Tidak kenal

10.1K 314 0
                                    

Pagi telah menyapa dengan dibiasi embun membasahi rumput. Aroma sejuk seperti inilah yang Adis sukai.

Setiap kali bangun tidur dengan di suguhi pemandangan hijau dari beberapa tanaman yang tumbuh di halaman rumahnya menjadi pemandangan segar saat di pandang. Itu semua berkat sang nenek yang tidak pernah lupa menyiram dan merawat berbagai jenis bunga di pot-pot yang tidak terlalu besar.

Tumbuh menjadi yatim piatu sejak umur 13 tahun, tidak harus membuat Adis mengeluh dengan keadaan yang ada. Meski hidup dalam kesederhanaan asalkan dirinya masih punya keluarga. Meski hanya memiliki nenek, baginya itu lebih dari cukup. Ia tidak pernah minta yang muluk-muluk. Satu yang ia pinta, semoga neneknya diberi umur panjang untuk menemani dirinya hidup di dunia ini.

"Sini Nek, biar Adis yang nyapu." Adis mendekat setelah menghirup udara segar lalu mengambil alih sapu lidi dari tangan wanita tua itu.

"Biar nenek saja, kamu lebih baik olahraga." Berusaha meraih gagang sapu yang sudah berada di tangan kanan Adis. Namun cucunya itu langsung menjauh.

"Ini juga udah olahraga Nek. Nenek jangan capek-capek, tadi kan udah masak juga."

Tidak tega rasanya melihat wanita sepuh itu masih giat membersihkan rumah walau sudah ia larang.

"Ini cuma pekerjaan ringan, Nak. Yang harus banyak istirahat kan kamu. Dari pagi sampai malam masih bekerja."

"Bekerja sudah kewajiban Adis kok, Nek." Ucapnya sambil mengumpulkan rontokan daun kering ke tempat sampah.

Meski lelah, tapi senyum ceria selalu Adis tampakkan di depan nenek. Walau pernah bercita-cita ingin bekerja kantoran namun apa daya, masalah biaya menjadi kendalanya. Daripada menjadi beban pikiran, lebih baik ia segera bekerja setelah lulus sekolah. Dan betapa bersyukurnya ia, begitu mendaftar langsung diterima kerja.

🍁🍁🍁

Di jam makan siang seperti ini, restoran memang sedang ramainya. Adis dan pegawai lainnya hilir mudik mencatat dan membawa menu makanan. Hingga tak sengaja pandangannya tertuju pada sosok yang sangat ia kenali.

Adis melangkah mendekat dengan mata berbinar, raut wajah senangnya tidak bisa dibohongi. Selama ia bekerja, bisa di hitung dengan jari berapa kali lelaki itu makan di sini.

"Selamat datang Kak Arshan. Mau pesan apa nih?" Tanyanya dengan seulas senyum ramah. Dan siap mencatat yang akan Arshan pesan ketika lelaki itu melihat buku menu.

"Kamu kenal Shan?" Seorang laki-laki seumuran Arshan bertanya. Sedikit terkejut sebenarnya, dia yang mengajak Arshan makan. Tapi salah satu pegawai di resto ini mengenali sahabatnya.

"Tidak!" Jawab Arshan tegas begitu tahu Adis yang menghampirinya.

Mendengar itu, Adis langsung menunduk. Senyum yang tadinya terpatri di bibirnya seketika memudar. Segitu tidak sudinya Arshan mengaku jika mengenalnya.

"Serius. Tapi dia tahu nama kamu lho, Shan?" Sambil menatap Adis dan Arshan secara bergantian.

"Memang aku tidak mengenalnya." Sahut Arshan cuek. Tidak menatap Adis walau sejenak. Tanpa tahu betapa sakit hatinya gadis itu.

Laki-laki yang duduk di depan Arshan merasa tidak enak hati. Apalagi melihat kegetiran dibalik senyum Adis.

"Saya pesan ayam bakar sama air putih. Kamu pesen apa, Kal?" Arshan tidak ingin temannya itu terlalu banyak bertanya. Untuk itu ia segera menyebutkan pesanannya.

Adis kemudian mencatat dengan tangan bergetar, berusaha menahan gejolak sesak di dada.

"Sama dengan pesanan Arshan ya Mbak. Tapi minumnya jus alpukat." Jawab Haikal.

BATASAN CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang