13

7.6K 621 34
                                    

Happy Reading!

•••

Minggu ke-3 di Maluku.

Semuanya tak menjadi baik setelah kejadian dimana Sisi mengambil uang pak Kades dengan alasan ia butuh uang karena bekal yang ia punya tidak cukup banyak. Mereka menutup rapat-rapat kejadian ini dari kelompok KKN lain dan pak Kades berjanji tak akan mengungkapkan hal ini ke publik setelah uangnya yang di peruntukan dana desa di ganti oleh Jenggala.

Iya, Jenggala. Karena gadis itu menolak mengembalikan uang yang bukan haknya. Putia, seolah membuat tembok di antara Sisi terutama Jenggala, ia tidak benci hanya saja kejadian beberapa waktu lalu dimana pria itu membela Sisi jelas masih terasa apalagi Jenggala juga bertanggung jawab mengganti uang pak Kades segitu banyak dengan mudah.

Jenggala tak sadar jika sikapnya mengembalikan Putia pada masa-masa ia tidak ingin mengenal Jenggala lebih jauh. Dan kini, gadis itu tersenyum bercengkrama dengan pria yang memakai baju loreng yang membantu para warga mengangkut bahan baku bantuan dari pemerintah. Dan, setelah selesai Putia tak kunjung kembali pada kelompok KKN nya dan asik ngobrol.

”Oh, namanya Prisia.”

”Kalo adek tinggal dimana?”

”Di Antasari,” jawab Putia.

”Emang bapak tinggal dimana?”

”Eh, jangan bapak. Umur saya gak jauh beda loh dari kamu. Saya masih tinggal di Batalyon, di barak.”

Jenggala mendesis mendelikkan mata melihat keakraban gadis itu dengan pria asing. Bahkan, pria itu dengan berani mengambil daun kering yang tersangkut di rambut Putia tanpa permisi membuat gadis itu sempat kaget dan beranjak. ”saya permisi ya pak,”

”Eh, dek. Boleh minta nomornya—”

Sayang, Putia sudah berlari kecil menghampiri teman-temannya yang tengah istirahat sebelum melanjutkan kegiatan mereka hari ini. Ia sempat melirik Jenggala, baru saja Jenggala akan membuka mulut hendak bicara Putia lebih dulu menghampiri Ransi dan meminta es yang pria itu pegang.

”Lancar, put?” tanya Ransi.

”Apanya?” tanya Putia tak paham.

”Itu, si hallo dek. Mesem-mesem mulu dari tadi,”

Ladit orang yang jarang tertawa lepas kini sampai mengusap perutnya karena sakit mendengar Ransi mengatakan bapak tentara itu dengan ’hallo, dek.’

”Orang dia nanya-nanya Sisi, itu tentara punya mata. Mana yang jelek mana yang bening.”

Lagian, apa sih yang menarik dalam diri gue.

Putia mendengar Jenggala berdecak membuat Ransi mengatensikan pandangannya ke arah pria itu dan melirik Putia, gadis itu mengedikan bahu dan mengambil es batu yang ada di kantung plastik es milik Ransi dan mengunyahnya tanpa merasakan ngilu.

Jenggala tidak pernah suka jika Putia merendah. Padahal, gadis itu cantik dan manis. Mempunyai wajah yang tak bosan untuk di pandang, kalau dibandingkan dengan Sisi, gadis dengan nama asli Prisia itu mempunyai kulit begitu putih tapi entahlah Jenggala tidak suka apalagi setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri jika sikapnya tak seputih kulitnya.

Bagi Jenggala, hanya Putialah yang bisa membuatnya jatuh cinta seperti ini sampai belum pernah pacaran dengan gadis manapun. Mengingat perkataan Mami-nya, ngapain pacaran kalau tujuannya hanya untuk putus.

”Emang lo gak ngerasa cantik put?” tanya Ladit.

Putia menggelengkan kepala, matanya bertubrukan dengan Sisi namun gadis itu lebih dulu memalingkan wajah. ”hayu! Udah gerah banget gue, pengen mandi.”

Hai, Jengga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang