Pria sejati ya. Aku termasuk gak?
— Jenggala G Mikkael —
•••Kalau kata Pasha, Jenggala itu anak sulung tapi bisa berubah kapan saja jadi anak bungsu. Tidak perduli dengan tatapan adik-adiknya, Jenggala itu bisa selalu bergelayut manja di lengan Mami membuat Pasha selalu pasrah dengan tingkah anak pertamanya ini.
Kata Pasha, Jenggala itu anaknya yang paling konsisten.
Ia pikir, sejak SMA saat Jenggala mengatakan tidak mau pacaran akhirnya sampai sekarang— maksudnya sebelum membawa Putia ke rumah. Berbeda dengan Tyas apalagi Kalingga, bocah SMP anak ketiganya sudah mengoleksi banyak foto-foto bersama gadis, setiap foto gadisnya selalu berbeda. Kalingga selalu bangga dan menunjukkan foto itu kepada Guntur dan Pasha tanpa malu.
Kata Kalingga, ia tidak bisa seperti Jenggala.
Kata Pasha, Jenggala juga sama seperti pemuda lain, merokok, bolos sekolah, minum-minuman keras, kalau kata Guntur selama tidak menyentuh narkoba dan obat-obatan, biarkan saja. Lagi pula hanya alkohol kan?
Pantas saja di Apartemennya, di dalam rak-rak di dapur banyak sekali tersedia minuman alkohol dengan merk vibe berbagai rasa. Jujur saja, Jenggala pernah masuk ke bar diam-diam meski Guntur selalu mewanti-wanti hal itu, ia tidak ingin anaknya seperti dirinya, kecanduan pada sex yang menjadikan hal itu sudah biasa.
Kata Guntur, kalau sudah punya pacar kenapa langsung tidak menikah saja?
Putia menyingkirkan anak rambut yang menutupi dahi Jenggala, ia tersenyum melihat wajah damai dimana mata pria tengah tertutup. Jenggala pasti lelah, bolak-balik kampus dan rumah sakit, hanya karena dirinya Jenggala sampai tidak memikirkan dirinya sendiri.
”Em ...,”
Jenggala bergumam dalam tidurnya. Rumah sudah sepi, teman-temannya mereka juga berangsur pulang termasuk Madafa, sementara Guntur dan Pasha pergi keluar menitipkan Jeandra meski tau bocah itu tidak akan rewel jika bersama bi Susi.
Putia terkekeh geli karena ternyata dua orang tua dari Jenggala itu, masih sering berpacaran dan keluar berdua. Kata Pasha— Mami nya Jenggala itu hanya akan berbelanja keperluan rumah tapi kata anaknya paling pacaran ke Dufan.
Di saat Jenggala tidur. Putia membuka ponsel, ada pesan dari Mita dan Maria. Seperti dugaannya, dua temannya itu meminta maaf, teman? Di saat Putia butuh dukungan dan kepercayaan ia tidak melakukan itu, Mita dan Maria ikut menghakiminya tanpa tahu kejelasan yang sebenarnya.
Mengingat permintaan maaf, Ladit pun sama. Setelah meminta maaf karena kemarin menghajar Jenggala, ia meminta maaf karena perasannya tidak bisa ia kontrol. Harusnya ia tidak membuat Putia canggung dan tidak bicara yang sebenarnya kalau dia menyukai Putia. Ladit bilang, untuk tidak memikirkan lebih jauh, pria itu baru menyadari dan takut menghancurkan pertemanan mereka.
Mereka tengah berada di pinggir kolam renang, Jenggala enak tidur di kursi pantai sembari terus menggenggam tangan Putia, ia melirik ke sekeliling, kolam renang ini luas sekali membuat Putia penasaran akan kedalamannya. Tapi, untuk saat ini ia tidak ingin membasahi tubuhnya untuk renang meski Jenggala beberapa kali menawarinya.
Merasa ada pergerakan, Putia mengangkat lengannya yang bermula di kepala Jenggala. Pria itu duduk menggaruk kepalanya, menyipit menetralkan cahaya yang masuk, lagi, Putia menyingkirkan anak rambut di dahi Jenggala dan menepuk pelan pipinya.
”Mami belom pulang juga sayang?”
Putia menggelengkan kepala, ”belom.”
Jenggala merenggangkan ototnya, tidak sadar kaosnya terangkat ke atas memperlihatkan perutnya. Putia sempat menahan nafas dan sebelum Jenggala menyadari itu, Putia lebih dulu memalingkan wajah dan meraih ponselnya kembali dan bergantian rebahan di kursi pantai dengan santai merilekskan punggungnya.
”Sayang?”
Putia tercekat karena tiba-tiba Jenggala merangkak ke atasnya, sebelum menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Putia ia sempat mengecup bibir gadisnya sekali. Perasaan Putia tidak karuan dengan tingkah Jenggala, pria ini sama sekali tidak takut akan ada seseorang yang melihat mereka, ”masih ngantuk tau, put.”
Jenggala mencari kenyamanan di sana, ia kembali menutup mata. Deru nafasnya yang hangat menyapu permukaan kulit leher Putia, detik selanjutnya Putia baru bisa rileks dan mengusap rambut Jenggala. Usapan yang ternyata membuat Jenggala enggan beranjak.
”Jengga, aku deg-degan.”
Jenggala meremas pinggang Putia membuat gadis itu berdecak, ”Iya ih kedengaran,”
”Makanya jangan kayak gini, jeng.”
”Enak tau, put!”
Putia berdecak lagi, ”enak di kamu, aku engap tau.”
Jenggala terkekeh, ”masa sih? Aku ringan kok.”
Putia memiringkan tubuhnya, membuat Jenggala sempat berdecak karena terpaksa posisinya berubah, namun melihat Putia mengangkat kepala dan tak lama menidurkan kepalanya di lengan Jenggala, pria itu tersenyum dan menyelipkan anak rambut Putia ke belakang telinganya.
”Jengga ...,”
”Apa?”
”I love you!”
Jenggala terdiam, sebelum menggusak hidungnya ke hidung Putia membuat gadis itu terkekeh geli. Jenggala menarik pinggang Putia agar mendekat, kemudian mengecup kening Putia selama beberapa detik membuat gadis itu menatap wajah Jenggala.
”Kamu suka ngagetin, bilang cinta tanpa aba-aba.”
Putia terkekeh, ”padahal tadi aku panggil kamu dulu.”
”Tetep aja hati aku jedag-jedug!”
Putia merapatkan tubuhnya pada Jenggala, merasakan kehangatan dari kulit Jenggala. Putia geli, ia membayangkan jika sudah menikah, ia bebas memeluk Jenggala setiap hari, setiap waktu, setiap detik. Putia tidak ingin melepaskan pria yang sebentar lagi akan menyandang sebagai suaminya ini.
”Jengga, kamu belom bales.”
”Bales apa?”
Putia memalingkan wajah dan mengubah posisi menjadi terlentang, membuat Jenggala seketika ingat. Pria itu kembali merangkak, menopang lengannya agar tidak menindih Putia seperti tadi, ”I love you more,”
Kemudian Jenggala mendekatkan bibir, mencium gadisnya menyatukan bibir keduanya menyalurkan segala rasa lewat ciuman ini. Dalam hati, Putia hanya berdoa agar tidak kepergok siapapun.
Meski begitu, Putia tetap mengalungkan tangannya di seputaran leher Jenggala.
•••
Untuk part ini di revisi ya guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Jengga!
Kurzgeschichten[KKN SERIES PRIME] Nama gadis itu, Putia Asmiranda. Dari SMA, Jengga suka pada Putia. Sampai masuk Universitas, Jengga masih suka padanya. Dan, sampai pada masa KKN, Jengga tak ingin hilang kesempatan. Satu kelompok dengan Putia bukan kebetulan, mel...