[TaeTzu]; Menjadi Juwita Seperti Yang Engkau Minta🔐

Bab 24.

[TZUYU POV]

Aku tahu aku seharusnya bereaksi terhadap semua yang baru saja dia katakan, tapi aku—aku masih memproses kata-katanya.  Setiap pengakuannya harus menjadi tanda bahaya, karena semuanya juga disertai dengan kenyataan pahit bahwa dia tidak berencana untuk mencintaiku atau menjalin hubungan denganku, tetapi bendera merah tidak akan dikibarkan. Yang hijau yang akan berkibar. 

“Apakah aku secara spesifik yang tidak ingin kakak cintai atau cinta secara umum yang tidak ingin kakak alami?” Dia menarikku menjauh dari dadanya sehingga dia bisa menatapku sambil menjawab pertanyaanku. 

“Itu cinta secara umum yang tidak kuinginkan, Tzuyu. Pernah. Itu spesifikasi yang baru saja aku inginkan... kau.” Aku jatuh cinta dan kembali jatuh cinta dengan jawaban itu. Aku sangat kacau.  Semua yang dia katakan seharusnya membuatku lari, tapi malah membuatku ingin memeluknya dan memberikan apa pun yang ingin dia ambil dariku. 

Aku berbohong padanya dan pada diriku sendiri dan aku tidak melakukan hal yang baik bagi kami berdua, tapi aku tidak bisa menghentikan kata-kata yang keluar dari mulutku. “Aku bisa menangani ini asalkan kita tetap memiliki hubungan yang sederhana saja,” kataku padanya.  “Ketika kakak melakukan hal-hal yang kakak lakukan beberapa minggu yang lalu dengan berjalan pergi dan membanting pintu, itu tidak mudah, Kak.  Hal-hal seperti itu menjadikannya rumit.”

Dia mengangguk, merenungkan apa yang kukatakan.  “Sederhana,” katanya sambil memutar-mutar kata itu di mulutnya.  “Kalau kau bisa melakukan yang sederhana, aku juga bisa melakukan yang sederhana.” “Bagus,” kataku.  “Dan ketika keadaan menjadi terlalu sulit bagi kita berdua, kita akan mengakhirinya selamanya.”

“Aku tidak khawatir hal ini menjadi terlalu sulit bagiku,” katanya.  “Aku khawatir ini akan menjadi terlalu sulit bagimu.” Aku juga mengkhawatirkan diriku, Taehyung. Tapi aku lebih menginginkan saat ini dan saat ini bersamamu daripada memikirkan bagaimana hal itu akan mempengaruhiku pada akhirnya. Dengan pemikiran itu, tiba-tiba aku menyadari apa satu-satunya aturanku dalam hubungan ini. Dia punya batasan selama ini, melindungi dirinya dari kerentanan yang aku alami.

“Aku rasa akhirnya aku punya satu aturan,” kataku. Dia menatapku dan mengangkat alisnya, menungguku bicara. 

“Jangan beri aku harapan palsu untuk masa depan,” kataku. “Terutama jika kakak tahu dalam hati kakak kita tidak akan pernah memilikinya.” Postur tubuhnya langsung menegang. 

“Apakah aku sudah melakukan itu?”  dia bertanya, benar-benar prihatin. “Apakah aku pernah memberimu harapan palsu sebelumnya?” Ya. Sekitar tiga puluh menit yang lalu, saat kau menatap mataku sepanjang waktu saat berada di dalam diriku.

"Tidak," kataku berbohong. “Pastikan saja kakak tidak melakukan atau mengatakan hal-hal yang membuatku mempercayai yang sebaliknya. Selama kita berdua melihat ini apa adanya, kupikir kita akan baik-baik saja.” Dia menatapku diam-diam untuk beberapa saat, mengamatiku.  Mengevaluasi kata-kataku.

“Aku tidak tahu apakah kamu benar-benar dewasa untuk usiamu atau benar-benar mengalami delusi.” Aku mengangkat bahu, menjaga khayalanku jauh di dalam dadaku.

“Aku yakin, campuran keduanya tidak sehat.”

Dia menekankan bibirnya ke sisi kepalaku, menciumku. “Rasanya sangat kacau untuk mengatakannya dengan lantang, tapi aku berjanji tidak akan memberimu harapan untuk kita Chou.” Hatiku mengernyit mendengar kata-katanya, tapi wajahku memaksakan senyuman. 

“Bagus,” kataku. “Kakak punya masalah serius yang membuatku takut dan aku lebih suka jatuh cinta pada pria yang emosinya stabil suatu hari nanti.”

Dia tertawa. Mungkin karena dia tahu kemungkinan menemukan seseorang yang tahan dengan hubungan seperti ini, kalau bisa dibilang sangatlah mustahil. Namun entah bagaimana, satu-satunya gadis yang mungkin baik-baik saja dengan hal itu kebetulan ada dalam pelukannya. Dan dia sebenarnya menyukainya.