13.35 WIB
Kamis, 27 Mei 20XXTangan pucat Elisa meletakkan mug gelas ke atas meja kayu setelah bibir mungil gadis itu selesai menyeruput coklat panas di dalam sana. Mata besarnya tampak menyipit membaca deret kata dari buku tua yang tengah dia pegang. Itu buku tua bersampul coklat yang beberapa hari lalu Elisa temukan terselip di bawah rak buku di perpustakaan sekolah.
Elisa tak yakin kenapa buku tersebut justru berada di bawah rak, alih-alih berjejer rapi bersama buku lainnya. Namun yang pasti, buku itu menyimpan banyak informasi tentang apa yang selama ini Elisa cari.
Semakin menyelami semua bait kata di dalam sana, semakin banyak pula kerutan di dahi mulus Elisa. Fokusnya pada buku itu kian menajam hingga mengabaikan seorang gadis kecil yang kini tengah berjalan mengendap-endap ke arahnya.
"Kakak!" seru Nana tanpa aba-aba yang membuat Elisa langsung tersentak.
Elisa buru-buru menutup buku yang tengah dia baca. Gadis itu melotot pada Nana yang tadi mengejutkannya. "Nana, kau ini usil sekali, sih!" omel Elisa dengan tampang galak.
Namun, bukannya takut, Nana justru tertawa kegirangan. Gadis kecil itu tampak senang setelah melihat kemarahan kakaknya.
Setelah puas tertawa, Nana mulai mendudukkan diri di kursi kosong yang bersebrangan dari kursi Elisa. Sebuah meja kayu bundar menjadi pembatas di antara keduanya. "Kakak sedang membaca apa?" tanya Nana dengan mata besarnya memancarkan binar keinginantahuan.
Elisa ikut melirik buku bersampul coklat di pelukannya, lantas kembali menoleh pada Nana dengan raut jahil. "Rahasia~" Dia bangkit dari duduknya, lantas berjalan menuju kamar.
"Kakak! Beri tahu Nana!" teriak Nana yang kini sudah menunjukkan tanda-tanda hendak merajuk. Gadis kecil itu mulai mengejar Elisa untuk mencari tahu buku yang tadi tengah kakaknya itu baca.
"Tidak mau!" Elisa menjulurkan lidah pada Nana sebelum menutup cepat pintu kamarnya.
"Kakak!" Nana kembali berteriak, kali ini semakin kencang. Tangan kecil gadis itu mulai memukul-mukuli pintu kamar, menciptakan suara gaduh yang membuat ibu mereka langsung memberi peringatan.
Kesal karena keinginannya yang tak terpenuhi, wajah lucu Nana seketika langsung berubah merah. Bibirnya melengkung dengan mata yang mulai berair. "Ibu!" rengek Nana yang langsung berlari ke arah dapur, hendak mengadukan tindakan sang kakak pada ibu mereka.
Elisa yang mendengar itu langsung berdecak sinis. Adiknya itu kadang-kadang memang sangat menyebalkan. Dia buru-buru menyembunyikan buku tadi ke tempat yang aman, sebelum bersiap untuk berpura-pura membaca buku catatan.
Tak lama setelah duduk di kursi belajarnya, suara ketukan pintu terdengar. Elisa yang tadi mengunci pintu kamarnya, kini buru-buru membukakan pintu untuk ibunya yang dia yakini sudah bertampang galak.
"Elisa, buka pintunya!" Suara Arisa terdengar mulai kesal. Wanita paruh baya itu sudah tampak siap untuk memarahi putri sulungnya.
Begitu pintu terbuka, hal pertama yang Elisa lakukan adalah memberikan tatapan tajam pada Nana.
Bukannya takut, Nana dengan mata yang masih berair justru semakin menantang. Dia mulai melotot dengan posisinya yang masih bersembunyi di belakang Arisa.
"Apa yang sudah kau lakukan hingga membuat adikmu menangis, Elisa?" tuntut Arisa meminta penjelasan. Kedua tangannya terlipat di depan dada.
Elisa beralih menatap ibunya, dia mulai memasang wajah cemberut. "Aku sedang belajar di teras depan, lalu Nana datang dan berusaha merebut buku-"
"Bohong!" pekik Nana yang sudah menunjukkan tanda-tanda hendak marah. "Kakak tidak-"
"Nana, ibu sedang bertanya pada kakak!" Arisa memberikan pelototannya pada Nana yang membuat gadis itu langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Rembulan
Mystery / Thriller(Misteri - Fantasi - Psikologi) Bagi Elisa, ketenangan adalah yang utama. Selama tak mengganggu ketenangannya, Elisa tak akan mau peduli. Namun, sebuah kejadian aneh muncul di Desa Rembulan, desa tempat dimana Elisa dilahirkan dan dibesarkan. Dimul...