Butuh pengorbanan

4.9K 143 0
                                    

"Gimana keadaannya Adis sayang, apa sudah sembuh?" Bu Brata bertanya kepada Sinta sambil mengisi piring Pak Brata.

"Udah sembuh Ma, kan Adis cewek kuat." Jawab Sinta dan melirik Arshan.

"Syukur, jika sudah." Bu Brata mengangguk-angguk. "Kamu juga harusnya bisa contoh Adis, dong?" Imbuhnya.

"Maksudnya?" Sendok makan menggantung di depan mulutnya. Mencerna perkataan sang Mama.

"Kapan kamu belajar masak. Biar kami ini bisa icip masakan kamu. Nanti kalau kamu sudah punya suami, kamu sudah bisa mengurus dapur."

"Aku nikah juga masih lama, Ma. Kak Arshan tuh, udah waktunya nikah." Sinta menoleh ke samping kiri di mana Arshan duduk di sampingnya.

"Memangnya Kakakmu sudah punya pacar?" Tanya Bu Brata.

"Jangan tanya aku, Ma. Tanya ke orangnya aja."

Semua mata kini mengarah pada laki-laki tampan yang nampak santai makan tanpa terganggu dengan lirikan mata dari orang di sampingnya.

"Bagaimana, Shan. Apa kamu sudah punya kekasih?" Kali ini Pak Brata yang bertanya. Pria yang nampak berwibawa itu juga penasaran dengan asmara anak sulungnya. Selama ini dia tidak pernah mendengar atau melihat Arshan dekat dengan wanita.

"Belum Pa." Jawab Arshan singkat.

"Umur kamu kan sudah tiga puluh tahun. Masa kamu tidak tertarik pacaran?" Sahut Bu Brata.

"Padahal ya Ma, banyak banget wanita-wanita di luaran sana yang suka sama Kakak. Tapi semuanya di tolak mentah-mentah." Cibir Sinta.

"Kenapa?" Tanya Pak Brata.

"Belum sreg saja."

"Jangan pekerjaan terus yang kamu urusi. Cari pendamping hidup juga penting." Ucap Bu Brata.

Wanita paruh baya itu takut anaknya tidak tertarik dengan lawan jenis. Dari Arshan masuk sekolah menengah atas sampai sekarang ini, Arshan belum pernah mengenalkan seorang gadis padanya. Padahal ia berharap Arshan segera menikah lalu ia mempunyai cucu yang sangat lucu. Seperti teman-teman arisannya yang selalu membahas kegiatan mereka tentang tingkah lucu cucu-cucu mereka.

"Atau mau Papa kenalkan dengan anak kolega Papa. Kebetulan kolega Papa itu tertarik dengan kamu."

"Siapa Pa?" Tanya Bu Brata antusias.

"Pak Wirya. Putrinya seumuran Sinta." Jelas pria parlente itu.

"Oh tidak!!" Jerit Sinta dalam hati. Semoga kakaknya menolak. Ia tidak mau wanita lain bersanding dengan Arshan. Ia tidak rela. Apalagi Papanya sampai turun tangan dengan mengenalkan anak dari koleganya.

"Bagaimana?" Tanya Pak Brata lagi sambil mengelap mulutnya dengan kain setelah menyelesaikan sarapannya.

"Jangan diterima, jangan diterima. Tolak aja Kak.." Harap Sinta dalam hati. Harusnya tidak seperti ini skenarionya.

"Maaf, tapi aku masih mampu cari sendiri." Jawab laki-laki itu tanpa memandang siapa-siapa. Tangannya menekuni makanan di piring yang hanya tinggal sesuap.

"Syukurlah." Gumam Sinta pelan sambil mengelus dada. Ia sudah ketar-ketir tadi.

"Perkenalan dulu lah sayang. Jangan asal main tolak. Mama juga tahu kok putrinya Pak Wirya itu. Sepertinya anaknya baik, cantik lagi."

"Aku sudah selesai. Permisi." Arshan langsung bangkit dari duduknya. Terpaksa meninggalkan meja makan yang baginya menjengahkan. Pagi-pagi moodnya harus buruk.

"Arshan, Mama belum selesai bicara!!" Teriak Bu Brata.

"Udah, Ma. Jangan desak Kak Arshan. Biar Kak Arshan cari sendiri wanita pilihannya."

BATASAN CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang