Jangan jadi penghalang

4.9K 141 0
                                    

Adis mengerutkan kening saat Arshan mengikutinya. "Sin, kakakmu ngikutin kita."

"Udah biarin aja." Jawab Sinta santai.

"Tapi aku yang nggak suka Sin." Keluh Adis dalam hati. Rasa kecewanya masih belum pudar terhadap laki-laki itu.

Setelah Arshan memarkir mobilnya. Ia segera keluar dan menghampiri Sinta yang mengantri di depan penjual kebab.

"Tambah tiga lagi." Ucapnya.

Sinta membalik badan. "Buat siapa, banyak banget?"

"Sudah jangan banyak tanya, kamu beli saja."

Meski sedikit curiga tapi Sinta tidak bertanya lagi. "Mana uangnya." Lalu menadahkan tangan kanannya.

"Pakai uangmu dulu nanti Kakak ganti." Jawab Arshan, setelah itu mendekati Adis yang duduk di salah satu kursi yang sudah di sediakan.

Karena tidak kabagian kursi, Arshan hanya bisa berdiri. Tiga gadis yang duduk tidak jauh dari Adis menyempatkan melirik Arshan dan saling berbisik. Sepertinya mereka mengagumi ketampanan Arshan.

Adis menghembus napas sesaat. Kupingnya terasa panas mendengar bisikan mereka. Ia juga heran, kenapa Arshan harus berdiri di sampingnya. Tempat lain juga masih ada. Sepertinya Arshan memang sengaja. Adis memutuskan beranjak dari duduknya.

"Mau ke mana?" Suara berat Arshan membuat ketiga gadis remaja tersebut menjerit tertahan sambil menutup mulut, mungkin mereka tidak ingin ketahuan.

"Dis, saya tanya kamu?" Arshan mencoba meraih tangan Adis saat Adis memilih mengunci mulut.

Tidak ingin menjadi pusat perhatian. Adis segera melepas tangan Arshan tapi Arshan masih memertahankan tangannya.

"Lepas Kak, malu." Pelan suara Adis.

"Jawab saya dulu, kamu mau ke mana?" Ulangnya.

"Mau beli minum." Adis menunjuk sebuah minimarket di seberang jalan.

"Biar saya yang beli. Kamu tunggu di sini."

"Aku bisa sendiri!" Tolak Adis cepat.

"Kendaraan yang lewat banyak. Saya tidak yakin kamu bisa nyebrang."

Adis memberi lirikan tidak suka. Sepertinya Arshan meremehkannya.

"Kata siapa aku nggak bisa nyebrang. Udah biasa aku ke tempat itu." Adis menjawab dengan ketus lalu meninggalkan Arshan.

Sebelum menyebrang jalan, Adis menoleh kanan kiri. Merasa jalannya sudah lengang, ia memutuskan untuk menyebrang. Namun baru melangkahkan kaki, sebuah tangan kekar menariknya. Berbarengan dengan pekikan keras dari Sinta dan beberapa orang di sekitar.

"Saya tadi bilang apa!" Arshan menyentak marah. Andai ia tidak sigap mungkin gadis di depannya itu sudah menjadi korban.

Adis berdiri kaku, berusaha meredakan detak jantungnya yang berdebar tidak beraturan karena kejadian barusan. Hampir saja tubuhnya disrempet motor yang melaju kencang kalau saja Arshan tidak bergerak cepat menariknya ke pinggir.

"Ta..di..." Ucapnya terbata.

"Ya ampun Dis, lo nggak papa kan? Apa ada yang sakit?" Sinta bertanya dengan panik sambil mengecek setiap inci tubuh Adis. Takutnya ada yang lecet.

"Nggak papa." Adis menjawab dengan suara bergetar. Menormalkan rasa terkejutnya.

"Lo mau beli apa sih ke minimarket segala?" Kesal Sinta.

"Mau beli minum." Jawab Adis pelan.

"Dis Dis, lo hampir buat gue jantungan tahu nggak! Untung Kak Arshan gercep narik lo. Kalo nggak, nggak kebayang gue. Pengendaranya juga, udah kayak di arena balap aja bawa motornya." Sinta ngedumel namun ia sedikit lega.

BATASAN CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang