20.19 WIB
Senin, 24 Mei 20XXSuara bebatuan terdengar bergesekan saat Elisa dan Nana melangkahkan kaki. Senter dari ponsel yang Elisa pegang menjadi satu-satunya cahaya penerang di jalanan gelap yang tengah mereka lewati. Keduanya kini sedang menuju warung salah satu penduduk desa, hendak membeli garam atas perintah ibu mereka.
Nana yang tadi tengah menonton televisi, melihat kakaknya hendak keluar, tentu tak akan melewatkan kesempatan untuk ikut pergi dengan kakaknya itu. Dia bahkan membawa Blaze dalam gendongannya.
Namun, baru setengah perjalanan, melihat suasana sepi dengan ilalang tinggi yang mendominasi kanan dan kiri, membuat wajah Nana langsung berubah pucat. "Kakak," panggil gadis kecil itu pelan. Genggamannya di tangan Elisa kian mengerat.
Elisa menoleh sekilas. "Ya?" Dia menyahut singkat.
"Itu suara apa?" Nana bersuara pelan, hampir berbisik.
Dahi Elisa semula berkerut halus. Dia diam sejenak, sebelum akhirnya menyadari suara yang dimaksud adiknya itu. "Suara jangkrik, Na," jawab Elisa tanpa ragu.
Krek!
Sebuah suara mengejutkan Elisa dan Nana. Tangan Elisa yang memegang senter, sontak langsung mengarah ke sumber suara. Matanya awas melihat apa yang ada di sana. Namun, tak ada apapun selain semak belukar yang setinggi dada Elisa.
Elisa menelan ludahnya, kemudian mengusung senyum manis sebelum menatap Nana yang kini tampak ketakutan. "Tak apa, paling hanya hewan lewat." Elisa mencoba menenangkan Nana.
Merasa tak puas dengan jawaban Elisa, Nana melepaskan genggaman tangan mereka, kemudian mengangkat kedua tangannya. "Gendong!" rengek Nana dengan suara cempreng.
Elisa tertawa pelan sebelum mengangkat tubuh kecil adiknya itu. "Penakut!" ejek Elisa dengan wajah geli.
"Memang!" balas Nana yang mulai menyembunyikan wajahnya di leher Elisa. Masih dengan Blaze di gendongannya.
Krek!
Suara itu kembali terdengar. Tangan Elisa kembali menyorot arah suara. Namun, lagi-lagi tak menemukan apapun di sana. Jantung Elisa mulai berdegup cepat. Rasanya hawa disekitar yang semula dingin, kini terasa semakin membeku. Dan entah sejak kapan, suara hewan malam yang selalu menemani tidurnya, sekarang mulai terdengar menyeramkan.
Hingga ....
"AAAAAAAAAA!!" teriakan nyaring seseorang mulai terdengar, mengambil alih mendominasi keadaan gelap sekitar.
Kaki Elisa mundur selangkah akibat terkejut dengan teriakan itu. Sebelah tangannya yang memegang senter, sontak langsung menutup telinga. Begitu pula dengan Nana yang di gendongan Elisa, sebelah tangannya yang bebas ikut menutup telinga.
"Hey, ada apa?" tanya orang yang baru saja datang. Suaranya terdengar panik. Itu Nafita dengan Advis di sampingnya.
"Astaga! Kupikir penguntit mesum. Ternyata itu kau!" Fala yang tadi berteriak, kini menatap kesal Elisa. "Ck, kenapa kau mengikutiku, hah?!"
Elisa menghela napa panjang begitu menyadari jika itu adalah teman sekelasnya. "Aku tidak mengikutimu," jawab Elisa dengan wajah tenang. Nana di gendongnya dia turunkan.
"Bohong!" Fala berteriak marah. "Jika bukan mengikutiku, lalu apa yang kau lakukan di sini?!"
Dahi Elisa mulai berkerut halus. Meski tengah marah, tapi Elisa dapat melihat binar ketakutan di mata Fala.
"Kakak tidak bohong!" bantah Nana dengan suara cempreng. "Kami di sini karena mau ke warung, tahu! Ibu menyuruh kami membeli garam. Kalau tidak percaya, ini buktinya!" Nana memperlihatkan uang dua ribuan di genggaman tangannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/240380229-288-k915959.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Rembulan
Mistério / Suspense(Misteri - Fantasi - Psikologi) Bagi Elisa, ketenangan adalah yang utama. Selama tak mengganggu ketenangannya, Elisa tak akan mau peduli. Namun, sebuah kejadian aneh muncul di Desa Rembulan, desa tempat dimana Elisa dilahirkan dan dibesarkan. Dimul...