11.

3.9K 109 0
                                    

"Kenapa Umi?" tanya Azzam saat ia mengangkat panggilan dari Uminya.

"Bagaimana Zam, kalian sudah melakukannya kan? Umi mau secepatnya punya cucu" desak Umi Anna di seberang telfon.

"Belum Umi, Azzam takut Kay belum siap" jawab Azzam jujur.

"Jangan lupakan kesepakatan mu dengan Umi nak, Umi tidak main-main"

"Iya Umi, nanti Azzam bicarakan sama Kay baik-baik"

"Malam ini pokoknya harus! Abi sudah Umi suruh pulang biar kalian tidak ada yang menganggu" panggilan langsung terputus setelah Umi Anna mengucapkan itu.

Azzam mengusap wajahnya bingung, kenapa Umi nya tidak bisa bersabar.

Desakan dari Umi Anna lah yang membuat Azzam berani meminta haknya, namun saat akan melakukan nya Azzam melihat betis Kay yang membiru bahkan lumayan besar. Tingkat birahinya langsung hilang tergantikan rasa amarah saat ia paksa istrinya itu untuk jujur.

Azzam langsung pergi keluar meninggalkan Kay sendirian di Ndalem, Kay ingin menghentikan tapi kekuatan Azzam tidak sebanding dengannya. Perempuan itu memilih untuk pulang ke asrama dan akan menemui suaminya nanti setelah isya.

Disisi lain, Azzam langsung memanggil Ustadzah Sila untuk berhadapan empat mata dengannya. "Ada apa Gus memanggil saya?" tanya ustadzah Sila tersenyum hangat menatap Gus Azzam yang duduk di hadapannya tapi terhalang meja besar.

"Gus mau bicarakan soal perasaan yang saya ungkapkan waktu itu?" tanya ustadzah Sila lagi, apa ia tak melihat tatapan mata Azzam yang dalam dan tidak terdapat main-main disana. "Apa yang anda lakukan pada santriwati baru" tanya Azzam to the point.

Senyum Ustadzah Sila luntur seketika, ia terlalu pede sehingga berfikiran jika Gus Azzam memanggilnya untuk membicarakan tentang perasaan. "Jawab saya Ustadzah" tekan Gus Azzam.

"Saya hanya menghukumnya sedikit Gus, karena dia kurang ajar sama saya" bohongnya.

"Saya tidak meminta anda untuk berbicara kebohongan Ustadzah" tukas Gus Azzam.

"S-saya tidak berbohong Gus" jawab Ustadzah Sila terus membela diri, Gus Azzam menarik nafasnya kemudian memijit pelipisnya perlahan. "Saya tidak suka anda menggunakan kekerasan di pesantren, apalagi menghukumnya membersihkan dedaunan kering yang anda tau sendiri betapa kotornya itu" sergah Azzam.

"Maaf Gus tapi dia tidak mematuhi aturan " bantah Ustadzah Sila.

"Aturan apa Ustadzah? Tidak membawa kitab kuning?, Kitab kuning belum diberikan padanya karena dia baru bergabung ke pesantren hari ini" tegas Azzam meninggikan sedikit intonasi suaranya. Seketika Ustadzah Sila kehabisan kata-kata untuk membantah lagi, jelas-jelas Kay tidak melanggar aturan apapun.

"Gus punya hubungan apa sama gadis itu sampai-sampai Gus membelanya sampai seperti ini" gumam Ustadzah Sila.

"Saya tidak membela siapapun, anda yang salah dan jangan berusaha untuk menyalahkan orang lain. Saat saya bicara usahakan untuk tidak membantah, karena itu sangat tidak sopan" final Azzam kemudian langsung mempersilahkan Ustadzah Sila keluar dari ruangannya.

"Tapi Gus" Ustadzah Sila berusaha mendekat.

"Silahkan keluar ustadzah Sila" geram Azzam menunjuk pintu menggunakan jari telunjuknya, ustadzah Sila pun langsung pergi keluar dengan perasaan kesal.

"Astaghfirullahalazim" gumam Gus Azzam mengusap dadanya.

"Lindungilah istri hamba dari kejahatan orang-orang zalim ya Allah" lanjutnya.

Disisi lain, Kay bersama teman-temannya baru saja selesai melaksanakan sholat Maghrib. Kay berjalan dengan pikiran campur aduk, pikirannya tertuju pada Azzam. Suaminya itu, Kay tidak tau harus bagaimana. Apakah ia harus memberikan hak Azzam yang seharusnya sudah ia berikan saat malam pertama mereka.

"Hey, Kay kamu gapapa?" Haura memegang bahu Kay membuat perempuan itu tersadar dari lamunannya. "Gapapa kok" jawabnya.

"Jangan ngelamun, gak baik" ucap Haura, Kay mengangguk mengerti.

"Emang mikirin apa sih Kay" tanya Azza memeluk lengan Kay, kelimanya berjalan santai menuju asrama. "Gaada kok" balas Kay seadanya. "Gaada masalah kan sama Gus Azzam?" bisik Azza, meletakkan dagunya di atas bahu Kay. Disahut dengan gelengan kepala oleh sang empu.

"Hey!" kelimanya berhenti melangkah dan beralih menatap ustadzah Sila dari arah kiri mereka. Perempuan itu mendekat sambil menampilkan wajah garangnya, plak

Kay memegang pipinya yang ditampar oleh Ustadzah Sila, Azza dan yang lainnya terkejut tak percaya dengan apa yang mereka lihat. "Ustadzah ngapain tampar Kay!" sentak Chayra, menjauhkan Kay dari perempuan itu.

"Kamu pasti sudah menggoda Gus Azzam sampai dia marah sama saya hanya karena membela kamu!" pekik ustadzah Sila.

"Istighfar ustadzah, wajar Gus Azzam marah jika ustadzah melakukan kesalahan" ucap Haura tak terima temannya ditampar.

"Diam kamu! Saya tau perempuan itu perempuan nakal, selalu keluar malam sebelum masuk kesini. Pasti sudah dicicip oleh banyak lelaki" lantang ustadzah Sila menggebu-gebu. Kay yang tak terima difitnah akhirnya angkat bicara. "Gak salah anda menyandang seorang ustadzah disini? Perkataan anda sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan, dan saya tidak terima anda memfitnah saya" ucap Kay.

"Fitnah?" ustadzah Sila tertawa sambil menepuk tangannya, "Mana ada maling ngaku maling" lanjut ustadzah Sila menatap tajam Kay, bahkan tangannya sudah terangkat siap untuk menampar Kay lagi. Namun Azza memegang tangan perempuan itu, menariknya ke belakang kemudian Plak!

Bunyi tamparan keras itu lebih kuat dari sebelumnya, sampai sudut bibir Ustadzah Sila mengeluarkan darah. "Rasa sakit itu tak sebanding dengan ucapan anda yang telah memfitnah teman saya" tekan Azza mendorong bahu ustadzah Sila sampai perempuan itu terduduk sambil memegangi pipinya.

"Azza, udah" tahan Kay. Ketika temannya itu ingin mendekat lagi ke arah ustadzah Sila.

"Saya akan laporkan kamu ke pengurus pesantren!" teriak ustadzah Sila.

"Silahkan! Saya gak takut sama nenek lampir seperti kamu!" celetuk Azza.

"Gausah sok cantik lo, Gus Azzam belain Kay mungkin aja karena Gus Azzam suka sama Kay. Gamau dia sama modelan mak lampir kayak lo" hujat Aira yang sudah tidak ada kata sopan lagi.

"Keterlaluan kalian! Tunggu saja saya akan laporkan" ustadzah Sila berdiri dan berlari menjauh, matanya pun mengeluarkan air mata karena tak tahan dengan pipinya yang terasa perih.

"Pasti lapornya ke keluarga Ning Dian, bukan ke Abi Hanan" cetus Chayra tak suka, hanya dialah yang tidak suka dengan Ning Dian. Chayra punya firasat jika Ning Dian bukanlah orang baik yang selalu teman-temannya pikirkan, terlihat dari gerak-gerik Ning Dian sendiri.

"Gapapa, kan pengurus juga" balas Haura.

"Iya sih, tapi pasti nanti heboh terus si Ning Dian itu berlagak sok kayak malaikat. Najis banget aku liatnya " sergah Chayra melipat tangannya di depan dada.

"Sama Ra, aku juga gasuka sama Ning Dian" sahut Azza.

"Menurut aku, gerak-gerik kayak Ning Dian itu mencerminkan kepribadian muka dua gak sih" kata Chayra, Azza mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.

"Siapa Ning Dian itu" batin Kay bertanya.







TBC.

Saya bca ulang kok kesel sendiri ya wkwk

See you next part!

Kay untuk Azzam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang