12

207 26 0
                                    

06.43 WIB
Rabu, 26 Mei 20XX

Suara jangkrik terdengar bersahutan mengiringi langkah pelan Kenya. Gadis itu tampak lesu melewati jalan kecil yang diapit hutan di kanan-kirinya. Tatapannya terlihat sayu. Helaan napas berkali-kali keluar dari bibir Kenya.

Cukup jauh berjalan seorang diri, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya, membuat Kenya langsung tersentak saat itu juga. Dia yang semula hendak marah, seketika langsung merubah raut wajahnya jadi cerah begitu melihat siapa yang baru saja menepuk pundaknya. "Raka?" Kenya menatap tak percaya pada orang di sampingnya.

"Yo, Key!" sapa Raka dengan nada ceria. "Wah, apa kau baru saja pindah rumah? Setahuku, rumahmu ada di sana." Raka menunjuk arah depan, tempat dimana rumah Kenya berada.

Kenya tersenyum tipis. "Tentu saja tidak. Aku menginap di rumah Nera semalam. Dia hendak pergi kota untuk mengunjungi saudaranya. Katanya sih akan lama, jadi aku menginap ke rumahnya sebelum dia pergi," jelas Kenya dengan nada yang sedikit lesu. Mengingat sekarang Nera adalah satu-satunya teman dekat yang dia miliki, tentu saja kepergian Nera akan membuat Kenya menjadi sangat kesepian.

Raka yang menyadari itu justru menampakkan tatapan geli. "Hey, apa aku baru saja melihat seorang Kenya tengah bersedih?" goda laki-laki itu dengan tangan yang dilipat di depan dada.

Bukannya kesal ataupun membalas, Kenya justru semakin menampakkan kesedihannya. Kepala gadis itu sedikit menunduk. "Apa aku tidak boleh bersedih, Rak?" Kenya berucap pelan.

Melihat respon Kenya, Raka seketika langsung berubah panik. Padahal dia berniat untuk memancing amarah Kenya agar gadis itu melupakan kesedihannya. Namun, kenapa Kenya justru jadi semakin sedih?

"A-aku tak bermaksud begitu. Sungguh!" Raka berujar cepat. "Maaf, Key. Kau pasti sangat sedih. Aku benar-benar keterlaluan."

Kenya yang tengah menunduk tiba-tiba langsung tertawa mendengar ucapan Raka barusan. Apalagi setelah melihat wajah bingung laki-laki itu, tawanya malah semakin menjadi. "Astaga, kau ini serius sekali, sih," ledek Kenya dengan wajahnya yang masih saja tampak geli.

Mendengar itu, Raka seketika langsung melotot. "Hey, harusnya-" Raka tiba-tiba menghentikan ucapannya. Dia terdiam sejenak sebelum akhirnya ikut tersenyum melihat teman sekelasnya yang sudah tak lagi bersedih. "Syukurlah jika kau sudah baikan." Dia memalingkan wajahnya ke depan.

Kenya ikut tersenyum, dan ikut menatap ke depan. "Terima kasih, Raka." Kenya berucap tulus masih dengan senyum di wajahnya.

Raka hanya mengedikkan bahu mendengar ucapan Kenya. "Memang itu tugasnya seorang teman, kan?" Raka menaikkan sebelah alisnya menatap Kenya.

Senyum Kenya mulai memudar mendengar kata 'teman' yang tadi Raka ucapkan. Dia ikut menoleh pada Raka yang tengah menatapnya, lantas memaksakan sebuah senyuman untuk 'teman'-nya itu. "Ya, kau benar!" Dia berucap dengan nada kesal, lantas menambah kecepatan langkahnya.

Raka yang melihat itu jadi dibuat bingung. Dia ikut menambah kecepatan jalannya untuk mengimbangi langkah Kenya. "Hey, Key, tunggu!"

____°____

6.48 WIB
Rabu, 26 Mei 20XX

Jari lentik Elisa membalik kertas kecoklatan dari buku yang tengah ia baca. Matanya tampak fokus melihat deret kata yang tertera pada buku di genggamannya. Suasana kelas sudah mulai ramai saat itu, tapi tak adanya Irma di sana membuat Elisa lebih memilih untuk menyibukkan diri dan mengabaikan sekitar. Hingga, seruan dari seseorang membuat fokus Elisa jadi teralihkan.

"Teman-teman!" Nafita berseru dengan wajah yang dipenuhi keringat. Napasnya ngos-ngosan, dengan raut yang tampak panik.

Semua langsung menoleh pada Nafita yang baru saja tiba di kelas. Tatapan-tatapan berbeda sudah tertuju pada gadis itu.

Desa RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang