15.

4.3K 107 0
                                    

Kay, diminta Gus Azzam pergi ke Ndalem untuk disidang. Teman-temannya ingin ikut tapi tidak diperbolehkan, hanya ada Gus Azzam dan ustadzah Sila juga ustadzah Yolan. "Alasan apa kamu tidak ikut shalat Maghrib" dingin Gus Azzam.

Kay mengangkat lengan bajunya yang menutupi perban lukanya, seketika Azzam terdiam melihatnya. "Tangan saya melepuh Gus, dokter bilang jangan kena air sampai lukanya mengering karena luka bakarnya sudah kena daging" jelas Kay.

"Ustadzah, keluar." perintah Gus Azzam, tadinya ustadzah Sila ingin tetap disana tapi ia sudah diseret oleh Ustadzah Yolan. Tinggallah pasutri itu disana, Azzam mengambil tangan istrinya dan melihat keadaannya.

"Saya baik-baik saja, saya permisi" Kay menarik pergelangan tangannya dan ingin pergi tapi Azzam menahannya dengan menarik tangan Kay yang satunya membuat perempuan itu terjatuh di atas pangkuannya.

"Biar saya lihat" pinta Gus Azzam namun Kay terus memberontak untuk dilepaskan, pikirannya kacau teringat Azzam yang tadi tidak peduli dengannya, menghukumnya, bahkan tidak percaya padanya.

"Shttt kamu kenapa" ucap Azzam menahan tubuh Kay dengan memeluk erat pinggang istrinya.

"Minggir! Gus gausah peduliin Kay lagi, Gus jahat sama Kay" balas Kay, air matanya juga tak bisa lagi terbendung. Masalah datang bertubi-tubi sepanjang hari ini, tubuh Kay melemah saat ia kehabisan tenaga untuk kembali memberontak.

"Gus jahat! Gus lebih percaya Ning Dian daripada Kay, Gus juga gak peduli sama Kay" lirihnya menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya. Azzam terdiam mendengar ucapan istrinya yang menangis sampai sesegukan.

"Saya tidak tau mana yang benar, saya tidak bermaksud" gumam Gus Azzam mengelus punggung bergetar Kay. Ia merasa bersalah karena sudah tidak mempercayai istrinya. "Dia yang nabrak Kay Gus! Sampai tehnya tumpah, seharusnya dia yang minta maaf sama Kay karena udah buat Kay terluka" racau Kay.

"Bukan Kay yang minta maaf Gus" lirihnya, mata perempuan itu sembab akibat menangis.

"Maafkan saya" hanya itu yang bisa Azzam ucapkan disaat istrinya dalam keadaan begini.

"Enggak! Gus jahat sama Kay, Kay mau pulang ke Ayah Bunda"

Deg

Azzam membeku mendengarnya, badannya terasa dingin dan sendi-sendinya terasa kelu untuk bergerak. "Tidak, saya minta maaf. Jangan bicara seperti itu" balas Azzam, matanya memanas menahan air mata.

"Gus jahat" teriak Kay memukuli dada lebar Azzam, laki-laki itu tidak menghentikan aksi istrinya. "Pukuli saya sepuas kamu, tapi jangan minta untuk pulang ke Ayah Bunda" ujar Azzam, dirinya tak sanggup jika harus berpisah dengan perempuan ini.

Azzam hanya mendekap erat tubuh istrinya hingga beberapa saat tidak ada lagi gerakan dari Kay, Azzam meliriknya. Ternyata istri kecilnya itu tertidur, tangannya bergerak menghapus bekas air mata di pipi Kay. "Tidurlah, kamu pasti capek. Saya minta maaf" bisiknya, Azzam mengelus punggung Kay lembut agar perempuan itu pulas. Serasa sudah tenang Azzam menidurkan Kay ke sofa.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumusalam, masuk za" sahut Azzam yang tahu jika yang datang adalah Azza, tapi Azzam seketika terdiam melihat Azza datang tidak sendiri. Ada Aira, Chayra dan juga Haura yang ikut.

"Kenapa gitu mukanya, gapapa kan Gus cuma jagain Kay sebentar" ucap Azza, Azzam bernafas lega mendengarnya.

"Kasian banget sahabat aku" gumam Aira melihat keadaan Kay yang cukup memprihatinkan.

"Gus yang bener dong, masa belain orang yang jelas-jelas salah" tukas Chayra, gadis itu kesal mendengar cerita dari Azza jika tadi siang terjadi keributan di Ndalem dan Gus Azzam lebih membela Ning Dian daripada sahabatnya.

"Iyaa, saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi lagi" balas Gus Azzam, melirik Kay dan kembali menatap teman-teman istrinya.

"Duh, Gus sama Kay udah kayak suami istri" celetuk Azza melihat pemandangan di depannya.

"Omongan orang yang kepengen nikah tuh" sahut Haura terkekeh.

"Gaada calonnya" lirih Azza bersandar pada tembok.

"Oh iya yang tadi calon suami kamu?" tanya Chayra pada Haura.

"Hah? Yang mana" bingung Azza.

"Yang baca Alquran di acara tadi loh" jelas Chayra.

"Bener Ra?" tanya Gus Azzam, Haura mengangguk mengiyakan.

"Ustadz Reyhan calon suami Haura" shock Azza menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

"Bagus itu, kamu gak salah pilih" Gus Azzam.

"Mas Reyhan temennya Gus Azzam ya?" tanya Haura, Azzam mengangguk.

"Ciee, Mas Reyhan" goda Aira dan Chayra, Haura menundukkan kepalanya malu-malu.

"Reyhan orang yang baik, tidak salah kamu menerimanya" sergah Azzam tersenyum, Haura hanya mengangguk. Pipinya memerah mendengar ucapan kedua temannya.

"Malu-malu kucing lagi" celetuk Azza tertawa tapi tidak terlalu keras, takut Kay terbangun.

"Oh iya Gus ngapain tadi nemuin si muka dua" cetus Azza.

"Umi nyuruh saya buat ke Kairo selama empat bulan"

"Sama Ning Dian?"

"Iya"

"Ck!? Terus Gus mau?" decak Azza.

"Iyaa saya terpaksa, selama saya pergi kalian jagain Kay sampai saya pulang. Tidak ada maksud lain, orang tua Kay sudah menitipkan anak mereka sama saya" sergah Azzam, sebenarnya ia tak tega meninggalkan istrinya tapi tawaran Uminya untuk ke Kairo sangat sulit untuk ia tolak.

"Tenang aja, pasti kita jagain kok" jawab Aira.

"Tapi kenapa harus sama Ning Dian sih" cetus Chayra tak suka.

"Hanya perginya saja yang berdua, disana kami urusan masing-masing" balas Azzam.

"Kay udah tau?" bisik Azza takut yang lain mendengar.

"Belum, nanti saya bicarakan sama Kay" jawab Azzam juga berbisik.

"Yaudah, Kay lagi bobo nanti anterin aja ya Gus. Kita pamit dulu, ngantuk" sergah Azza, keempat nya pun berlalu pergi dari sana tanpa curiga sedikitpun. Sepeninggalnya mereka Azzam fokus menatap wajah damai istrinya yang tengah tertidur pulas, jelas sekali di wajah perempuan itu sangat kelelahan. Sampai Azzam mendengar bunyi keroncongan di perut Kay, tangannya tergerak mengelus perut rata itu.

"Lapar ya, nanti kalo udah bangun kita makan" gumam Azzam, bukan hanya Umi nya saja yang menanti kehadiran cucu tapi dari hati yang paling dalam pun Azzam memimpikan buah hatinya tumbuh di dalam rahim istrinya. Tapi Azzam akan bersabar sampai Allah memberikan mereka kepercayaan, mungkin menunggu istrinya selesai dengan sekolahnya, pikir Azzam.

Beberapa saat, Azzam ikut tertidur dalam posisi duduk tapi tetap nyaman karena sambil menggenggam tangan istrinya. Laki-laki itu juga melewatkan isya, hingga jam sepuluh malam Kay terbangun merasakan perutnya yang sangat lapar. Dirinya baru sadar jika tertidur di sofa.

Kay perlahan berdiri, dilihatnya jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ingin kembali ke asrama tapi takut, akhirnya Kay memilih untuk memasak di Ndalem karena perutnya sudah keroncongan terus. Kay memasak nasi goreng spesial, saat mematikan kompor Kay tersentak saat tangan kekar Azzam melingkar di perutnya.

"Ya Allah Kay kira setan" kesal Kay.

"Masa suami kamu yang ganteng ini dibilang setan sih" sahut Azzam dengan suara beratnya khas bangun tidur.

"Cepet makan, habis itu lanjut tidur" Azzam melepaskan pelukannya dan membiarkan istrinya untuk makan dulu. Tak banyak menghabiskan waktu, sepiring nasi itu sudah ludes. Kay baru saja ingin membereskan dapur tapi badannya terangkat karena Azzam menggendongnya ke kamar.

"Besok saja" bisik Azzam, seketika Kay tak berkutik. Keduanya pun melanjutkan tidur mereka.





TBC.

Bakal lama nih nanti gak bucin-bucinan wkwk

Yodah tunggu part selanjutnya!

Kay untuk Azzam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang