Pengakuan

6.1K 203 0
                                    

"Tadi Sinta telpon kamu, Nak." Ucap nenek begitu Adis sudah bangun tidur. Demamnya nampak berkurang.

"Kapan Nek?" Tanya Adis setelah meneguk separuh teh hangatnya.

"Tadi pagi. Dia juga nyuruh nenek biar kamu pulang kerjanya tidak naik ojek lagi. Tapi pulang sama, Nak Aji." Sambil mengulurkan piring berisi makanan lengkap dengan sayuran.

Adis hanya tersenyum sambil menyuap nasi ke mulutnya. Pasti tadi pagi sahabatnya itu mengomel tidak jelas.

"Terus nenek bilang apa?"

"Ya, nenek bilang iya. Sinta juga mau ke sini sepulang kerja. Nenek tadi juga sudah nelpon Nak Aji, suruh izinin jika kamu tidak bisa masuk kerja."

"Ah, iya. Adis sampai lupa." Adis menepuk pelan keningnya. "Untung nenek gercep langsung telpon Aji."

"Nak Aji awalnya kaget waktu nenek kasih tahu kamu sakit."

"Sebenarnya kemarin Aji udah siap ngantar Adis pulang, tapi Adis tolak karena nggak enak."

"Nggak enak kenapa?"

"Hehe, sungkan Nek."

"Tapi nenek setuju sama perkataan Sinta. Kamu jangan naik ojek lagi. Nenek lebih tenang kalau kamu pulang sama Nak Aji. Ya?" Pinta nenek, mengelus pelan kening Adis.

"Iya, Adis turuti permintaan Nenek dan Sinta." Angguknya.

                              🍁🍁🍁

Haikal memasuki ruang kerja Arshan ketika makan siang telah tiba.

"Shan, makan siang di restoran kemarin yuk." Ajaknya sambil mendaratkan tubuhnya di sofa. Kemudian menyandarkan punggungnya akibat terlalu lama duduk menekuni pekerjaan.

Arshan yang masih sibuk dengan beberapa tumpukan berkas di atas meja hanya menoleh sekilas. Sahabatnya itu tidak ada sopan santun saat masuk ke ruangannya. Main masuk seenak hati tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.

"Males." Jawab Arshan singkat. Ia tahu, Haikal ada niat terselubung ketika mengajak makan di tempat tersebut.

"Nggak laper kamu?" Tanya Haikal.

"Lapar, tapi tidak makan di restoran itu."

Haikal menegakkan tubuhnya. "Di situ aja Shan, nanti aku bisa ketemu sama dia?"

"Segitu sukanya kamu sama anak itu." Arshan geleng-geleng kepala tidak habis pikir.

"Usaha Shan, siapa tahu kan?" Haikal menaik turunkan alis dengan wajah tengil.

"Terlalu percaya diri sekali." Arshan beranjak dari kursinya setelah menutup sebuah map bewarna biru. Lalu meraih ponsel dan kunci mobil di depannya.

"Eh, jadi kan, kita makan di sana?" Haikal segera menjajari langkah Arshan.

"Hem."

Haikal langsung bersorak girang. Tidak tahu saja kalau gadis yang ia incar tidak masuk kerja. Sengaja Arshan tidak memberitahu jika Adis sedang sakit. Biarkan saja temannya itu tidak dapat berjumpa dengan gadis incarannya.

Begitu memasuki restoran tempat Adis bekerja. Haikal langsung mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Adis.

"Ke mana dia, nggak kelihatan sama sekali?" Gumam Haikal. Seperti biasa, tempat makan itu selalu ramai. Harusnya Adis sibuk melayani pengunjung yang datang.

Arshan tetap bungkam tidak memberitahu yang sebenarnya.

Pramusaji perempuan menghampiri mereka. Arshan segera memilih menu yang ia inginkan, sedangkan Haikal masih sibuk tolah-toleh. Karena tidak ingin pramusaji menunggu terlalu lama, Arshan menyuruh untuk menyamakan dengan pesanannya.

BATASAN CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang