Adis memegang kedua tangan Sinta. "Sin, aku minta maaf. Aku tahu ini salah, tapi nggak mudah menghilangkan rasa suka itu?"
Kedua mata Adis berkaca-kaca bercampur rasa takut apabila sahabatnya itu tidak memberinya kata maaf.
"Jangan diam saja, Sin. Bicaralah." Sedikit mengguncang bahu Sinta. Adis menyesal telah menjawab jujur, harusnya ia berkilah saja agar Sinta tidak mendiamkannya seperti ini.
"Nak Sinta sudah di sini. Sejak kapan?" Kedatangan nenek tentu saja membuat Sinta harus menghentikan sesi diamnya kepada Adis. Ia tersenyum lalu bangkit menyalami tangan nenek.
"Iya Nek, udah dari tadi." Jawabnya dengan nada biasa seperti tidak ada yang terjadi. Adis juga menormalkan ekspresi wajahnya yang semula terlihat sendu, kini berubah menjadi wajah ceria.
"Ini Nek, Sinta bawakan brownies." Mengulurkan bingkisan yang tadinya tergeletak di atas meja yang sama sekali belum disentuh Adis.
"Kenapa repot-repot bawa kue segala? Padahal nenek tadi juga buat kue." Menunjuk piring di depan Adis.
"Nggak papa Nek. Bisa buat cemilan esok hari." Jawab Sinta.
"Nanti makan malam di sini ya. Nenek masak banyak hari ini."
"Ah, nenek emang yang terbaik deh." Sinta memeluk manja tubuh nenek. Selayaknya neneknya sendiri karena dari pihak Mama Papanya sudah tidak ada orang tua.
"Cucu nenek ini kok manja sekali." Karena gemas, nenek mencubit hidung mancung Sinta, membuat Adis tersenyum melihat sikap kekanakan sahabatnya.
"Mama sama Papa kamu sudah tahu kan Nak, kamu ada di sini?" Tanya nenek.
"Tenang, mereka udah tahu kok, Nek." Angguk Sinta yang masih dalam pelukan nenek. Rasanya nyaman sekali.
"Bagus, kemana-mana jangan lupa pamit sama orangtua." Mengurai pelukannya. "Ya sudah, sekarang ayo makan mumpung masih anget."
"Banyak banget Nek makanannya?" Sinta melihat berbagai jenis lauk yang tersedia di meja makan.
"Iya, biar kamu kenyang." Jawab nenek.
Adis segera meletakkan lauk lainnya di piring Sinta ketika sahabatnya itu hanya memilih sepotong ayam.
Di sisi lain, keluarga Pak Brata juga tengah makan malam bersama.
"Nanti jangan lupa, jemput adikmu di rumah sahabatnya." Pak Brata berkata kepada putra sulungnya.
"Biar sopir saja yang jemput Sinta." Tolak Arshan tanpa memandang wajah Papanya.
"Pak Tono sudah pulang. Pamit, anaknya katanya sakit." Ucap pria parlente itu.
"Sinta bisa pesan taksi." Arshan masih menolak.
"Memangnya kamu mau ke mana, sayang?" Bu Brata bersuara.
"Ada acara kumpul-kumpul bareng teman."
"Kamu bisa jemput Sinta selesai dari acaramu." Pak Brata masih belum menyerah.
"Hm, baiklah." Jawab Arshan tanpa niat membantah lagi.
🍁🍁🍁
"Sin, udah ya jangan marah lagi." Rayu Adis. Mereka berdua kini duduk di teras setelah selesai membantu nenek mencuci piring.
"Oke, gue maafin. Tapi ingat, lo nggak boleh simpen rahasia apapun dari gue lagi." Jari telunjuk Sinta mengarah ke wajah Adis.
"Iya, nggak lagi." Geleng Adis sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengah.
"Janji?" Sinta menyodorkan jari kelingkingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATASAN CINTA
Storie d'amoreKenapa kau takut untuk menatap mataku. Bukankah kau yang mengendalikan hati. Cinta memang hal buruk, kau mengakuinya. Aku menyadari rasa yang kutemukan pada cinta, sangat sulit untuk membuat hatiku mengerti. Dimana cinta akan terjadi, terjadi apabil...