35. Yang Diincar

57 6 14
                                    

Seorang gadis menatap sendu ke arah pakaian yang disiapkan khusus oleh sang paman untuknya. Masa kebersaman bersama bibi dan sepupunya telah berakhir. Mulai makan malam ini hingga seterusnya, Eisha akan menghabiskan waktu bersama Ersyand. Membuat Eisha merasa sangat muak karena harus bersikap polos dan lugu.

"Nona, tuan sudah menunggu. Apa Nona membutuhkan bantuan?" ujar seorang pelayan yang ditugaskan untuk memanggil nona muda Evander.

"Ya. Bantu aku berdandan," sahut Eisha yang malas merias wajahnya demi menyenangkan hati pria tua bangka itu. "Masuklah. Aku ingin ganti baju dulu."

Dengan menahan kesal, nona muda Evander membawa pakaian kurang bahan tersebut ke kamar mandi. Lagi-lagi, ia merasa seperti gadis murahan. Gadis yang seperti mengobral diri kepada pria hidung belang. Jika bukan karena ingin mengungkapkan apa yang terjadi selama beberapa tahun terakhir, ia tak akan sudi menemui pria haus belaian itu.

"Nona, silakan!" ucap sang pelayan sedikit terkesiap ketika nona muda Evander muncul tiba-tiba dari balik pintu. Wanita muda itu sibuk mengagumi keindahan kamar kesayangan keluarga Evander ini. Kamar bernuansa merah jambu yang terlihat begitu cantik.

"Setelah mendandani aku, tolong ambil jubah atau kemeja. Aku akan jalan sendiri ke ruang makan," tutur Eisha saat pelayan hendak merias wajahnya yang selama ini jarang terpoles make up.

"Baik Nona."

Seusai didandani, Eisha melangkah gontai keluar kamar. Raut suram tercetak jelas di wajahnya. Ia mengabaikan keberadaan para bodyguard yang menundukkan kepala saat dilalui. Mereka semua tak berani memandang apalagi menyapa sang nona muda Evander. Jika tidak, maka mereka akan bernasib sama dengan Nicko. Pria yang akhirnya mendapat hukuman karena gagal menjaga diri untuk tidak bersentuhan dengan Eisha.

"Eca, kau cantik sekali!" puji Ersyand tersadar akan keberadaan keponakannya yang berdiri tak jauh dari meja makan. "Paman sudah menunggumu sejak tadi. Ayo, kita makan malam. Paman sendiri yang menyiapkan ini semua."

Eisha memejamkan mata sejenak. Ia sudah menduga sebelumnya. Setiap kali berkunjung ke sini, Ersyand akan merepotkan dirinya sendiri dengan memasak makanan kesukaan sang nona.

"Benarkah, Paman?" tanya Eisha berbinar.

Dalam sekejap, nona muda Evander mampu mengubah ekspresi wajahnya. Ersyand mengangguk singkat seraya merengkuh bahu Eisha dan menggiringnya ke meja makan. Lagi-lagi, Ersyand mendudukkan Eisha di atas pangkuan. Membuat raut wajahnya kembali suram.

"Ya! Tentu saja!"

Ersyand terus mengembangkan senyumnya. Pria itu membelai rambut sang keponakan dan mendaratkan kecupan singkat di pelipis kepala Eisha.

"Paman, Eca sudah lapar. Ayo cepat, kita makan," rengeknya mencoba menghentikan aksi Ersyand sebelum merambat kemana-mana.

"Baiklah," sahut Ersyand merasa gemas hingga mencium pipi kanan nona muda Evander.

Eisha menatap sendu makanan yang tersaji. Ia berdecak pelan saat seorang pelayan datang membawakan makanan khusus untuk pamannya. Karena Ersyand tak terlalu suka makanan khas indonesia.

Dengan ragu, Eisha mulai menikmati makanan yang disuguhkan. Ia berpasrah akan apa yang terjadi selanjutnya. Melihat keponakannya makan begitu lahap, membuat Ersyand tersenyum tipis.

"Sial! Tua bangka itu lagi-lagi mencampurkan obat tidur," umpat Eisha dalam hati.

Rasa kantuk sudah tak tertahan lagi. Perlahan, ia menyandarkan kepalanya di dada sang paman. Tak lama kemudian, sepasang mata indah itu tertutup sempurna. Membuat Ersyand langsung memberikan isyarat kepada tangan kanannya untuk mendekat.

EISHAYANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang