30

210 24 4
                                    

15.15 WIB
Sabtu, 28 Mei 20XX

"Nanti kalau libur, Elisa harus menginap di rumah Nenek lagi, ya!" ucap Rudiah yang kini tengah memeluk erat cucu kesayangannya itu.

"Iya, nanti kalau menginap, Kakek belikan jajanan yang banyak!" Dasen ikut menyahuti ucapan sang istri, mencoba menyogok cucunya itu agar mau menginap kembali di rumah mereka.

Elisa tertawa pelan mendengar perintah dan bujuk rayu dari kakek dan neneknya. Dia melepas pelukan sang nenek. "Iya-iya, nanti Elisa akan menginap lagi," balas gadis itu yang masih terkikik geli.

Gemas melihat Elisa yang tengah tertawa, tangan Rudiah pun iseng mencubit hidung mancung cucunya itu. Tatapannya berpindah pada Nana yang kini tengah berada di gendongan sang suami. "Nana juga, ya, nanti harus menginap lagi ke rumah Nenek!"

Nana yang baru bangun tidur hanya bisa mengangguk pelan. Mata bulatnya masih tampak sayu. Badan kecilnya terlihat lemas. Bibir mungilnya yang terkatup rapat kini mulai terbuka lebar, menguap, membuat orang-orang sontak langsung tertawa melihat tingkah lucu gadis kecil itu.

"Ya sudah, kalau begitu, kita pamit pulang ya, Bu, Pak," pamit Arisa pada kedua orang tuanya.

"Kita pulang ya, Pak, Bu." Elrik ikut berpamitan pada kedua mertuanya.

"Iya-iya, hati-hati, ya!" balas Dasen sambil menyerahkan Nana kepada Elrik.

"Nanti kalau sudah sampai rumah, telepon Ibu, ya!" perintah Rudiah pada anak dan menantunya.

"Iya, Bu," jawab Arisa patuh, lantas mulai berjalan meninggalkan pekarangan rumah, disusul Elisa dan terakhir suaminya.

_____*_____

16.35 WIB
Sabtu, 28 Mei 20XX

Sesaat setelah sampai di rumah mereka, Elisa yang sebelumnya sudah mengabari teman-temannya, langsung meminta izin pada orang tuanya untuk pergi bertemu dengan teman-temannya itu. Awalnya Arisa tak mengizinkan mengingat hari sudah mulai sore, tapi untunglah Elisa berhasil membujuknya.

Dan, di sinilah Elisa sekarang. Di sebuah jalan kecil dengan hutan bambu yang mengelilingi. Deru angin yang tak terlalu kencang menciptakan suara unik dari gesekan antar batang bambu. Itu suara yang menenangkan jika didengar saat siang hari, dan akan menakutkan jika di malam hari.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, El?" tuntut Gia tak sabaran. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Matanya menatap tajam Elisa.

Elisa menoleh sekilas pada Kenya yang sedari tadi hanya diam dengan tatapan kosong. Gadis itu berdiri di samping Gia. Ada Nafita dan Bayu yang juga ikut berkumpul di sana.

Tatapan Elisa kembali tertuju pada Gia. Raut wajahnya mulai terlihat serius. "Ini pembicaraan yang cukup penting. Karena sepertinya ... aku tahu cara menyelamatkan Kenya."

Semua sontak langsung menatap terkejut Elisa. Bahkan Kenya yang sedari tadi menundukkan kepala, kini sudah mengangkat wajahnya. Ada secercah harapan di mata gadis itu. Dan Elisa jelas dapat melihatnya.

"Kau tak sedang bercanda, kan?" Gia bertanya memastikan. "Karena jika kau melakukan itu, aku benar-benar akan-"

"Bagaimana caranya?" Kenya berujar cepat, memotong ucapan Gia.

Elisa melirik Kenya. Dia tersenyum tipis. "Akan aku jelaskan. Tapi sebelum itu, aku harus memastikan sesuatu terlebih dahulu." Ekspresi Elisa kembali serius.

Desa RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang