Hanya pengganggu

7.6K 290 0
                                    

"Kakak tidak peduli." Jawab Arshan.

"Kakak keterlaluan. Aku marah sama Kakak." Sinta membuang muka ke arah jendela.

Adis tidak berani menyela. Ia cukup takut dengan kemarahan laki-laki di depannya. Yang ia lakukan hanya lah menunduk dalam-dalam ketika Arshan menatapnya di balik kaca spion.

Suasana di dalam mobil menjadi hening. Sinta yang biasanya cerewet, sekarang mengunci mulutnya rapat-rapat. Hingga tak terasa mereka telah sampai di rumah Adis.

"Turun lah." Ucap Arshan dingin agar Adis segera keluar dari mobilnya.

"Eh, iya."

Adis tersentak dan langsung keluar setelah mengucapkan terima kasih. Sinta yang merasa tidak enak hati meminta maaf atas sikap Kakaknya.

"Nenek!" Adis kaget mendapati nenek berdiri di teras dengan wajah gelisah.

"Kenapa baru pulang, Nak?" Tanyanya.

Adis mengibas pakaiannya yang sedikit basah.

"Maaf Nek, tadi Adis neduh dulu. Ojek yang Adis tumpangi nggak berani nerobos hujan. Ponsel Adis juga kehabisan daya. Untung aja Sinta lihat Adis, terus ngasih tumpangan." Adis memberi alasan kenapa ia pulang terlambat.

Nenek menarik napas lega, bersyukur karena cucunya tidak kenapa-napa.

"Ya sudah tidak papa, tapi lain kali hape jangan sampai mati, ya. Nenek khawatir sekali kamu nggak bisa nenek hubungi." Ungkap nenek sambil menuntun Adis masuk ke dalam.

"Maafin Adis udah bikin nenek cemas." Adis hendak memeluk nenek tapi nenek langsung menahannya.

"Sudah, tidak apa-apa. Sekarang kamu mandi sana. Nenek sudah siapin air hangat."

Adis segera membersihkan tubuhnya. Jarum jam mengarah di pukul sepuluh lebih sebelas menit. Harusnya jam setengah sepuluh ia sudah berada di rumah. Namun karena terjebak hujan, ia pulang larut. Akibat ceroboh karena lupa mengcharger ponsel, alhasil nenek sampai menunggunya tanpa kabar.

"Sini, nenek sudah buatkan kamu teh hangat." Ucapnya ketika Adis sudah keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah lengkap dan handuk kecil yang menutupi rambut basahnya.

"Makasih Nek." Sebuah kecupan singkat Adis bubuhkan di pipi kiri nenek membuat wanita tua itu tersenyum.

"Biar nenek saja yang gosok rambutmu."

Dengan senang hati Adis membiarkan nenek mengeringkan rambutnya. Lelahnya berasa hilang saat merasakan kasih sayang dari wanita yang di sayanginya.

"Mau makan?" Tanya nenek.

Adis menggeleng. "Nggak usah, Adis udah kenyang."

"Tumben, biasanya hujan-hujan begini kamu sukanya lapar." Nenek sedikit heran.

"Minum teh hangat udah buat Adis kenyang kok Nek." Alibinya.

Padahal ia tidak nafsu makan karena masih terngiang-ngiang perkataan Arshan. Cinta memang luar biasa dampaknya. Meski sangat jelas Arshan membencinya, Adis tetap menyukainya. Berkali-kali hatinya sakit namun tetap saja kalah oleh perasaan sukanya.

                                       🍁

"Kamu masih marah sama Kakak?" Tanya Arshan saat Sinta akan masuk kamar.

"Iya." Sinta menjawab dengan ketus.

Arshan menghela napas kasar. "Kamu pikir Kakak tidak punya kerjaan apa, sampai harus mengantar dia pulang segala. Pekerjaan Kakak cukup banyak. Kamu harusnya tahu."

Arshan memberi pengertian kepada adik satu-satunya itu.

"Tapi kan nggak ada salahnya membantu. Kakak kenal Adis juga udah lama. Tujuh tahun malah!" Tekan Sinta.

Tujuh buah jemarinya ia sudutkan di depan wajah Arshan. Menunjukkan berapa lama Adis sudah tidak asing lagi bagi keluarganya. Mama dan Papanya juga sangat menyayangi Adis. Sementara Kakaknya ini tidak ada ramahnya sama sekali tiap kali Adis datang ke rumah. Hanya wajah datar yang Arshan tampakkan, padahal Adis tidak pernah membuat kesalahan apapun.

"Kakak tetap menolaknya!" Setelah mengatakan itu Arshan berlalu ke kamarnya meninggalkan Sinta yang menahan diri agar tidak sampai keluar kata-kata kasar.

"Nyebelin." Sinta menghentak kaki kesal dan membuka pintu.

Arshan meletakkan ponsel dan kunci mobil di atas nakas. Tubuh tegapnya ia hempaskan ke atas ranjang empuknya. Kepalanya menjadi pening dengan keinginan Sinta.

"Gadis meresahkan." Gumamnya.

Ya, Arshan tahu jika Adis menyukainya bahkan dengan terang-terangan pernah mengatakan sendiri jika jatuh cinta padanya. Semua wanita cantik di luar sana saja yang ingin menjadi kekasihnya ia tolak, apalagi Adis yang menurutnya hanya gadis biasa saja. Bukan karena ia tidak suka wanita, hanya saja sampai saat ini ia belum menemukan wanita yang benar-benar menggetarkan hatinya.

                         

.

.

.

BATASAN CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang