10.08 WIB
Jum'at, 28 Mei 20XXSuasana kelas yang semula terasa mencengkam, seketika kembali normal begitu Kenya membawa kakinya ke luar kelas. Semua sontak langsung menghela napas lega melihat itu.
Tentu saja, sudah hampir sepuluh menit jam istirahat berbunyi. Namun, kehadiran Kenya yang memasang wajah tak biasa dan aura yang mengintimidasi, membuat teman-teman sekelasnya jadi ngeri sendiri untuk menarik perhatian gadis itu. Jadi, itulah mengapa, semuanya kompak mematung agar tak mengusik Kenya yang sedang dalam kondisi tak biasa.
Irma yang duduk di samping Elisa, pun langsung menghela napas panjang selepas kepergian Kenya. Wajahnya tampak lega sekarang. Dia bahkan menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi, seolah baru saja melakukan hal yang amat berat.
Elisa yang melihat itu hanya tersenyum kecil. "Kau tak akan pergi ke kantin, Ir?" tanya Elisa yang juga sudah bersiap untuk membawa bekalnya ke hutan belakang.
Irma menoleh. Dia menyengir lebar. "Tentu saja aku akan pergi. Bisa-bisa mati kelaparan aku kalau tidak ke kantin," gurau Irma disusul tawa kecilnya.
"Ir, ayo ke kantin!" ajak Nafita yang kini sudah berdiri di samping bangku Irma. Di sebelah Nafita ada Advis yang tampak sibuk membaca sebuah buku bersampul merah.
Irama mengangguk singkat, dia bangkit dari duduknya. Sebelum benar-benar pergi, Irma menoleh sekilas pada Elisa. "Aku duluan, ya," ujar gadis itu yang kemudian kembali menatap Nafita. "Ayo!" ajaknya yang sudah lebih dulu mengambil langkah.
Advis yang mengekor Irma dan Nafita menoleh sekilas pada Elisa yang ternyata tengah menatapnya. Mendapat itu, Advis langsung mengusung senyum manisnya, membuat Elisa mau tak mau ikut tersenyum untuk membalas senyuman Advis.
Di sisi lain, Raka bersama tiga teman karibnya pun sudah bersiap untuk meninggalkan kelas. Namun, mereka yang biasanya selalu ramai, kali ini tampak hening tanpa ada yang berniat untuk memulai gurauan atau hanya sekadar pembicaraan kecil. Semuanya membisu dengan pikiran masing-masing.
Elisa yang masih berada di bangkunya tentu tak melewatkan pemandangan itu. Dia melihatnya, melihat perubahan yang mulai terjadi pada teman-temannya.
Setelah penampakan Raka dan kawan-kawan menghilang dibalik tembok, tatapan Elisa beralih pada Gia dan Bayu yang ternyata juga memperhatikan kepergian teman-teman sekelas mereka.
Menyadari tatapan dari Elisa, mata Gia ikut melirik Elisa. Dia terdiam sejenak, lantas kembali melanjutkan kegiatan melahap bekalnya tanpa berniat menyapa Elisa.
Elisa hanya menghela napas melihat tatapan Gia yang masih menyimpan dendam padanya. Namun, Elisa tak ingin ambil pusing. Daripada memikirkan Gia, dia lebih memilih untuk bersiap pergi ke tempat favoritnya.
Sebelum ikut menyusul pergi, Elisa terlebih dahulu mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Dia membawa buku tersebut bersama dengan bekal dan botol minum miliknya, membuat tangan Elisa jadi tampak penuh saat itu.
Beberapa langkah hampir mencapai tempat tujuan, gerakan kaki Elisa tiba-tiba berhenti. Matanya mengerjap bingung melihat penampakan sesosok gadis yang tengah duduk di tempat biasanya dia duduki.
Seolah menyadari kehadiran Elisa, gadis itu mulai menoleh. Dia tersenyum kecil melihat wajah bingung Elisa. "Kau tahu? Aku selalu bertanya-tanya kenapa kau sangat senang menyendiri di tempat menyeramkan seperti ini. Tapi, setelah merasakan sendiri, sekarang aku tahu jawabannya." Senyum kecil Kenya melebar. Wajahnya yang selalu dihiasi tatapan sinis dan senyum mengejek, kali ini tampak amat berbeda dengan adanya tatapan sayu di mata gadis itu.
Elisa ikut tersenyum, dia kembali melanjutkan langkahnya mendekati Kenya, lantas duduk di samping gadis itu. "Kau tak lapar?" tanya Elisa tanpa melihat Kenya. Dia mulai sibuk membuka bekalnya dan bersiap untuk makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Rembulan
Mystery / Thriller(Misteri - Fantasi - Psikologi) Bagi Elisa, ketenangan adalah yang utama. Selama tak mengganggu ketenangannya, Elisa tak akan mau peduli. Namun, sebuah kejadian aneh muncul di Desa Rembulan, desa tempat dimana Elisa dilahirkan dan dibesarkan. Dimul...