Dibalik pintu, nenek mendengar semuanya. Mata tuanya ikut berkaca-kaca. Laki-laki yang disukai cucunya selama ini ternyata Arshan. Tidak salah jika Adis menaruh perasaan terhadap Arshan. Selain tampan, Arshan juga dewasa. Tapi melihat status sosial mereka, cucunya itu harus bisa menghilangkan perasaannya.
"Nak!" Panggil nenek.
Adis yang termenung setelah kepergian Cindi beberapa menit yang lalu menoleh saat nenek sudah duduk di sampingnya.
"Tidak salah kamu menyukainya. Tapi kamu harus tahu batasan. Kamu siapa dan Arshan siapa. Kita berbeda dengan mereka, jarak status kita juga sangat jauh." Ucap nenek.
"Nenek dengar?" Tanya Adis pelan.
"Nenek mendengar semuanya."
"Adis sudah menjauhi Kak Arshan, Nek. Tapi Kak Arshan sendiri yang mendekati Adis. Kenapa di sini Adis yang disalahkan." Ucap Adis lirih. Seolah dirinya adalah perusak hubungan orang lain.
"Cinta segitiga memang seperti itu. Harus ada yang mengalah dari salah satunya. Mengalah bukan berarti kita kalah, tapi untuk kebaikan kita. Sudah, jangan bersedih lagi." Nenek menepuk bahu Adis memberi kekuatan.
Adis mengangguk meski hatinya tersayat perih, tuduhan yang tidak beralasan dari Cindi cukup mampu mengguncang jiwanya. Kalimat demi kalimat itu masih terngiang-ngiang di benaknya.
"Kamu belum sarapan, kan. Sarapan sana."
"Adis lagi nggak napsu makan Nek." Gelengnya. Jangankan makan untuk berangkat kerja nanti saja ia benar-benar malas.
"Jangan begitu, perut kamu harus segera kamu isi. Masalah ini jangan dipikir terlalu dalam. Anggap saja angin lewat." Hibur nenek.
Adis tersenyum. "Bisa aja kata-kata nenek."
🍁🍁🍁
Panas matahari sangat terik di atas kepala. Beruntung yang bekerja di ruangan berAC karena tidak merasakan gerah yang berlebihan. Seperti yang dilakukan Arshan, jam makan siang sudah lewat sepuluh menit yang lalu tapi lelaki itu belum beranjak dari kursi kebesarannya. Masih berkutat dengan laptop di depannya. Hingga ketukan pintu membuyarkan konsentrasinya.
"Nggak makan siang Kak?" Sinta masuk setelah mendapat sahutan dari Arshan.
"Kerjaan Kakak masih banyak. Tumben kamu ke sini?"
"Mau ngajak Kakak makan siang bareng." Jawab Sinta.
"Biasanya kamu makan siang sama teman divisimu."
"Bosen sama mereka mulu. Sesekali sama Kakak dong." Sinta berdiri di samping Arshan dan melirik apa yang Arshan kerjakan.
"Kelamaan kamu kalau nunggu Kakak. Mending kamu makan siang sendiri di kantin kantor."
"Kerja kan bisa ditunda Kak. Kalo nggak makan, nanti energi yang kita dapat dari mana coba kalo bukan dari makanan. Tubuh juga ada lelahnya. Jangan terlalu tekun-tekun deh bekerja, duit udah banyak juga." Cerocos Sinta.
"Cerewetmu ini ngalah-ngalahin Mama." Ucap Arshan.
"Sebagai adik yang baik, nggak ada salahnya ya ngingetin. Emang Kakak kerja keras gini buat siapa sih? Istri juga belum punya." Cibir Sinta.
"Kata siapa belum punya. Kakak sudah ada calon, tinggal mengenalkan ke Mama Papa."
"Eh, serius!" Mata Sinta langsung melotot saking tidak percayanya.
"Hm." Angguk Arshan.
"Siapa? Adis kah?" Tebaknya. Semoga dugaannya tidak salah.
Arshan tersenyum tipis lalu menjawab. "Ya, dia orangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
BATASAN CINTA
RomanceKenapa kau takut untuk menatap mataku. Bukankah kau yang mengendalikan hati. Cinta memang hal buruk, kau mengakuinya. Aku menyadari rasa yang kutemukan pada cinta, sangat sulit untuk membuat hatiku mengerti. Dimana cinta akan terjadi, terjadi apabil...