Tanggung jawab

7K 172 0
                                    

Lelah menumpahkan tangisnya, Adis tertidur di pelukan Arshan. Itu karena belum ada setengah hari, ia sudah menangis sampai dua kali.

"Dis." Arshan mengendurkan pelukannya untuk melihat Adis yang tiba-tiba diam. Ia tersenyum tipis, rupanya gadis yang ia dekap telah terlelap tidur.

Dengan pelan Arshan mengangkat tubuh Adis. Membawanya masuk ke dalam. Di depannya Sinta berdiri dengan pandangan mengintimidasi sambil berkacak pinggang.

"Aku butuh penjelasan." Ucapnya tajam.

"Nanti Kakak jelasin. Tapi kamu minggir dulu, jangan halangi langkah Kakak." Jawab Arshan. Ia sudah menebak pasti adiknya itu akan bertanya.

Sinta menggeser badan, memberi Arshan jalan yang akan membawa Adis ke kamar. Nenek membuka pintu kamar Adis tanpa bicara apapun.

Dibaringkan dengan hati-hati tubuh itu ke atas ranjang tak lupa selimut juga Arshan balut hingga sebatas dada.

"Ayo keluar." Ajak Sinta yang berdiri di belakang Arshan.

Laki-laki itu mengangguk. Tapi sebelum keluar pandangannya tak sengaja melihat bunga di atas meja.

"Ayo." Sinta menarik tangan Arshan cepat. Sinta sudah tidak sabar mengenai kejadian yang terjadi antara Adis dan kakaknya.

Teras menjadi pilihan Sinta untuk mendengar semua cerita Arshan.

"Jadi?" Sinta memulai pertanyaan bahkan tubuhnya ia miringkan ke arah kakaknya.

"Cindi menampar Adis." Dengan helaan nafas Arshan menjawab.

"WHATT!!" Sinta memekik keras, tapi dengan cepat ia bungkam mulutnya dengan kedua tangan. Takut di dengar nenek di dalam.

"Gimana bisa?" Tanya Sinta menuntut.

"Semua ini salah Kakak." Ucap Arshan pelan setelah menceritakan yang terjadi semalam.

Sinta mengepalkan kedua tangannya. Giginya saling gemelatuk menahan amarah.

"Gadis gila!! Perlu dikasih pelajaran tuh anak. Udah dua kali dia buat Adis nangis. Bakal gue bales dia!"

Sinta tidak akan tinggal diam. Cindi harus mendapat balasan. Ia tidak terima Adis mendapat perlakuan kasar dari Cindi untuk kedua kalinya. Yang pertama ia diam saja tapi untuk sekarang, tidak akan ia biarkan begitu saja.

"Tidak perlu."

Sinta langsung menolehkan kepala.

"Tidak perlu apa! Ini semua gara-gara Kakak. Kalo aja Kakak tegas dikit, nggak bakal kejadian kayak gini. Sekarang lihat, Adis kan yang jadi korban!" Berang Sinta. Enak sekali Arshan bicara seperti itu.

"Cindi sudah Kakak tegur."

"O ya. Tegur seperti apa?" Tatapan Sinta sinis.

"Dengan sebuah ancaman." Jawab Arshan dingin.

"Kakak yakin Cindi nggak bakal ganggu Adis lagi?"

"Yakin. Kamu jangan meragukan Kakak."

Melihat tatapan datar Arshan saat mengatakan memberi Cindi ancaman membuat Sinta percaya. Kakaknya itu orangnya tidak main-main.

"Terus gimana sama Adis. Cindi pake bawa-bawa kedua orangtua kita lagi." Sinta kesal karena kedua orangtuanya adalah kelemahan Adis.

"Kakak akan tetap meyakinkan Adis jika Mama dan Papa tidak mempermasalahkan."

"Oh, Ya Tuhan.. kenapa gini banget sih." Sinta merutuk kesal. Harusnya rencana Arshan berhasil tapi karena ulah Cindi, semua hancur total.

🍁🍁🍁

BATASAN CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang