39.

7.6K 224 115
                                    

"Arar"

"Siapa dia" tanya Kay dengan raut wajah yang bingung.

"Anak saya dan Dian" jawab Azzam pelan. Kay terdiam, matanya terus menatap wajah suaminya yang tengah menggendong bayi mereka.

"Ning Dian sudah melahirkan?" bibir Kay terasa kelu ketika menanyakan hal itu. Namun ia harus tau apa yang terjadi sebenarnya.

Kemudian Azzam mengangguk, "Dian melahirkan bayi prematur, dan bayi itu sekarang ada di dalam inkubator" jelas Azzam.

"Lalu? Selamat untuk kalian berdua" ucap Kay tersenyum tipis. Kay menyandarkan punggungnya di bantal yang telah disusun. Dan terdengar helaan nafas halus dari perempuan itu.

"Dian meninggal"

Deg.

Waktu seakan berhenti berdetak saat Azzam mengatakan kalimat barusan, Kay menatap Azzam tak percaya. Kepalanya menggeleng pelan seakan tak percaya.

"Dian meninggal saat melahirkan Arar, dan sekarang bayi itu hanya punya kita. Kamu bersedia kan untuk merawat Arar dan Aran bersama-sama" tatapan mata Azzam seperti memohon kepada Kay agar bersedia untuk merawat anaknya dan Ning Dian.

"Selama ini sudah cukup menyakitkan, Gus. Kamu mau menyiksa batin ku lagi dengan meminta ku untuk mau merawat anak itu?" balas Kay, ia tidak akan bisa hidup dalam bayang-bayang Ning Dian saat hasil cinta Gus Azzam dan Ning Dian harus ada dalam ruang lingkup keluarga nya yang sudah terbilang lengkap.

"Arar juga anak saya, dan kamu istriku. Itu berarti Arar adalah anakmu juga, Kay" jawab Azzam tetap berusaha untuk membujuk Kay.

"Umi Santi bisa merawatnya, kenapa harus aku?" ucap Kay, tatapannya begitu teduh begitu menatap wajah suaminya.

"Karena Arar adalah anak kita juga, saya ingin membesarkan anak-anak saya bersamamu"

Kay membuang muka ke arah lain tanpa menjawab ucapan Azzam.

"Kemarikan Aran, dia belum boleh digendong lama-lama" Kay menengadah kan tangannya ke arah Azzam untuk menyambut putranya tapi Azzam malah memundurkan langkahnya ke belakang.

"Saya akan memberikan Aran jika kamu mau menerima Arar"

"Tidak! Kembalikan Aran!" Kay beringsut turun dari kasur dan ingin merebut putranya tapi Azzam lebih dulu berjalan keluar dari sana.

"Gus!!" teriak Kay, kakinya terasa berat dan berpegang pada tiang infus sebelum dia ambruk karena tenaganya belum terkumpul sepenuhnya.

Kenapa Azzam bisa seperti ini padanya, demi tetap bisa merawat Arar laki-laki itu sampai berbuat nekat. Perasaan Kay menjadi campur aduk, kepalanya pening terasa mau pecah. Dia baru saja selesai bertaruh nyawa saat melahirkan anaknya, tetapi Azzam rela berbuat seperti ini padanya.

"Kay harus apa ya Allah" gumam Kay mengusap air matanya.

Bayangkan saja Kay belum lama berselang dari bersalin, namun sudah disuguhi dengan permasalahan besar.

Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, Kay mendorong tiang infus dan keluar dari ruangan sekaligus untuk menyeimbangkan langkahnya dengan berpegangan pada tiang infus.

Matanya melihat ke sekeliling koridor rumah sakit, banyak pasang mata yang melihat ke arahnya. Azzam benar-benar tidak terlihat membawa Aran kemana, setelah cukup lama mencari Azzam Kay merasa lelah dan mendudukkan dirinya di kursi tunggu.

Banyak suster yang berlalu lalang dan Kay baru sadar jika ia sekarang berada di depan ruangan bayi prematur, atau ruangan khusus bayi yang berada di dalam inkubator. Mata Kay menatap ke dalam, tubuhnya terasa bergerak ingin melihat bayi-bayi di dalam sana.

Di dalam ruangan, tenyata ada seorang suster yang baru saja selesai membersihkan tubuh salah satu bayi disana. Suster yang menyadari kedatangan Kay pun menoleh, suster itu tersenyum.

"Ibu mau liat anaknya yang ada disini ya?" tanya suster tersebut, Kay tanpa sadar mengangguk. Suster mempersilahkan Kay untuk masuk dan mencari sendiri bayi yang ingin Kay temui.

Tanpa menghabiskan waktu lama-lama Kay sudah mendapati bayi yang Azzam maksud tadi, di inkubator terdapat tulisan nama bayi serta orang tua mereka maka dari itu Kay lebih mudah mencarinya.

"Kenapa kamu harus hadir" gumam Kay.

Matanya menahan air mata mati-matian. Hatinya berdenyut sakit menatap wajah bayi ini yang terlihat begitu mirip dengan Azzam, suaminya.

"Kamu tidak bersalah, tapi kehadiran mu membuat ku berantakan" gumam Kay lagi, bedanya ia sudah tidak bisa menahan air matanya agar tidak jatuh.

Kay mengusap air matanya saat suster tadi berjalan ke arah nya, "Bayi atas nama Arar bisa pulang beberapa hari lagi" ucap sang suster diselingi senyuman ramahnya. Sedangkan Kay diam saja, ia seperti sedang bermimpi buruk.

"Ibu mau gendong?" tawar suster, Kay langsung menggelengkan kepalanya.

"Ibu bisa menggendongnya sebentar" ucap suster yang sudah mengeluarkan Arar dari inkubator.

"Tidak!" tegas Kay sembari mengalihkan pandangannya ke arah lain, suster yang bingung hanya mengangguk dan menaruh Arar ke tempat semula.

"Ibu bisa lihat bayinya lebih lama, saya permisi sebentar"

Kay mengangguk, suster pun keluar dari ruangan tersebut dan tinggallah Kay sendirian di sana. Kay tersenyum miris menatap nama ibu Arar yang sudah diganti namanya, suster itu pun sepertinya tidak tahu siapa Kay dan bayi ini.

"Kasihan sekali kamu, harus menanggung semua akibat dari kelakuan ibu mu" gumam Kay, menatap lekat wajah bayi tak bersalah itu.

"Kay?"

Perempuan itu menoleh, dilihatnya Azzam yang datang masih dengan menggendong Aran. Kay langsung mendekat dan mengambil alih bayinya dari gendongan Azzam.

"Kamu sudah berubah pikiran kan?
Kamu mau menerima Arar" Azzam tersenyum tipis melihat istrinya, sedangkan Kay hanya menatap Azzam dengan raut yang tak bisa diartikan.

"Anakku hanya Aran, tidak ada yang lain" tegas Kay.

"Kay, saya mohon" balas Azzam, alis tebalnya hampir menyatu dengan raut wajah yang sudah hampir pasrah.

"Cukup Gus! Aku tidak mau!" sentak Kay, yang sudah kehabisan kesabaran.

"Lihat wajah bayi ini Kay, kamu tega melihat nya harus kesusahan mencari makanan yang seharusnya dia makan" Azzam menunjuk ke arah Arar, namun Kay malah meneteskan air matanya.

"Aku tidak mau, Gus." Kay menggelengkan kepalanya pelan, bahkan pipinya sudah banjir air mata.

"Arar dan Aran adalah anakku, dan anakmu. Mereka sama-sama anak kita, mereka memiliki darah yang sama, lupakan jika Arar adalah anak Dian tapi anggaplah sebagai anakmu, anggap kamu yang telah melahirkannya" sergah Azzam panjang lebar.

"Kamu tidak akan tau rasanya menjadi seorang ibu! Mulutmu hanya bisa banyak bicara padahal kamu tidak tau bagaimana rasanya menjadi aku" bantah Kay, ia sudah tidak tahan dengan paksaan-paksaan dari Azzam.

"Saya mohon, Arar hanya punya kita" sahut Azzam lagi. Kay menghela nafasnya, mengontrol emosinya yang sudah memuncak bahkan nafasnya mulai memburu.

"Cukup! Berhenti paksa aku, jika kamu mau merawatnya silahkan! Tapi aku tidak bisa" final Kay kemudian berjalan keluar dari sana.

Sedangkan Azzam terdiam di tempatnya, matanya memandang sedih bayi mungil yang berada di dalam inkubator itu. Andai dulu ia tidak nekat melakukannya, mungkin bayi itu tidak ada sekarang dan bahkan menambah permasalahan pada keluarga kecilnya.




























TBC.

Maaf baru bisa up guys, sya lgi sibuk sama tugas sekolah.

50 vote sama 50 komen buat lanjut?

Bisa gak ya, kalo mau lanjut tembusin dulu target vote komen nya, oke?!

Byeee!

See you next part

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kay untuk Azzam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang