Desiran angin kencang disertai hujan lebat kini membasahi bumi yang gersang, siswa-siswi SMA berlari-lari kecil menghindari hujan. Ada yang memilih pulang dan ada pula yang menunggu hujan reda, Kay termenung menatap nanar air hujan yang turun.
Lama bergelut dengan isi pikirannya, Kay menatap sekelilingnya yang sudah sepi. Diva, gadis itu sudah dijemput oleh supirnya, dan Avin laki-laki itu tak terlihat. Kay memilih berjalan dibawah langit yang tengah menangis, perlahan air hujan terasa menyentuh permukaan kulitnya membasahi seragam sekolah nya.
Kay memeluk tubuhnya sendiri, lagi lagi terbesit kenangan manis yang terlintas di benak gadis itu. "Lebay ya kalo gue selalu inget semua kenangan ini" gumam Kay.
"Lo gaada makanya gue inget semua yang pernah kita lakukan bersama dulu" lanjut Kay melirik sekelilingnya, tidak ada angkutan umum ataupun kendaraan lain. Ada perasaan takut jika ada petir ataupun orang jahat namun Kay bisa apa sekarang, ia pernah diposisi ini dulu tapi ada seseorang yang menemani nya.
Tin tin
Kay menghela nafasnya perlahan kemudian memilih berjalan menjauh, mobil Azzam mencoba mengejar Kay dari belakang. Merasa kesulitan Azzam keluar dari mobil dan berlari mengejar istrinya. "Kay, tunggu" Azzam memegang pergelangan tangan Kay yang sudah kedinginan.
"Buat apa lo kesini" dingin Kay tak mau menatap wajah Azzam.
"Maaf, tadi saya ada sedikit kerjaan di kantor dan tidak bisa ditinggalkan" jelas Azzam, Kay melepaskan tangannya kasar kemudian duduk di kursi halte yang sudah basah akibat air hujan yang dibawa angin. Kay mengusap wajahnya, kulit putih itu terlihat pucat karena Kay sudah kehujanan cukup lama.
Azzam menyusul, laki-laki itu menatap khawatir Kay yang sepertinya marah padanya. "Maafkan saya, ayo pulang nanti kamu sakit" bujuk Azzam.
"Ga usah, gue bisa pulang sendiri" jawab Kay mengusap sekilas kelopak matanya yang sedikit terasa memanas.
"Nanti saja marahnya, kita pulang dulu" bujuk Azzam lagi, Kay menatap Azzam dengan tajam. Hancur sudah mood gadis itu, bukannya luluh Kay tambah marah mendengarnya.
"Lo kira gue apaan hah!? Gak berubah lo ya, ngeselin!" teriak Kay kesal. Terlihat wajahnya memerah menahan marah agar tidak kelepasan berbicara.
"Iya-iya maaf sayang"
Kay menatap lama wajah Azzam, kata-kata itu pernah ia dengar dan sekarang lain mulut yang mengatakannya. Kay menghela nafasnya pasrah, ia berjalan mendahului Azzam dan masuk ke dalam mobilnya. Azzam segera menyusul, agar tidak semakin kedinginan Azzam langsung menancap gas menuju rumah.
Sesampainya di rumah, Kay langsung membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Ia memakai celana panjang bahkan baju lengan panjang, Kay duduk di kasur sambil bersandar pada sandaran kasur.
"Kay, minum dulu" Azzam memberikan secangkir teh hangat, Kay menerimanya. Kerongkongan dan lambungnya terasa hangat, hawa tubuhnya juga lebih baik dari sebelumnya.
"Terimakasih"
"Sama-sama, mau makan dibawah atau mau saya ambilkan?" tawar Azzam.
"Ke bawah aja" jawab Kay kemudian berdiri lalu memakai hijab pasmina yang hanya ia selempangkan ke bahunya. Azzam hanya menuruti kemauan istrinya.
"Kay, kamu gak sakit kan nak?" tanya Bunda Mira mendekati putrinya lalu memeriksa dahi gadis itu apakah panas atau tidak.
"Kamu sakit, panas ini badannya" ucap Bunda Mira, wanita itu mendudukkan putrinya di kursi meja makan lalu mengambilkan makan kemudian menyiapkan obat untuk Kay. Azzam mendudukkan dirinya di samping Kay lalu meletakkan tangannya di atas kepala Kay, laki-laki itu membacakan doa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kay untuk Azzam
General Fiction"Pulang, atau saya nikahin kamu sekarang juga." _Azzam ﹏ 。﹏ Azzam Afkara Syabil, laki-laki tampan berstatus sebagai Gus di sebuah pesantren ternama. Berawal dari pertemuan pertama dengan seorang gadis cantik di masjid, pertemuan pertama itu membuat...