Setelah sedikit perdebatan kecil saat di ruang tamu bersama Azzam, malamnya Kay tidak melihat suaminya bahkan di kamar pun tidak ada. Kay melirik kamar Ning Dian yang tertutup rapat, ia hanya berpositif thinking dan kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Kay membaringkan tubuhnya di kasur dan menatap langit-langit kamar, sudah jam sepuluh malam tapi rasa kantuk belum kunjung datang. Tadi sore Umi Anna pulang ke rumahnya begitupun dengan Azza, padahal Kay masih ingin berdua dengan sahabatnya dan bertanya banyak hal.
"Aduh" kaget Kay merasakan perut bawahnya yang sedikit merasa keram. Dielusnya perutnya yang berisi janin tiga bulan itu.
"Adek belum bobo?" ucap Kay menatap perutnya sendiri.
"Bunda gatau Ayah dimana, besok saja minta elusnya ya" sambung Kay tersenyum tipis, pikirannya sekarang berkelana bertanya dimana suaminya.
Asik mengelus perut, lama kelamaan kantuk mulai menyerang dan Kay perlahan tertidur.
....
Paginya, Azzam terlihat memucat duduk di sofa sambil terus berdzikir di dalam hatinya. Ia pikir kejadian tadi malam adalah sebuah kesalahan, yang kenyataannya memang seharusnya sudah terjadi. Sedangkan Ning Dian tampak lebih bahagia pagi ini, Kay menatap bingung kedua orang itu saat tak sengaja berpapasan.
Saat Kay berjalan menuju ruang tamu, dilihatnya Ning Dian yang membawakan Azzam segelas kopi hangat. "Terimakasih Mas, aku bahagia" ungkap Ning Dian tanpa melunturkan senyumannya. Kay yang mendengar, alisnya hampir menyatu karena bingung.
"Saya hanya terpaksa menyentuh mu"
Deg
Darah Kay berdesir mendengar ucapan Azzam barusan, apa semalam mereka melakukan itu sampai Kay tidak menemukan suaminya. Kay perlahan memundurkan langkahnya, sementara itu Azzam melihat gerak-gerik Kay dan langsung bergerak mendekat.
"Jangan dekati saya Gus" tukas Kay menggelengkan kepalanya.
"Kay, dengarkan penjelasan saya" Azzam mencoba meraih tangan perempuan itu namun langsung ditepis kasar oleh sang empu.
"Tidak perlu dijelaskan, Kay sudah tahu" potong Kay menatap suaminya berkaca-kaca, bukan berniat melepaskan Ning Dian tapi Azzam malah mempererat hubungan mereka.
"Jangan sentuh saya!" bentak Kay menghindar.
"Demi Allah, saya kecewa dengan mu Gus" lirih Kay yang tak sadar air matanya sudah meleleh.
"Kay, saya hanya mencoba untuk adil" balas Azzam. "Tolong mengerti saya" lanjutnya.
"Adil? Lagi-lagi kau menyakiti ku" sergah Kay berjalan mundur beberapa langkah.
"Maafkan saya"
"Maaf tidak akan bisa mengembalikan semuanya" balas Kay.
"Kamu telah kotor di mata saya, tindakan mu kali ini tidak bisa saya maafkan" gumam Kay, berjalan memasuki kamarnya dan menguncinya dari dalam.
"Kay, saya mohon maaf" ketuk Azzam pada pintu kamar itu, tidak ada jawaban melainkan hanya suara tangisan lirih di dalam sana. Kay kembali dibuat menangis oleh suaminya, kali ini ia bersuara karena tak tahan untuk memendamnya.
"Aku ingin kembali ke Ayah Bunda" ucap Kay lalu berdiri, dibukanya pintu kamar dan Azzam langsung masuk. Menghentikan pergerakan Kay yang ingin keluar dan membawa perempuan itu masuk ke dalam kamar.
"Kay, saya minta maaf" ucap Azzam memegang kedua bahu istrinya.
"Kenapa kau bisa begitu jahat? Apa salahku padamu" ucap Kay lirih, air mata mengalir deras walau sekuat apapun Kay menahannya.
"Maaf"
"Mimpi ku hancur karena perjodohan, cinta ku hancur karena poligami, dan sekarang hati ku hancur berkeping-keping karena kamu sudah menyentuh wanita lain selain aku" ucap Kay, mendorong Azzam menjauh dari dirinya.
"Aku tahu dia juga istrimu, tapi bolehkah kamu menunggu ku untuk siap dengan semuanya? Kau membuat luka di atas luka yang belum mengering"
Kay menangis menatap suaminya, Azzam ikut bersedih melihat air mata Kay untuk kesekian kalinya karena ulahnya. Azzam melakukan itu karena mengingat perkataan sang Umi, Azzam sadar jika perkataan Ayah Bilal waktu itu memang menunjukkan watak Azzam yang masih mudah dipengaruhi oleh kedua orang tuanya.
"Kita adalah duka, yang berusaha mencari suka. Walaupun ujungnya tetaplah air mata" sendu Kay.
"Maaf Kay" ucapan itu yang hanya bisa Azzam lontarkan.
"Sakit dibalas maaf itu curang Gus, aku terluka lagi untuk kesekian kali. Dan penyebab lukanya orang yang sama, apa aku bodoh telah menerima mu kembali?" ujar Kay menatap suaminya sambil tersenyum miris.
"Maaf maaf maaf "
"Aku benci sama kamu Gus!!" pekik Kay kencang, sampai urat lehernya menonjol menahan marah. Azzam menggeleng dan meraih kedua tangan istrinya.
"Kamu tetap pertama di hati saya Kay, jarak yang jauh tidak menjauhkan mu dari hatiku" ucap Azzam menatap mata Kay yang penuh kebencian ke arahnya.
"Bohong, kau mencintai Ning Dian?" tanya Kay menghempaskan tangan Azzam.
"Aku hanya nyaman dengannya" ungkap Azzam tidak bisa membohongi diri. Tiba-tiba Kay tertawa renyah mendengarnya, benar dugaannya.
"Rasa nyaman menjadi cinta, judul yang bagus" ucap Kay mengangguk-anggukan kepalanya.
"Apa perlu saya kasih tinta lebih banyak agar cerita kalian tertulis dengan sempurna?" Azzam menggeleng cepat, sungguh ia hanya merasa nyaman dengan istri keduanya tak lebih.
"Maaf"
"Kau tidak salah, aku yang bodoh karena telah meninggalkan orang yang sudah menjagaku demi kamu yang telah menyakiti ku" ujar Kay teringat akan Farel.
"Jangan temui saya dulu, aku butuh waktu untuk sendiri" Kay membuka pintu kamar lebar-lebar dan mempersilahkan Azzam untuk keluar.
"Saya pikir kamu tidak memerlukan kamar ini lagi karena sudah ada kamar spesial dengan istrimu itu" kata Kay, Azzam tak banyak membantah dan langsung keluar dari sana. Pintu terkunci, Azzam bersandar disana. Azzam dibuat bimbang dengan keadaan, istri pertamanya yang sakit karena ulahnya dan istri keduanya yang bahagia karena ulahnya.
"Aku Menolak seribu ratus puluh juta miliyar triliun hati demi satu hati yang gatau diri." geram Kay bergumam.
Kay tipe orang yang tidak mudah lemah tapi jika sudah seperti ini, disaat ia memilih diam dengan keadaan yang menyakitinya malah air matanya yang bersuara. Kay harus lebih kuat mulai dari sekarang, ia tidak perlu memikirkan Azzam yang sama sekali tidak memikirkannya.
Hingga hari-hari selanjutnya Kay menjalani hidup dengan mengikuti saja seperti arus sungai, terus menghindar dari Azzam dan hanya memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. Selama satu bulan berlalu, sikap Kay semakin hari semakin dingin. Hingga saat keluarga mertuanya berkumpul dan juga ada Umi Santi disana.
"Dian hamil"
Itulah sebuah kata menyakitkan yang ia dengar, belum cukup penderitaan nya sekarang dan sudah ditambah dengan penderitaan baru.
TBC.
Gimana guys?
Vote komen loh ya
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kay untuk Azzam
General Fiction"Pulang, atau saya nikahin kamu sekarang juga." _Azzam ﹏ 。﹏ Azzam Afkara Syabil, laki-laki tampan berstatus sebagai Gus di sebuah pesantren ternama. Berawal dari pertemuan pertama dengan seorang gadis cantik di masjid, pertemuan pertama itu membuat...