Siapkan hati!
•••
Jenggala terkekeh melihat Putia memakan muffin coklat yang ia bawa-bawa dari dalam rumah Ransi. Jenggala jadi mengingat saat gadis yang kini jadi pacarnya itu mengantongi kue di saku Almamater saat acara penutupan KKN. Ia menyelipkan anak rambut Putia ke belakang sebelum membukakan foot step motornya.
”Bentar, ininya belom abis.”
”Iya, makanya duduk disini sayang.”
Putia bersemu mendengar panggilan itu dan naik ke boncengan Jenggala, mereka diam di atas motor dengan Jenggala sesekali mengajak Putia mengobrol dan gadis itu memakan sisa muffin coklat di tangannya.
”Enak tau kuenya,” ujar Putia.
”Coba sini aku lihat,” Jenggala sedikit melirik Putia meminta bungkus kertas kue itu dan melihat merk yang tertulis disana. ”buat apa?” tanya Putia karena pria itu memotret bungkus kue membuatnya heran.
”Takut lupa, nanti aku beliin buat kamu.”
Untuk kedua kalinya, Putia bersemu kembali mendengarnya sebelum menegak air putih yang selalu ia bawa ke kampus dan menyimpan kembali di tas. Jenggala menjalankan motornya setelah memastikan Putia selesai dengan muffin yang coklatnya meleleh.
”Jengga,”
”Iya, put.”
”Ini aku gak beli apa-apa? Masa bawa tangan kosong,”
”Kamu mau beli sesuatu?”
Putia terdiam tak lama mengangguk kecil.
”Malu, masa gak bawa apa-apa.” jawabnya.
Jenggala terkekeh, ”Mami mau ketemu kamu aja kok, nggak berharap di bawain apa-apa, put.”
”Iya paham, tapi malu aja. Mampir dulu deh,”
Jenggala menurut hingga berhenti di salah satu toko kue dan roti cukup terkenal yang bisa ditemui dimana saja. Putia turun dari motor Jenggala dan masuk ke dalam mulai mencari kue-kue yang Putia lihat enak. Jenggala tidak lagi melarang, meski saat Putia hendak membayar tangan Jenggala lebih dulu menyodorkan kartu debit ke mbak-mbak kasir membuat Putia mendelikkan matanya.
”Uang kamu buat di tabung aja,”
”Sama aja boong kalo beli kue pake uang kamu.”
”Jangan marah,” Jenggala terkekeh.
Meski agak kesal Putia tetap naik ke boncengan Jenggala, takut-takut saat ia kesal seperti ini Jenggala meninggalkannya di pinggir jalan dengan tega. Ah, tapi sepertinya itu tidak mungkin, pikiran Putia terlalu jauh.
”Jengga, aku mau nanya.”
”Boleh sayang, apa?”
Putia berdecak kecil menahan senyumnya, sepertinya ia menyesal sudah menerima Jenggala menjadi pacarnya karena baru beberapa hari saja jantungnya sudah tidak sehat hanya karena panggilan ’sayang’. Memang tidak sering terdengar tapi tetap saja Putia tidak kuat.
”Kamu kok gampang banget ngeluarin uang,”
”Uang apa?” tanya Jenggala.
”Sisi...,”
”Put, kamu harus tau pas aku ketemu pak kades langsung. Kata dia, uang itu buat masyarakat kurang mampu. Ke kamu sama Roman, pak Kades bilangnya itu dana desa aja kan? Makanya tanpa pikir panjang aku yang gantiin setelah kalian cape maksa Sisi buat serahin uang itu. Kalo di kembaliin syukur, enggak juga gapapa.”
Putia diam menyimak, ”tapi, 10 juta itu banyak.”
Jenggala mengangguk, ”iya aku tau, gapapa, put.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Jengga!
Nouvelles[KKN SERIES PRIME] Nama gadis itu, Putia Asmiranda. Dari SMA, Jengga suka pada Putia. Sampai masuk Universitas, Jengga masih suka padanya. Dan, sampai pada masa KKN, Jengga tak ingin hilang kesempatan. Satu kelompok dengan Putia bukan kebetulan, mel...