"Sudah cantik aja cucu nenek. Mau ke mana, Nak?" Nenek yang sedang menonton sebuah berita langsung bertanya ketika Adis keluar dari kamar dengan pakaian rapi.
"Mau pergi ke pasar malam, Nek."
"Sama Sinta?"
"Bukan, sama Aji."
"Tumben nggak sama Sinta?"
"Sengaja pengen berdua aja sama Aji."
"Nanti kalau Sinta ke sini gimana?" Sahabat cucunya itu tidak pernah absen mengunjungi rumahnya setiap hari, kecuali kalau benar-benar tidak bisa datang.
"Adis bilangnya hari ini kerja, jadi nggak mungkin Sinta ke sini."
"Kamu bohong?" Nenek terhenyak.
Adis menyengir lebar. "Iya Nek. Biar Sinta nggak kemari terus."
"Kamu ini." Nenek geleng-geleng kepala.
Di depan, Aji sudah datang sambil mengucap salam. Pintu depan sudah terbuka lebar memudahkan lelaki itu untuk masuk setelah salamnya mendapat jawaban.
"Jalan sekarang?" Tanya Aji setelah menyalami tangan nenek.
"Iya, biar pulangnya nanti nggak kemaleman." Angguk Adis kemudian berpamitan kepada nenek.
Di saat Aji menstarter motor maticnya. Sebuah mobil berhenti di depan mereka. Sinta turun dengan tergesa-gesa. Adis dan Aji dibuat kaget dengan kedatangan tiba-tiba temannya itu.
"Bagus ya, kalian!!" Sembur Sinta dengan berkacak pinggang. Siap memarahi kedua temannya yang berani-beraninya membohonginya.
Adis dan Aji nampak gelagapan, mereka ketahuan juga. Bahkan Adis langsung turun dari motor. Sementara Aji, tidak jadi menyalakan mesin akibat delikan mata Sinta yang membuat nyali Aji menciut.
"Kamu, kenapa ada di sini, Sin?" Adis berusaha setenang mungkin saat bertanya.
"Kenapa, nggak boleh!" Tanya Sinta garang.
"Eng-ngak gitu. Cuma tanya aja." Jelas Adis dengan kikuk.
"Mau ke mana kalian!" Kedua mata Sinta menajam. Tangannya sekarang terlipat di atas perut. Seperti hakim tengah menyidang terdakwa yang bersalah.
Adis menyenggol bahu Aji agar lelaki itu membantunya menjawab. Yang ada Aji justru diam membuat Adis sedikit kesal.
"Jawab! Kalian mau ke mana?" Sinta bertanya lagi dengan nada menuntut.
"Mau ke pasar malam." Jawab Adis pelan.
"Tanpa ngajak gue?!" Garangnya lagi.
"Iya." Angguk Adis, kemudian tersenyum tipis.
"Benar-benar ya kalian."
Arshan hanya melihat ketiga orang itu dari dalam mobil tanpa repot-repot turun. Ia menggeleng pelan saat Sinta marah-marah kerena di bohongi kedua temannya.
Sebelum ke sini, adiknya itu mengajaknya ke restoran tempat Adis bekerja. Begitu sampai di sana, dua orang itu ternyata libur. Mereka tidak bekerja. Jika saja Sinta tidak bertanya pada salah satu pegawai, mungkin mereka akan bertahan lama tanpa tahu apapun. Dan sekarang ketika mereka sampai, ia melihat Adis dan Aji sepertinya hendak pergi.
"Ini pasti karena elo, kan?" Sinta menunjuk Aji. Dan tebakannya sangat tepat karena Adis mengangguk membenarkan.
"Udah gue duga, lo yang jadi biang kerok. Nih, rasakan."
Sinta maju dan langsung memukuli tubuh Aji. Mengeluarkan kekesalannya yang tadinya masih terpendam.
"Aduh, aduh, sakit Sinta.. elo apa-apaan sih." Aji berusaha menyingkirkan tangan Sinta yang begitu brutal memukul pundaknya. Memukulinya tanpa ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATASAN CINTA
RomanceKenapa kau takut untuk menatap mataku. Bukankah kau yang mengendalikan hati. Cinta memang hal buruk, kau mengakuinya. Aku menyadari rasa yang kutemukan pada cinta, sangat sulit untuk membuat hatiku mengerti. Dimana cinta akan terjadi, terjadi apabil...