembilan, kini hanya bisa pergi bertujuh, karena Gia dan Bayu sudah izin pulang duluan saat istirahat tadi.

Kenya yang sempat melihat gelagat mencurigakan antara Elisa dan Gia, sepanjang perjalanan terus menatap Elisa yang berjalan di sampingnya. Dia hendak menanyakan prihal tadi, tapi mengingat ada teman-temannya yang lain, Kenya jadi ragu untuk melakukan itu. Namun, di sisi lain, Kenya sangat penasaran!

Itulah mengapa, sampai sekarang, gadis itu hanya bisa melayangkan tatapan penasarannya pada Elisa yang sedari tadi seolah mengabaikan keberadaannya. Gadis yang hanya setinggi hidung Kenya itu, bahkan tak sedikitpun melirik sekitar, pandangannya terus lurus menghadap depan.

"Omong-omong, Gia dan Bayu ada urusan apa, ya, sampai izin tiba-tiba begitu?" celetuk Irma yang membuat mata Kenya langsung berbinar.

Elisa yang mendengar itu hanya melirik sekilas Irma, lalu berpindah pada Kenya yang kini sudah menatapnya dengan senyum penuh arti. Tahu apa arti dari tatapan Kenya, Elisa akhirnya menghela napas berat, lantas membuang muka ke samping.

Melihat tindakan Elisa yang menghindarinya, Kenya langsung mencebikkan bibir. Dia kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa mengingat Elisa bukanlah seseorang yang bisa dia intimidasi apalagi dia paksa. Sebelas tahun berada di kelas yang sama dengan Elisa, Kenya jadi mengetahui sedikit tentang karakter teman sekelasnya itu. Seseorang yang selalu bersikap pasif dengan hawa kehadiran yang hampir tak disadari, tapi juga terlalu misterius untuk dianggap sebagai lawan yang lemah.

Kenya memang senang membuat orang lain tak berkutik di bawah kendalinya, menekan ego seseorang, dan berada di puncak kekuasaan yang dia ciptakan. Namun, untuk mencapai itu semua, ada beberapa hal yang Kenya perlukan, seperti mengetahui kelemahan, ketakutan terbesar, cara pendang terhadap berbagai hal, dan kondisi psikologis yang mereka miliki. Dan sejauh ini, hanya Elisa yang tak dapat Kenya prediksi.

"Daripada itu, bukankah seharusnya kita membuat rencana untuk mencari petunjuk saat di rumah Lusi nanti." Elisa menatap teman-temannya yang berjalan di depan.

Sebelah alis Kenya terangkat, dia menyeringai kecil mendengar usulan Elisa. "Aku akan mecari petunjuk di kamar Lusi!" Kenya berucap dengan nada yang terdengar sedikit arogan, lantas melirik pada teman-temannya yang lain dengan tatapan puas.

Tentu saja, membuat keputusan paling pertama, itu akan membuat Kenya terlihat seperti seseorang dengan status lebih tinggi. Apalagi dengan nada bicaranya yang terdengar arogan, itu akan semakin mempertegas statusnya. Dan Kenya menyukai itu.

Raka yang berjalan di barisan paling belakang, pun mulai menatap Elisa. "Kalau begitu, aku akan memeriksa halaman belakang," ujarnya yang kemudian menoleh pada Juan dan Derry yang berjalan di barisan paling depan. "Kalian berdua, tolong periksa ruang tamu dan halam depan, ya."

"Siap, bos!" sahut Derry dan Juan dengan suara kompak dan penuh semangat.

Nafita dan Irma yang berjalan di depan Elisa dan Kenya, kini mulai menengok ke belakang. "Bagaimana jika kita berdua memeriksa dapur mereka, El?" tanya Irma dengan senyum yang mengembang.

Elisa ikut tersenyum kecil mendengar itu. "Baiklah," balasnya dengan suara yang cukup pelan.

Nafita menatap teman-temannya yang sudah mengambil keputusan, lantas menatap Kenya sebelum akhirnya berkata, "Hei, bagaimana kalau kita mencari petunjuk bersama?" usulnya pada Kenya.

Tatapan Kenya ikut menoleh pada Nafita. Seringainya semakin lebar. "Aku lebih suka bekerja sendiri sebenarnya. Tapi, karena aku teman yang baik hati, aku akan menerima permintaanmu, Naf," ucapnya dengan mimik muka yang dipaksakan agar terlihat seperti seseorang yang penuh kasih.

Alis Nafita menekuk setelah mendengar ucapan Kenya, apalagi dengan raut Kenya yang tampak menyebalkan itu. Dia langsung menatap kesal Kenya. "Hey, itu buka permintaan! Aku sedang menawarkan, dan itupun agar kau tak kesepian, sialan!!" umpatnya dengan nada tinggi.

Bukannya tersinggung, Kenya justru tertawa geli melihat raut emosi Nafita. Temannya satu itu memang sangat emosian, itulah mengapa, Kenya sangat senang menggodanya. "Astaga, kau ini benar-benar tak bisa diajak bercanda, ya." Dia menatap geli Nafita. "Baiklah, baiklah, mari mencari petunjuk bersama."

Terlanjur kesal, Nafita akhirnya memilih untuk terus berjalan dengan pandangan lurus ke depan, tanpa berniat membalas ucapan Kenya.

Irma tertawa pelan melihat pertengkaran kecil teman-temannya itu. Raka hanya menggeleng singkat. Juan dan Derry sudah sibuk berbisik, lantas tertawa lepas setelah kompak melihat wajah kesal Nafita, membuat Nafita langsung melotot pada keduanya.

Sementara Elisa, gadis itu lebih memilih untuk tidak peduli. Tatapannya tampak sayu melihat hamparan sawah yang sudah berubah kuning. Tanaman padi yang mendominasi sawah-sawah itu. Puncaknya sudah tampak merunduk dengan burung-burung kecil yang berlalu lalang di atasnya. Itu adalah tanda jika musim panen hampir tiba, dan tanda jika tak lama lagi acara desa akan segera digelar.

Desa RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang