35

6.8K 633 129
                                    


•••

Ada banyak hal selalu Jenggala perhatikan saat masa sekolah menengah atas dulu. Saat, beberapa kali melihat seorang gadis yang ternyata bernama Putia Asmiranda yang kini terbaring di brankar rumah sakit. Putia, hanya gadis biasa yang tidak populer. Hanya gadis yang namanya tenggelam di angkatan mereka.

Putia sering terlihat sendiri, temannya hanya satu dan itu Ferly. Jenggala sering melihatnya duduk di kantin sambil melamun, berjalan sambil menunduk, dan tidak pernah tergabung dalam ekstrakurikuler manapun. Jenggala pernah melihat gadisnya ini berjalan di tengah hujan saat siswa dan siswi yang lain berlari menghindari air yang turun dari langit menyelamatkan seragam mereka yang basah, tapi Putia berjalan santai seolah hujan bukan apa-apa baginya.

Dan, saat Jenggala berlari menghampiri Putia pingsan di tengah berjalannya upacara, hal itu membuat seantero sekolah geger dengan perlakuannya. Bagaimana tidak, Jenggala berada jauh di posisi dengan barisan Putia, mereka tidak pernah sekelas sekalipun dan saat itu, Jenggala tengah berdiri di depan lapang, dikumpulkan dengan siswa-siswi yang telat mengikuti upacara pagi.

Hingga dua hari setelahnya, ia tiba-tiba di tampar map plastik oleh seorang gadis yang memanggilnya ’Jengga’. Tidak ada kata terima kasih dari mulut gadis yang sudah ia tolong saat pingsan, yang ada hanya tamparan membuat Jenggala menatapnya aneh sekaligus senang.

Jenggala tidak tau apa yang menimpa Putia hingga gadis itu membencinya. Kata Keenan, berita yang beredar di angkatan mereka adalah adanya seorang siswi mendapatkan teror dan perundungan. Putia meminta Jenggala untuk memberitahu pada semua orang jika mereka sama sekali tidak pacaran tapi,

Jenggala menolak.

Akibatnya, Putia membenci dan tidak pernah menganggapnya sampai hari dimana program KKN tiba. Putia selalu beralasan jika ia adalah saudara tiri Rebecca, ia akan celaka jika dekat-dekat dengan Jenggala. Maka dari itu, Putia berusaha untuk tidak pernah berinteraksi apapun sampai ia pun tidak bisa membohongi diri sendiri, bersama Jenggala ia mendapat apa yang tidak pernah ia dapatkan.

”Ya Allah, bestie gue, terbaring lemah tidak berdaya.”

Lamunan Jenggala buyar ketika Ransi bersuara, pria itu berdiri di samping brankar menatap wajah Putia yang nampak pucat, di sofa aja Madafa tengah makan, ia rela bolos demi menjaga kakaknya saat Jenggala pulang.

”Lo mau pulang, ran?”

Ransi menggelengkan kepala, ”nggak, gue temenin lo.”

Jenggala hanya terkekeh, ia melepas sebelah tangan Putia yang sedari tadi ia genggam, ”kenapa?”

Ransi mengerutkan keningnya, ”apanya yang kenapa?”

”Lo pulang aja, lo masih inget kan kalo Putia pacar gue,”

Ransi mengangguk, ”iya, inget banget. Tapi, Jeng...,”

”Apaan?!”

”Gue kasian liat mput, apalagi setelah denger cerita lo. Beuh, kalo gue ada di TKP, Rebecca gue tembak kepalanya dah biar sekalian mampus, koid!”

”Terus lo dah yang di penjara,” ujar Jenggala.

Ransi menggelengkan kepala, ”gue gak mau sih kalo itu.”

Hingga pintu terbuka, menampilkan seseorang yang memakai kemeja biru di gulung sampai sikut. Keenan, ia melempar kunci mobil pada Jenggala yang masih duduk di samping Putia, ”gue balik ke kantor ye,”

Thanks, nan.”

”Okey,” Keenan menepuk bahu Jenggala sebelum pergi dan menyapa Ransi sejenak. Sementara Madafa masih fokus makan meski sesekali melihat para pria yang sepertinya dekat sekali dengan kakaknya.

Hai, Jengga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang