12.00
Helaan nafas lelah terdengar dari mulut Azzam, laki-laki itu menyandarkan punggungnya lalu memijit pelipisnya perlahan. Selama dua bulan terakhir, dirinya sudah seperti kehilangan semangat. Beban pikiran juga pekerjaan membuatnya sedikit pusing, ditambah persoalan istri sirinya yang tidak ada habisnya.
"Kamu gak kangen sama Mas?" monolognya menatap lirih bingkai foto yang terpajang di meja kerjanya. Setelah persoalan dirinya dengan Abi Hanan waktu itu, Azzam memutuskan untuk pindah ke rumahnya sendiri dan akan ke pesantren jika ada jadwal mengajar saja.
"Mas rindu kamu sayang, Mas udah pindah ke rumah kita yang mas udah bangun dengan uang mas sendiri untuk keluarga kecil kita" lanjutnya menghela nafas berat, rasanya Azzam ingin menangis karena belum kunjung menemukan istrinya tapi ia berfikir menangis hanyalah sebuah penenang sesaat. Tak melupakan kewajiban sebagai suami, Azzam mengajak Ning Dian kerumahnya untuk tinggal bersamanya.
Setelah pindah ke rumahnya sendiri Azzam tiap hari berkutat di perusahaan nya, di depan laptop bersama lembaran pekerjaan yang harus ia selesaikan, tak jarang ia lembur untuk menyelesaikan pekerjaan dan memanfaatkan waktu untuk menghindari istri sirinya, setidaknya Azzam punya waktu untuk menyendiri.
"Assalamualaikum"
Azzam yang tengah lelah hanya menjawab salam itu dalam hati, "masuk" singkat Azzam dengan mata yang sudah terpejam.
Tak lama, seorang laki-laki berkemeja masuk ke dalam ruangan membawa satu map coklat di tangannya. "Pak, ini ada undangan dari Pak Umar" laki-laki bernama Fahri itu menyerahkan map coklat yang ia pegang pada atasannya.
"Undangan apa? Apakah penting?" tanya Azzam yang menerima uluran itu tapi belum juga membuka matanya.
"Peresmian kafe cucunya di Bandung, Pak Umar minta Bapak untuk datang bersama istri Bapak dan menjadi tamu sepesial mereka" terang Fahri, reflek Azzam membuka matanya mendengar ia harus membawa istri? Apakah ia harus membawa Ning Dian? Astaga.
"Sepertinya tidak bisa, jadwal saya padat bukan?" Azzam membenarkan posisi duduknya menatap Fahri yang tengah berfikir.
"Acaranya lusa Pak, sengaja Pak Umar mengadakan acaranya hari Minggu biar Bapak bisa datang katanya" jelas Fahri, Azzam menggigit bibir bawahnya bagian dalam mendengar ucapan Fahri barusan.
"Pak Umar juga bilang, usahakan bawa istrinya bapak " lanjut Fahri.
"Atasan kamu, saya atau Pak Umar?" datar Azzam.
"Maaf Pak "
"InshaAllah, biar saya pikir-pikir dulu " tanpa ba-bi-bu Fahri mengangguk kemudian keluar dari ruangan.
Azzam membuka map berisi undangan dari Pak Umar, terdapat foto kafe yang akan diresmikan. Pak Umar juga cucunya serta seorang wanita? Sepertinya Azzam kenal dengan perempuan itu.
"Jika takdirmu tetap menjadi milik saya, kamu akan tetap kembali pada saya" ucap Azzam, tersenyum penuh arti menatap foto tersebut.
"Atur keberangkatan kita ke Bandung" beritahu Azzam pada Fahri melalui telfon kantor, sekretaris nya itu langsung patuh dan akan menyiapkan semuanya.
"Saya tidak sabar untuk segera bertemu dengan istri saya"
....
Karel Cafe
Papan besar itu bertengger manis di bangunan besar ini, begitu banyak hiasan di depannya juga bagian dalam Cafe yang sangat luas. Dipenuhi dengan balon warna-warni di lantainya, terlihat seorang perempuan yang bersemangat mengisi balon itu menggunakan udara dan melemparkannya ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kay untuk Azzam
General Fiction"Pulang, atau saya nikahin kamu sekarang juga." _Azzam ﹏ 。﹏ Azzam Afkara Syabil, laki-laki tampan berstatus sebagai Gus di sebuah pesantren ternama. Berawal dari pertemuan pertama dengan seorang gadis cantik di masjid, pertemuan pertama itu membuat...