Ungkapan hati

6.4K 185 0
                                    

"Kenapa tidak bilang jika kemarin Cindi menemuimu?"

Meski nenek meminta agar menjauhi Adis, Arshan tetap menolak. Baginya, Adis sangat berarti. Ia tidak ingin kebodohannya terulang kembali.

"Tahu dari mana?" Adis memutar kepalanya yang semula memandang keluar jendela.

"Dari nenek." Jawab Arshan dingin. "Kenapa kamu nggak bilang?" Ulangnya lagi.

"Nggak penting juga bagiku." Jawab Adis cuek sembari membuang muka.

"Tapi bagi saya penting Dis!" Tekan Arshan. "Gara-gara Cindi kamu jauhi saya." Ucapnya tidak terima.

"Memang harusnya aku jauhi Kak Arshan kan?"

Mobil Arshan berhenti ketika lampu merah menyala. Arshan memiringkan tubuhnya, tangannya meraih tangan kanan Adis. Menggenggamnya lembut.

"Tapi saya tidak memberimu izin buat jauhi saya."

"Alasannya apa?" Mengerut kening Adis dan mencoba melepaskan tangannya.

"Karena saya suka dan cinta sama kamu." Jawab Arshan jujur. Terlebih lagi ketika ia mendengar Sinta dan Aji berniat mencarikan Adis pacar membuat hatinya meradang sekaligus tidak terima.

Adis mencerna jawaban Arshan barusan.

Cinta?

"Secepat itu?" Jantung Adis berdetak tidak karuan tapi ia berusaha tenang.

"Maaf, karena saya baru menyadarinya." Ada sesal di wajah tegas itu.

Tin.. tin..
Bunyi klakson di belakang mobil Arshan membuyarkan tatapan mata mereka yang semula saling beradu pandang dalam. Arshan kembali melajukan mobilnya sebelum klakson di belakang kembali berbunyi.

"Pasti kamu penasaran sejak kapan saya mulai merasakan hal itu." Arshan menoleh sekilas.

"S-sejak kapan?" Adis tak kuasa menahan pertanyaan.

"Sejak kamu mengabaikan saya di pasar malam."

Adis mengerjap beberapa kali. Kejadian itu kan sudah tiga minggu yang lalu.

"Yang dibagian apa aku mengabaikan?" Adis tidak ingat karena banyak hal yang ia lakukan saat di pasar malam waktu itu.

"Kamu nolak boneka dari saya. Kamu juga tidak mau pulang dengan saya."

Adis mengangguk, kemudian tersenyum pelik mengingat keputusannya yang memang akan melupakan Arshan saat itu juga. Bahkan ia harus menahan hati agar tidak mengambil boneka pemberian Arshan.

"Ya, karena aku harus sadar diri." Ucap Adis pelan.

"Jangan menyiksa perasaanmu Dis, saya tahu kamu masih menyukai saya. Omongan Cindi jangan kamu pedulikan. Saya juga tidak peduli dengan status kamu."

Tak terasa mobil Arshan sudah sampai di depan resto. Adis bernapas lega.

"Makasih untuk tumpangannya."

Adis segera turun dari mobil tanpa membalas ucapan Arshan dengan perasaan yang tidak karuan. Terlalu rumit untuk menjabarkan perasaannya saat ini. Di satu sisi hati Arshan sudah terbuka untuknya tapi di sisi lain, ia teringat akan permintaan Cindi.

Sementara Arshan masih memperhatikan Adis, berharap Adis menoleh ke belakang atau sekedar melambaikan tangan. Namun harapannya tidak terkabul, Adis masuk ke resto tanpa menoleh sedikit pun.

Desahan kasar keluar dari mulut Arshan. Ia meraup kasar wajahnya. Begitu sulit memahami Adis tapi ia tidak boleh patah semangat. Ia harus bisa meyakinkan Adis jika perasaannya bukanlah kebohongan. Ia benar-benar mencintai Adis. Jatuh cinta pada gadis itu.

BATASAN CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang