25

170 24 1
                                    

19.14 WIB
Jum'at, 28 Mei 20XX

Elisa yang baru saja tiba di lapangan sedikit tercengang melihat acara desa yang dia kira sudah berada di tahap makan-makan, ternyata baru masuk ke sesi tarian muda-mudi.

Sungguh, Elisa sangat yakin jika dulu tarian ini akan dilakukan setelah tarian sambutan, yang itu artinya, jam tujuh malam tarian ini sudah berakhir, bukannya baru dimulai.

Namun, kenapa sekarang berbeda? Apa yang terjadi?

Di tengah kebingungan yang melanda, Elisa yang belum memikirkan rencana untuk kabur, tiba-tiba harus dikejutkan oleh kemunculan seorang laki-laki dengan tubuh yang tinggi menjulang, rambut yang hitam legam, dan sebuah kain berwarna merah yang melilit pinggangnya.

Laki-laki itu tersenyum manis menatap wajah bingung Elisa. "Hai!" sapanya dengan suara yang terdengar lembut.

Mata besar Elisa mengerjap beberapa kali. Dia terdiam sejenak sebelum mulai menoleh ke kanan dan kiri, hendak mencari alasan untuk menghindari laki-laki di depannya.

"El," panggil si laki-laki yang membuat Elisa sontak langsung kembali menatapnya. "Sepertinya kau masih tidak mengingatku, ya?"

Tatapan Elisa kini mulai berubah tajam. "Siapa kau?" ucapnya dengan suara pelan dan nada penuh waspada. Elisa yakin dia tak mengenal laki-laki itu. Jangankan kenal, bertemu pun tidak pernah.

Namun, bukannya menjawab pertanyaan Elisa, laki-laki itu justru mengulurkan sebelah tangannya ke depan Elisa. "Ayo menari bersamaku. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu di sela tarian kita."

Tatapan Elisa melirik sekilas tangan besar laki-laki di depannya, kemudian kembali pada wajah laki-laki itu. "Tidak, terima kasih. Kau tidak terlalu-"

"Siluman penjaga bukit kabut," ujar si laki-laki memotong ucapan Elisa. "Aku tahu banyak tentang mereka. Kau bisa menanyakan hal itu padaku."

Elisa yang sudah bersiap untuk pergi, seketika langsung menghadap kembali pada laki-laki tadi. Dia terdiam sejenak, lalu berkata, "Sebelumnya, biar kuberi tahu, jika aku tak terlalu pandai dalam menari. Kuharap kau tidak menyesali tindakanmu ini."

Senyum si laki-laki kian melebar. "Tidak akan pernah," ucapnya dengan nada bicara yang masih terdengar lembut di telinga Elisa.

Wajah Elisa mulai menunjukkan raut heran. "Sepertinya kau-"

"Rai." Laki-laki itu kembali memotong ucapan Elisa.

Sebelah alis Elisa terangkat. Apa laki-laki itu sedang mengenalkan dirinya? Namun, kenapa rasanya nama itu terdengar tak asing?

"Panggil aku Rai, El," pinta Rai masih dengan suara yang lembut dan senyum manis di wajahnya.

Elisa tak langsung menyahuti, dia terdiam beberapa saat, tampak tengah menimang. "Baiklah ..., Rai." Dia akhirnya berucap ragu-ragu.

Senyum manis Rai lagi-lagi melebar, disusul dengan gerakannya yang mulai menuntun Elisa untuk menari bersama, mengikuti irma musik yang mendominasi suasana sekitar.

"Kau jadi semakin cantik setelah perpisahan kita beberapa tahun yang lalu," puji Rai di sela tarian mereka. Tatapannya tak sedikitpun lepas dari wajah Elisa.

Desa RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang