19

7.2K 610 41
                                    

Katanya jangan mati sebelum ke Banda Neira.

Puter lagu "sampai jadi debu" atau "Kota-Dere".

Maaf ya kalau tidak sesuai ekspektasi.

•••

Kebanyakan orang menyebutnya sepotong surga dari Indonesia Timur. Putia menghembuskan nafas melihat pemandangan di depannya, sungguh benar-benar salah satu surganya negeri ini. Ransi meletakkan ponsel lengkap dengan tripod membuat video dokumentasi yang katanya akan di beri iringan lagu.

"Kayaknya gue bakal nyesel kalo gak ikut kesini."

"Gila sih! Banda Neira cantik banget,"

Rizki mengangguk dengan ucapan Ransi, mereka bersiap berjalan ke depan sembari bergandengan tangan. Putia menjadi satu-satunya perempuan di antara kelima pria yang baru ia kenal selama KKN, termasuk Jenggala.

Benar kan? Putia bahkan tidak pernah membayangkan akan satu kelompok dengan Jenggala. Sebisa mungkin ia menghindar dari pria yang tengah ia pegang tangannya ini, namun semesta seolah membawanya pada Jenggala.

Semuanya terasa sia-sia dan sekarang ia harus terlibat perasaan dengan pria itu. Beberapa menit lalu, Putia mengirim foto pada Rebecca, dimana ia dan Jenggala saling merangkul mesra dengan lautan dan gunung di belakang mereka. Entah, responnya seperti apa Putia tidak tau, mungkin saja Rebecca akan mengancam hidupnya.

"Gue jadi ogah pulang!" ujar Ladit terkekeh.

"Nggak ah, gue udah kangen bunda." ujar Ransi.

"Dasar anak bunda!" desis Jenggala.

Ransi menoleh, "halah, lo juga anak Mami!"

Jenggala terdiam, benar juga. Sementara Putia hanya bisa tertawa sembari mendongak menatap wajah Jenggala yang disinari cahaya matahari sore. Mereka berdua sama-sama memakai kaos putih, sudah seperti ABG yang baru merasakan cinta monyet di jaman SMP.

Tapi entah mengapa Putia merasa lucu. Ah, kenapa Jenggala terlihat lebih menawan ketika memakai topi terbalik yang pernah ia pakai juga saat hujan beberapa hari lalu saat ia sempat menjauh dari pria itu.

"Lo pada tau film Saykoji yang di Semeru gak? Kata dia, gue suka negeri ini tapi nggak dengan hukumnya."

"Dan, gue setuju. Baru nyadar, karena gue bukan anak yang suka traveling ke alam. Akhirnya gue percaya sih,"

Roman melirik ke arah Ransi, "tapi lo anak hukum, ran."

"Demi menyenangkan hati bokap," jawabnya. Seolah teringat sesuatu, Ransi menunjuk Jenggala.

"Dia noh ilmu politik, mau duduk di kursi DPR ya, jeng?"

Jenggala mendelikkan mata ke atas, tidak menanggapi lebih jauh. Memilih menarik tangan Putia menyingkir dari sana membuat Ransi berdecak kesal.

"Jeng, wakil rakyat seharusnya merakyat!"

"Bacot!" umpat Jenggala.

"Anak bule tau bacot," kekeh Ladit.

Ransi tertawa, melanjutkan nyanyiannya.

"JANGAN TIDUR WAKTU SIDANG SOAL RAKYAT!"

Putia ikut tertawa tak melepaskan tangannya dari genggaman Jenggala, entah pria itu akan membawanya kemana. Hingga pertanyaan yang sama tiba-tiba memenuhi otaknya, "Jengga, beneran?"

"Beneran apa?" tanya Jenggala menoleh pada gadis di sebelahnya ini.

"Itu kata Ransi...,"

"Gue masuk ilpol karena suka. Gak tau ke depannya bakal gimana, sebelum KKN gue udah magang, put."

Hai, Jengga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang